Jaksa Pepitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Saya menambahkan sejumlah sumber yang baru terbit agar artikel ini semakin kaya akan sumber.
HsfBot (bicara | kontrib)
k regexp replacement(s), replaced: ada kalanya → adakalanya (2)
Baris 1:
'''''Jaksa Pepitu''''' adalah dewan jaksa yang ada sejak zaman pembagian Kesultanan Cirebon menjadi tiga kekuasaan hingga masuknya pengaruh VOC ke ranah hukum dan pengadilan.<ref name="Tendi 117–142">{{Cite journal|last=Tendi|first=Tendi|last2=Marihandono|first2=Djoko|last3=Abdurakhman|first3=Abdurakhman|date=2019-03-06|title=Between the Influence of Customary, Dutch, and Islamic Law: Jaksa Pepitu and Their Place in Cirebon Sultanate History|url=https://www.aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/57105|journal=Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies|language=en|volume=57|issue=1|pages=117–142|doi=10.14421/ajis.2019.571.%p|issn=2338-557X}}</ref> ''Jaksa Pepitu'' merupakan institusi peradilan di kesultanan-kesultanan Cirebon yang mengurusi masalah perdata dan pidana, secara harafiah makna ''Jaksa Pepitu'' bisa diambil dari dua kata pembentuknya yaitu Jaksa yang dalam [[bahasa Cirebon]] diserap dari kata ''dhyaksa'' ([[bahasa Sanskerta]]) dan ''Pepitu'' yang berasal dari kata ''pitu'' yang artinya tujuh.
 
== Filosofi ==
Baris 11:
== Sejarah ==
 
''Jaksa Pepitu'' adalah dewan jaksa yang ada sejak zaman pembagian Kesultanan Cirebon menjadi tiga kekuasaan hingga masuknya pengaruh VOC ke ranah hukum dan pengadilan.<ref>{{Cite journal|lastname="Tendi|first=Tendi|last2=Marihandono|first2=Djoko|last3=Abdurakhman|first3=Abdurakhman|date=2019-03-06|title=Between the Influence of Customary, Dutch, and Islamic Law: Jaksa Pepitu and Their Place in Cirebon Sultanate History|url=https://www.aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/57105|journal=Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies|language=en|volume=57|issue=1|pages=117–142|doi=10.14421"/ajis.2019.571.%p|issn=2338-557X}}</ref> Apabila dilihat dari segi fungsi dan jumlah, tampak adanya persamaan antara Jaksa Pepitu dengan Saptopapatti, suatu badan di masa Majapahit yang terdiri dari tujuh orang ''Upapatti'' yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum, di samping dua ''Dharmadhyaksa'' kerajaan.<ref>{{Cite journal|lastname="Tendi|first=Tendi|last2=Marihandono|first2=Djoko|last3=Abdurakhman|first3=Abdurakhman|date=2019-03-06|title=Between the Influence of Customary, Dutch, and Islamic Law: Jaksa Pepitu and Their Place in Cirebon Sultanate History|url=https://www.aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/57105|journal=Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies|language=en|volume=57|issue=1|pages=117–142|doi=10.14421"/ajis.2019.571.%p|issn=2338-557X}}</ref>
 
Setelah pembagian [[kesultanan Cirebon]] pada tahun 1667 dan pembentukan [[kesultanan Kacirebonan]] pada tahun 1705 di Cirebon terdapat empat penguasa yaitu Sultan Sepuh I Syamsuddin Martawijaya, Sultan Anom I Badruddin Kartawijaya, Panembahan Agung Nasiruddin Wangsakerta dan Sultan Kacirebonan I Kaharuddin Aria atau yang dikenal dengan nama ''Pangeran Aria Cirebon'', namun hanya ada satu badan peradilan, yaitu Pengadilan Kerta, dalam pengadilan ini penanganan dan penyelesaian perkara dilaksanakan oleh tujuh orang jaksa atau dikenal dengan nama ''Jaksa Pepitu'' secara kolektif baik untuk perkara perdata maupun pidana, ketujuh orang Jaksa tadi dua orang masing-masing mewakili [[kesultanan Kasepuhan]], [[kesultanan Kanoman]] dan [[Panembahan Agung]] serta satu orang jaksa mewakili [[kesultanan Kacirebonan]], selain bertindak sebagai hakim, ''jaksa pepitu'' juga melaksanakan pekerjaan kepaniteraan dan penuntutan, bahkan ada kalanyaadakalanya bertindak sebagai pembela.<ref name="Hazeau">G.A.J. Hazeau. 1905. Tjirebonsch Wetboek (Papakem Tjerbon) van her jaar 1768 verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap. [[Leiden]]: A.W Sijthoff's Uitgeversmij M.V </ref>
 
Dalam kasus seseorang dari [[kesultanan Kasepuhan]] melakukan tindak pidana dalam wilayah hukum [[kesultanan Kanoman]] maka terhadap orang tersebut dilakukan penuntutan oleh seorang jaksa yang mewakili [[kesultanan Kanoman]] sedangkan dua orang jaksa lainnya berasal dari [[kesultanan Kasepuhan]] bertindak sebagai pembela dan empat orang jaksa lainnya yang masing-masing berasal dari [[kesultanan Kacirebonan]] dan [[Panembahan Agung]] bertindak sebagai hakim, namun putusan terhadap para terdakwa tadi dijatuhkan atas hasil musyawarah para ''jaksa pepitu''. Ada kalanyaAdakalanya pula sultan langsung mengadili sendiri warganya dalam perkara-perkara yang sangat berat.<ref>Effendy, Marwan. 2005. Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dalam persfektif hukum. [[Jakarta]]: Gramedia Pustaka Utama</ref>
 
=== ''Jaksa Pepitu'' dalam ''Gotra Sawala'' ===
Baris 21:
Pada saat kesultanan-kesultanan Cirebon menggelar sebuah simposium agung ([[bahasa Cirebon]]: ''Gotra Sawala'') yang dihadiri oleh para ahli sejarah, cendekiawan serta para penguasa di nusantara pada tahun 1677<ref>Staf Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian. 1987. Majalah Bhayangkara: pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian. [[Jakarta]]: Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian</ref>-1698, para ''jaksa pepitu'' bersama dengan para ahli lain dibidangnya membantu Pangeran Raja (PR) Nasiruddin Wangsakerta yang pada masa itu bertindak sebagai ketua Gotra Sawala untuk mengumpulkan bahan dan menafsirkan data.<ref>Ekadjati, Edi S, A. Sobana Hardjasaputra, Ade Kosmaya Anggawisastra, Aam Masduki. 1994. Empat Sastrawan Sunda Lama. [[Jakarta]]: Direktorat Jenderal Kebudayaan</ref>
 
Para ''jaksa pepitu'' yang membantu Pangeran Raja (PR) Nasiruddin Wamgsakerta adalah<ref>Atja. Edi. S. Ekadjati. 1987. ''Pustaka Rajya-Rajya I Bumi Nusantara I.I'': Suntingan Naskah dan Terjemahan. [[Bandung]]: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi)</ref> <ref>Iswara, Prana Dwija. 2009. Sejarah Kerajaan Cirebon. [[Bandung]]: Universitas Pendidikan Indonesia</ref>:
 
* Ki Raksanagara, sebagai penulis naskah dan pengatur pertemuan, beliau melayani sekalian peserta, juga memeriksa dan meneliti naskah-naskah yang telah dikumpulkan.