Bank BPD DIY: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{rapikan}}
Brayat Mentaok (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
'''Bank Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta''', atau disingkat '''Bank BPD DIY''', adalah sebuah [[bank]] [[BUMD]] di [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Bank BPD DIY didirikan pada tanggal [[15 Desember]] [[1961]], berdasarkan [[akta notaris]] Nomor 11, [[Notaris]] R.M. Soerjanto Partaningrat. Sebagai suatu [[perusahaan]] daerah, pertama kalinya Bank BPD DIY diatur melalui [[Peraturan Daerah]] Nomor 3 Tahun [[1976]]. Dengan berjalannya waktu, dilakukan berbagai penyesuaian.
 
Landasan hukum pendirian Bank BPD DIY adalah [[Peraturan Daerah]] Provinsi Daerah Istimewa [[Yogyakarta]] Nomor 2 Tahun [[1993]], ''junctis'' [[Peraturan Daerah]] Nomor 11 Tahun [[1997]] dan Nomor 7 Tahun [[2000]]. Tujuan pendirian bank adalah untuk membantu mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
 
Saat ini Bank BPD DIY memiliki 69 kantor pelayanan yang tersebar di seluruh Daerah Istimewa [[Yogyakarta]]. Bank BPD DIY pada Januari [[2007]] juga telah membuka unit perbankan [[Syariah]].
 
== Sejarah ==
Tahun 1961, tujuh belas tahun setelah [[proklamasi]] kemerdekaan [[Republik Indonesia]], kondisi ekonomi negara ini masih jauh dari angan-angan. Laju [[inflasi]] yang tinggi mewarnai perekonomian [[Indonesia]]. Keingan pemerintah membuat bangsa Indonesia sejahtera diwujudkan dalam konsep [[ekonomi terpimpin]]. Dengan konsep ini, segenap unsur masyarakat, termasuk di dalamnya kalangan perbankan diminta untuk turut berperan dalam mencapai tujuan [[revolusi]]. Di kalangan perbankan dimunculkan [[doktrin]] '''''[[Bank Tunggal]]''''' dan '''''[[Bank Tunggal]]'''''. Maksud pendirian bank tunggal ialah agar kebijakan pemerintah di bidang moneter dan perbankan dapat dijalankan secara efisien, efektif, dan terpimpin.
 
=== Periode 1961 - 1976 ===
Kondisi perekonomian [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] pada masa itu tidak banyak berbeda dengan kondisi Indonesia pada umumnya. Kesulitan keuangan untuk pembangunan negara menuntut adanya peran masyarakat untuk penyediaan dana. Kondisi ini sangat disadari oleh Pemerintah [[Provinsi]] [[DIY]], sehingga dengan mengacu pada [[Keputusan Menteri]] nomor 1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Terhadap Urusan Kredit maka digagaslah pembentukan sebuah bank untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tahun [[1961]], tujuh belas tahun setelah [[proklamasi]] kemerdekaan [[Republik Indonesia]], kondisi ekonomi negara ini masih jauh dari angan-angan. Laju [[inflasi]] yang tinggi mewarnai perekonomian [[Indonesia]]. Keingan pemerintah membuat bangsa Indonesia sejahtera diwujudkan dalam konsep [[ekonomi terpimpin]]. Dengan konsep ini, segenap unsur masyarakat, termasuk di dalamnya kalangan perbankan diminta untuk turut berperan dalam mencapai tujuan [[revolusi]]. Di kalangan perbankan dimunculkan [[doktrin]] '''''[[Bank Tunggal]]''''' dan '''''[[Bank Tunggal]]'''''. Maksud pendirian bank tunggal ialah agar kebijakan pemerintah di bidang moneter dan perbankan dapat dijalankan secara efisien, efektif, dan terpimpin.
 
Kondisi perekonomian [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] pada masa itu tidak banyak berbeda dengan kondisi Indonesia pada umumnya. Kesulitan keuangan untuk pembangunan negara menuntut adanya peran masyarakat untuk penyediaan dana. Kondisi ini sangat disadari oleh [[Pemerintah]] [[Provinsi]] [[DIY]], sehingga dengan mengacu pada [[Keputusan Menteri]] nomor 1 Tahun [[1955]] tentang Pengawasan Terhadap Urusan Kredit maka digagaslah pembentukan sebuah bank untuk wilayah [[Daerah Istimewa Yogyakarta]].

