Raja Sitempang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 69:
=== Turi turian Raja Sitempang ===
Raja Sitempang <ref> Buku: '''Raja Sitempang''' Oleh: Kosmen Sitanggang SPd, Medan, 28 April 2007.</ref>adalah salah satu anak
Menurut legenda Guru So Dundangon terlahir dengan kesaktian, sehingga wujudnya tidak serupa dengan manusia biasa, ia berwujud seperti Ular Naga yang besar saat siang, dan malam berubah menjadi lelaki dengan wajah yang teramat tampan. Legenda tentang Guru So Dungdangon tak hanya tersohor di Pangururan tetapi sampai ke desa-desa tempat marga-marga lain, dan Guru So Dundangon dikenal sebagai ‘manusia setengah dewa’ dan disembah oleh sebagian orang. Selanjutnya dalam suatu kisah lain Guru So Dundangon karena kesaktiannya harus pergi meninggalkan keluarganya terutama saudara kembarnya Si Boru Pinta Haumason ke negeri yang jauh untuk mengamalkan kesaktiannya itu, tak diketahui dimana ia tinggal dan siapa keturunannya. Lalu putra kedua dari istri Si Boru Biding Laut III adalah Raja Sitempang. Kelak dialah yang meneruskan kerajaan Isumbaon di Pangururan Samosir, dan keturunannya bergelar Raja Pangururan. Istri II Raja Nai Ambaton adalah Si Boru Anting-anting. Si Boru Anting -anting mempunyai 1 orang anak laki-laki yaitu Raja Nabolon. Tidak diketahui siapa yang lebih dulu lahir apakah Raja Sitempang atau Raja Nabolon, tetapi Raja Sitempang adalah putra dari istri yang pertama. