Jawanisasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 4:
 
Dalam pengertian modern, dalam perspektif sosial, budaya dan politik Indonesia, Jawanisasi bisa berarti hanya sebagai penyebaran penduduk [[suku Jawa]] dari pedesaan Jawa yang berpenduduk padat ke bagian yang kurang penduduknya di pulau lainnya di [[Nusantara]].<ref>Lihat Program [[Transmigrasi]] Indonesia, di mana kebijakan pemerintah untuk memukimkan orang Jawa yang miskin pindah ke pulau lain di Indonesia. Dalam beberapa kasus hal ini tidak disambut baik oleh penduduk asli, terutama apabila para pendatang baru itu alih-alih malah menjadi mayoritas di sana.</ref> Sedangkan untuk pihak lain, itu juga bisa berarti penerapan — sadar atau tidak sadar — pola pikir dan perilaku Jawa di berbagai tempat di Indonesia, dalam arti penjajahan budaya, hal ini lebih terfokus pada cara pemikiran dan praktik kelompok yang berkuasa.<ref>{{cite web
|url =httphttps://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false
|title =Chapter 3. Javanization, Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java
|last =Mulder
Baris 27:
Dalam aspek bahasa, seperti penggunaan [[Bahasa Jawa|bahasa]], istilah, idiom, dan kosakata Jawa di luar wilayah bahasa tradisional Jawa. Misalnya, kini lazim bagi warga Indonesia menggunakan istilah Jawa untuk menyapa orang lain, seperti ''Mas'' (terhadap laki-laki sebaya atau yang sedikit lebih tua) atau ''Mbak'' (untuk perempuan). Hal ini kini dianggap lazim di ibu kota [[Jakarta]], yang sebelumnya memiliki padanan dialek lokal Betawi seperti ''Abang'' dan ''Noné'' atau ''Mpok''. Tetapi fenomena meluasnya pengaruh budaya Jawa secara masif ini, semisal penggunaan sapaan ''Mas'' dan ''Mbak'' ini menimbulkan kekhawatiran di ranah ber[[bahasa Melayu]], [[bahasa Batak|Batak]], dan [[bahasa Minangkabau|Minangkabau]] di [[Sumatra]] yang menganggapnya sebagai bentuk Jawanisasi dan penjajahan budaya.
 
Dalam sosial dan politik, contoh Jawanisasi dirasakan seperti [[Presiden Indonesia]] yang selalu berasal dari [[suku Jawa]] (dan juga [[BJ Habibie]], yang [[Tuti Marini Puspowardojo|ibunya]] ialahmerupakan orangdari suku Jawa). Juga tuduhan atas dominasi politik Jawa dalam tubuh administrasi pemerintahan, pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, serta sifat-sifat Jawa dalam budaya politik Indonesia.
 
== Sejarah awal ==
Baris 34:
 
Pada tahap awal, budaya Jawa sangat dipengaruhi oleh peradaban [[Hindu]]-[[Buddha]] dari India. Contoh dari proses ini adalah sejumlah besar kata serapan dari [[bahasa Sanskerta]] ke dalam [[bahasa Jawa Kuno]], dan Jawanisasi dari wiracarita Hindu India seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]] ke dalam versi Jawanya, serta menggabungkan dewa lokal seperti [[Semar]] dan [[Punakawan]] ke dalam kisah [[wayang purwa]]. Proses mengadopsi pengaruh Hindu ini digambarkan sebagai Sanskertanisasi Jawa dan Jawanisasi dari Bharata.<ref>{{cite web
|url =httphttps://epress.anu.edu.au/austronesians/austronesians/mobile_devices/ch15.html
|title =Chapter 15. Indic Transformation: The Sanskritization of Jawa and the Javanization of the Bharata
|last =Supomo
Baris 54:
 