Berdasarkan Keputusan [[DPRD Provinsi]] DIY nomor 11/K/DPRD/1961 tentang Pemberian Kuasa kepada Kepala Daerah Provinsi DIY, diputuskan untuk mendirikan Bank Pembangunan Daerah, serta persetujuan [[DPRD]] no. 12/K/DPRD/1961 tentang memberi kuasa kepada Kepala Daerah Provinsi DIY untuk mengusahakan modal sebesar Rp. 2.5000.000,- guna mendirikan Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPD DIY). Kemudian dibuatlah akte pendirian [[Perseroan Terbatas]] (PT) Bank BPD DIY di hadapan [[Notaris]] R.M. Wiranto. Bank BPD DIY lahir dengan [[Akte Notaris]] nomor 11 tanggal '''[[15 Desember]] [[1961]]'''. Para pihak yang menghadap ke notaris saat pendirian bank ialah [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] selaku dan dalam kapasitas [[Gubernur]] DIY dan [[Sri Paduka Pakualam VIII]] selaku Wakil Gubernur DIY.
 
Untuk beroperasi , Bank BPD DIY memperoleh ijin usaha dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor BUM 9/1/27/II Tanggal [[5 Maret]] [[1962]]. Ijin inin dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun [[1955]] sebagaimana disebutkan di atas. Pada awal pendiriannya, Bank BPD DIY telah berbadan hukum perseoroan terbatas (PT). Kondisi ini tentu saja sejalan dengan masa itu, yakni belum ditetapkannya UU nomor 13/1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
 
Pada saat didirikan, [[modal]] dasar PT. Bank BPD DIY ditetapkan sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), yang terdiri dari 500 lembar saham prioritas dengan nilai Rp. 10.000,- dan 1.500 lembar saham biasa dengan nilai Rp. 10.000,-. Ketika didirikan telah ditanam 400 lembar saham prioritas dan 1 lembar saham biasa, dengan jumlah uang sebanyak Rp. 4.010.000,-. Dari jumlah tersebut telah dibayar tunai sebesar 62,5% atau sejumlah Rp. 2.506.250,- (dua juta lima ratus enam ribu dua ratus lima puluh rupiah). Jumlah inilah yang menjadi modal awal operasional Bank BPD DIY.
 
Tanggal [[13 Desember]] [[1965]], [[pemerintah]] mengeluarkan Penetapan [[Presiden]] no. 27/1965. Kebijakan ini antara lain menetapkan penerbitan alat pembayaran yang sah yang berlaku bagi seluruh wilayah [[Indonesia]], serta perbandingannilai antara uang [[rupiah]] lama dengan uang rupiah baru diterbitkan dengan rasio ''satu uang rupiah baru setara dengan seribu uang rupiah lama''. Selama beberapa saat terjadi peredaran dua mata uang, sehingga pemerintah mewajibkan semua instansi [[swasta]] untuk menggunakan mata uang baru. Meskipun nilai mata uang baru 1000 kali uang rupiah lama, tidak berarti harga-harga menjadi satu perseribunya. Kebijakan ini menyebabkan [[inflasi]] yang sangat tinggi dan menimbulkan beban bari pemerintah.
 
Kebijakan itu tentu saja sangat mempengaruhi kondisi [[keuangan]] Bank BPD DIY yang saat itu baru berusia empat tahun. [[Modal]] disetor yang pada tahun [[1964]] telah mencapai 20 juta rupiah, pada tahun [[1966]] disesuaikan dengan nilai rupiah baru sehingga modal disetor bank hanya menjadi 20 ribu rupiah.
 
=== Periode 1976 - 1989 ===
Dengan keluarnya [[Undang-undang]] (UU) nomor 13 tahun [[1962]] tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka pendirian Bank Pembangunan Daerah harus dilakukan melalui [[Peraturan Daerah]]. Aturan mengenai perbankan juga mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Karena itu pada tahun [[1976]] ditetapkan Peraturan Daerah Pronsi DIY nomor 3 tahun 1976 tentang Bank Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penetapan ini melahirkan Bank Pembangunan Daerah Provinsi DIY atau Bank BPD DIY sebagai sebuah [[Perusahaan Daerah]].
 
Dalam pertauran daerah tersebut diatur bahwa Bank BPD DIY adalah milik [[pemerintah daerah]] tingkat I. Pernyataan ini tidak berarti [[pemerintah daerah]] tingkat II tidak dapat menyetorkan modalnya. Sebagaimana tercantum pada ketentuan tentang modal, ditetapkan bahwa modal dasar bank sebesar Rp. 500.000.000,- yang terdiri dari penyertaan pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II.
 
