Kelenteng Sam Poo Kong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ganti berkas non-bebas dan pranala kategori di Commons
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Nama Tionghoa
Baris 1:
{{rapikan}}
{{Infobox Chinese
[[Berkas:Kelenteng Sam Poo Kong.jpg|jmpl|ka|Kelenteng Sam Poo Kong]]
| title =
| pic = Kelenteng Sam Poo Kong.jpg
| piccap = Klenteng Sam Poo Kong
| c = 三保洞
| l = "gua tiga orang sakti"
| p = sānbǎo dòng
| w = san pao tung
}}
[[Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg|jmpl|Dua orang wanita Tionghoa sedang bersembahyang di Gedung Batu]]
'''Kelenteng Gedung Kuno Sam Poo Tong''' ([[bahasa Tionghoa{{lang-zh|Tionghoa]]: '''三保洞''')}}, (inimakna artinyaliteral dalam bahasa Indonesia adalah Goa"gua tiga orang sakti") yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / [[Cheng Ho]]. Catatan: tidakTidak semua anak buah kapal beragama Islam. Kompleks Sam Po Tong berada di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislaman dengan ditemukannya tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".<ref>{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/316925749_ULUM_AL-QURAN_SEJARAH_DAN_PERKEMBANGANNYA|title=(PDF) ULUM AL-QURAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA|website=ResearchGate|language=en|access-date=2019-02-22}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC|publisher=Pustaka Aman Press|date=1983|language=en|first=Aboebakar|last=Atjeh (Hadji)}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|last=Atjeh|first=Aboebakar|publisher=Pustaka Aman Press|year=1983|isbn=|location=|pages=|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC}}</ref>
 
Kelenteng ini disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan gua batu besar yang berada di sebuah bukit batu. Untuk mengenang Zheng He, masyarakat Indonesia keturunan Tionh HoaTionghoa membangun sebuah kelenteng. Sekarang tempat ini dijadikan tempat peringatan dan pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakkan sebuah altar serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Meskipun Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi masyarakat menganggapnya sebagai dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu[[Konghucu]] atau Tao[[Taoisme]] menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|last=Muljana|first=Slamet|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>
'''Kelenteng Gedung Kuno Sam Poo Tong''' ([[bahasa Tionghoa|Tionghoa]]: '''三保洞'''), (ini artinya dalam bahasa Indonesia adalah Goa tiga orang sakti) yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / [[Cheng Ho]]. Catatan: tidak semua anak buah kapal beragama Islam. Kompleks Sam Po Tong berada di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislaman dengan ditemukannya tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".<ref>{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/316925749_ULUM_AL-QURAN_SEJARAH_DAN_PERKEMBANGANNYA|title=(PDF) ULUM AL-QURAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA|website=ResearchGate|language=en|access-date=2019-02-22}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC|publisher=Pustaka Aman Press|date=1983|language=en|first=Aboebakar|last=Atjeh (Hadji)}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|last=Atjeh|first=Aboebakar|publisher=Pustaka Aman Press|year=1983|isbn=|location=|pages=|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC}}</ref>
 
Kelenteng ini disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan gua batu besar yang berada di sebuah bukit batu. Untuk mengenang Zheng He, masyarakat Indonesia keturunan Tionh Hoa membangun sebuah kelenteng. Sekarang tempat ini dijadikan tempat peringatan dan pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakkan sebuah altar serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Meskipun Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi masyarakat menganggapnya sebagai dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tao menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|last=Muljana|first=Slamet|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>
 
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati Laut Jawa, namun saat melintasi Laut Jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian, kapalnya merapat ke Pantai Utara Semarang untuk berlindung di sebuah goa dan mendirikan sebuah masjid (belum ada bukti yg konkret) di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan tersebut sekarang terletak di tengah kota Semarang karena Pantai Utara Jawa yang selalu mengalami proses pendangkalan. Hal ini menyebabkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat laun, daratan pulau Jawa makin bertambah luas ke arah Utara.