Juga selama periode terakhir dari Majapahit pada abad ke-15, unsur gaya asli [[Austronesia]] pra-Hindu Jawa dihidupkan kembali, seperti yang ditunjukkan dalam bentuk [[Candi Sukuh]] dan [[Candi Cetho]]. Gaya patung dan relief tokoh wayang yang kaku, dan struktur [[piramida bertingkat]] menggantikan bentuk candi klasik Hindu yang menjulang. Ini kebalikan dari proses [[Indianisasi]], yang juga disebut "Jawanisasi" purwarupa Hindu-Buddha pada kesenian Jawa.<ref>{{cite web
|url =httphttps://books.google.co.id/books?id=CFW1tNel8m0C&pg=PA71&lpg=PA71&dq=Javanization&source=bl&ots=E4SrD0Pago&sig=RwZThSnQGDtcE-B6E7m45cItOBk&hl=id&sa=X&ei=QcN7Ut7CFIHBrAfe8YCYBQ&ved=0CE4Q6AEwBjgK#v=onepage&q
|title =From Majapahit and Sukuh to Megawati Sukarnoputri: Continuity and Change in Pluralism of Religion, Culture and Politics of Indonesia from the XV to the XXI Century
|last =Fic
Baris 87:
Iman [[Katolik]] sebagai contoh, juga menggunakan kosakata dan kerangka acuan Jawa dengan menggunakan istilah ''"Romo"'' (Jawa: ''bapak'') untuk merujuk [[Pastor]] Katolik. Penyebaran ajaran Katolik juga menggunakan seni wayang tradisional untuk menyebarkan pesan mereka, seperti [[wayang wahyu]], digunakan untuk menceritakan kisah Injil. Dalam arsitektur, gereja Katolik juga mengadopsi gaya arsitektur Jawa dan untuk gereja mereka, seperti [[Gereja Ganjuran]] di Bantul, Yogyakarta, yang membangun candi untuk Yesus dalam gaya [[candi]] Jawa kuno. Contoh lain termasuk [[Gereja Pohsarang]] di Kediri yang dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa.
 
Selama periode kolonial [[Hindia Belanda]], terdapat sejumlah orang Jawa yang bermigrasi ke [[Suriname]] sebagai pekerja perkebunan. Di Nusantara, orang Jawa juga bermigrasi ke beberapa tempat seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Johor di Semenanjung Malaya. Daerah-daerah seperti [[DKI Jakarta]], [[Jawa Barat]] utara dan [[Lampung]] juga diketahui dihuni sejumlah besar pendatang Jawa. Bahkan beberapa tempat di luar Jawa memiliki nama Jawa atau "Kampung Jawa", misalnya [[Kampung Jawa, Tondano Utara, Minahasa|Kampung Jawa]] di Tondano, Sulawesi Utara, dan [[Tanah Jawa, Simalungun|Tanah Jawa]] di Simalungun, Sumatra Utara. Bahkan di [[Bangkok]], [[Thailand]], terdapat Kampung Jawa yang dihuni keturunan para pengukir dan pengrajin Jawa yang dibawa Raja [[Chulalongkorn]] hijrah ke Thailand pada tahun 1896.<ref>{{cite web|title=Keramahan Khas Indonesia ala Kampung Jawa di Tengah Kota Bangkok |author=Fajar Pratama|date=1 Maret 2013|publisher=detikNews |url=httphttps://news.detik.com/read/2013/03/01/080705/2182890/10/1/keramahan-khas-indonesia-ala-kampung-jawa-di-tengah-kota-bangkok|accessdate=1 Januari 2014}}</ref>
 
== Sejarah modern ==
Baris 111:
 
Isu Jawanisasi telah menjadi isu sensitif yang penting dalam persatuan nasional [[Indonesia]]. Dominasi Jawa dianggap tidak hanya pada ranah budaya, tetapi juga sosial, politik dan ekonomi. Rezim [[Orde Baru]] [[Soeharto]] dikritik telah sedemikian rupa menjawakan politik Indonesia selama puluhan tahun. Dalam perspektif politik, administrasi, wewenang dan pelayanan sipil, proses Jawanisasi ini kadang-kadang dianggap negatif karena mengandung unsur-unsur terburuk dari budaya Jawa, seperti kekakuan hierarki sosial, [[otoritarianisme]], dan kesewenang-wenangan. Sebuah kecenderungan yang kadang-kadang disebut sebagai "[[Kesultanan Mataram|Mataramisasi]]" dan "[[feodalisme|feodalisasi]]", disertai dengan kegemaran memamerkan status sosial dan keangkuhan,<ref>{{cite web
|url =httphttps://books.google.co.id/books?id=i4RKmz2aJiEC&pg=PA51&lpg=PA51&dq#v=onepage&q&f=false
|title =Chapter 3. Javanization, Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java
|last =Mulder