Sampai dengan awal [[1980]]-an, industri perbankan tidak begitu dinamis. Hampir semua kegiatan operasional [[bank]] ditetapkan secara ketat oleh pemerintah dan [[Bank Indonesia]]. Akibat dari ketatnya regulasi ini, jumlah bank tidak mengalami perubahan selama bertahun-tahun, demikian juga dengan produk dan layanan perbankan. Upaya untuk melakukan persaingan yang sehat juga hampir tidak ada. Tata cara transaksi perbankan bahkan masih dilakukan dengan cara 'tradisional'.
 
Tahun [[1983]] pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan dengan menghapus pagu kredit dan subsidi bunga. Persaingan antar bank diserahkan pada mekanisme pasar dan masing-masing bank diberi kebebasan untuk menentukan tingkat bunga, baik kredit maupun penghimpunan dana. Kebijakan ini mulai membangkitkan iklim kompetisi dalam industri perbankan.
 
Tahun [[1985]], sejalan dengan perubahan tersebut Bank BPD DIY berupaya mengantisipasi kondisi pasar yang berubah. Langkah strategis yang dilakukan ialah mengubah dasar pendirian bank yang semula berdasarkan Peraturan Daerah nomor 3 tahun 1976 diubah dan diterbitkan Peraturan Daerah nomor 9 tahun 1985. Dalam peraturan daerah yang baru ini modal dasar bank ditetapkan sebesar Rp. 5 miliar. Ketentuan mengenai status kepemilikan bank yang semula ditegaskan sebagai badan usaha milik pemerintah daerah tingkat I, ditiadakan.
 
Tahun [[1986]] Bank BPD DIY untuk pertama kalinya melebarkan jaringan pelayanannya hingga ke wilayah kabupaten di Provinsi DIY, yaitu dengan membuka Kantor Cabang [[Wates, Kuloprogo]] dan Kantor Cabang [[Wonosari, Gunung Kidul]].
 
Tahun [[1988]], pemerintah melakukan deregulasi lanjutan pada bidang moneter dan perbankan yang dikenal dengan [[Paket 27 Oktober 1988]]. Deregulasi ini memberikan banyak kemudahan bagi pendirian bank baru maupun jaringan pelayanan baru. Kebijakan ini semakin meningkatkan persaingan dalam industri perbankan. Menanggapi kondisi terkini pada saat itu, Bank BPD DIY melebarkan kembali jaringan pelayanannya untuk menjangkau wilayah-wilayah lain di Provinsi DIY, yaitu dengan membuka Kantor Cabang [[Bantul]]. Dilanjutkan pada tahun [[1990]] membuka Kantor Cabang Pembantu [[Senopati]] dan [[Sleman]].
 
=== Periode 1990 - 1996 ===
Untuk mengantisipasi persaingan yang semakin tajam, mulai tahun [[1989]] Bank BPD DIY mulai mengembangkan sistem pengolahan data yang berbasis [[komputer]]. Tahun [[1990]] Kantor Cabang telah terkoneksi secara on-line dalam jaringan komputer. Persaingan juga menuntut adanya sumber daya manusia berkualitas tinggi. Pola rekrutmen pegawai mulai diubah dengan seleksi ketat dan pelatihan dasar-dasar perbankan yang memadai.
 
Tahun [[1992]] pemerintah menerbitkan UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagai pengganti UU nomor 7 tahun 1967. Atas terbitnya Undang-undang tersebut, bank perlu menyesuaikan dasar pendiriannya. Maka diterbitkanlah Peraturan Daerah nomor 2 tahun 1993 tentang Bank Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan Daerah ini secara jelas mencantumkan operasional bank yang harus menggunakan ''prinsip kehati-hatian''.
 
=== Periode 1997 - 2008 ===
Kebijakan deregulasi perbankan yang sebelumnya dianggap sebagai solusi bagi [[pembangunan ekonomi]] mulai menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Pesatnya pertumbuhan industri menyebabkan banyak bank mengabaikan ''prinsip kehati-hatian''. Banyak pula bank yang didirikan oleh suatu kelompok usaha yang memang diarahkan untuk memberikan pembiayaan kepada kelompok usaha tersebut. Kondisi ini menyebabkan perubahan drastis industri perbankan. Tahun [[1997]] kondisi tersebit semakin diperparah dengan adanya krisis ekonomi.
 
Tahun [[1998]], karena tingginya tingkat bunga, Bank BPD DIY sempat menghentikan pemberian kredit kepada [[nasabah]]. Namun demikian, dengan pengelolaan yang berdasarkan prinsip kehati-hatian, krisis ekonomi justru berpengaruh positif terhadap bank. Di tahun [[1998]] terjadi kenaikan aset yang didorong oleh penghimpunan dana masyarakat yang sangat signifikan. Pertumbuhan yang relatif tinggi semasa krisi ekonomi ini menunjukan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap Bank BPD DIY, sebagai bank daerah yang dikelola dengan benar. Bank BPD DIY bukan hanya tidak masuk dalam kategori bank yang perlu direkapitulasi, tetapi bahkan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Bank BPD DIY bahkan melakukan pembukaan jaringan layanan baru dan penambahan tenaga kerja.
 
Saat kondisi ekonomi mulai membaik, keberadaan Bank BPD DIY semakin dikenal masyarakat. Untuk menjaga kepercayaan itu, Bank BPD DIY melakukan berbagai inovasi produk dan jasa bank. Tahun [[2000]] Bank BPD DIY membuka 12 Kantor Kas baru dan tahun [[2001]] membuka 14 Kantor Kas baru.
 
Tahun [[2002]], Bank BPD DIY menerbitkan kanrtu [[ATM]] (Automatic teller machine). Kartu ATM ini tergabung dalam jaringan ATM Bersama. Tahun [[2003]], Bank BPD DIY ditunjuk sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPS BPIH).
 
Untuk beroperasi , Bank BPD DIY memperoleh ijin usaha dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor BUM 9/1/27/II Tanggal 5 Maret 1962. Ijin inin dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 1955 sebagaimana disebutkan di atas. Pada awal pendiriannya, Bank BPD DIY telah berbadan hukum perseoroan terbatas (PT). Kondisi ini tentu saja sejalan dengan masa itu, yakni belum ditetapkannya UU nomor 13/1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.
 
== Pemegang saham ==
Baris 107 ⟶ 145:
 
* '''Kantor Pusat''', Jl. Tentara Pelajar no. 7 [[Yogyakarta]] 55231 Telp. (0274) 564-614 (hunting), Faks. (0274) 562-203
 
 
* '''Kantor Cabang Utama''', Jl. Tentara Pelajar no. 7 [[Yogyakarta]] 55231 Telp. (0274) 564-614 (hunting), Faks. (0274) 563-150
Baris 117 ⟶ 154:
# Kantor Kas Palagan
# Payment Point Kantor Pelayanan Pajak Pratama
 
 
* '''Kantor Cabang Senopati''', Jl. P. Senopati no. 5-7 [[Yogyakarta]], Telp. (0274) 562-395 (hunting), Faks. (0274) 589-076
Baris 129 ⟶ 165:
# Kantor Kas Giwangan
# Kantor Kas [[Gedongkuning]]
 
 
* '''Kantor Cabang Sleman''', Jl. Magelang Km.11, Tridadi, [[Sleman]], Telp. (0274) 868-866, Faks. (0274) 868-326
Baris 151 ⟶ 186:
# Kantor Kas [[Tlagareja]]
# Kantor Kas [[UNY]]
 
 
* '''Kantor Cabang Bantul''', Jl. Jend. Sudirman no. 2.A, [[Bantul]], Telp. (0274) 367-011, Faks. (0274) 367-281
Baris 167 ⟶ 201:
# Kantor Kas [[Baturetno]]
# Payment Point Kantor Pelayanan Pajak Pratama [[Bantul]]
 
 
* '''Kantor Cabang Wonosari''', Jl. Brigjen. Katamso no. 4, [[Wonosari, Gunungkidul]], Telp. (0274) 391-801, Faks. (0274) 391-217
Baris 180 ⟶ 213:
# Kantor Kas Pemda [[Gunungkidul]]
# Kantor Kas RSUD [[Wonosari, Gunungkidul]]
 
 
* '''Kantor Cabang Wates''', Jl. Stasiun no. 1, [[Wates, Kulonprogo]], Telp. (0274) 773-352, Faks. (0274) 775-635
Baris 192 ⟶ 224:
# Kantor Kas RSUD [[Wates, Kulonprogo]]
# Kantor Kas [[Pengasih]]
 
 
* '''Kantor Cabang Syariah''', Jl. Cik Di Tiro no. 34, [[Yogyakarta]], Telp. (0274) 550-740, Faks. (0274) 513-381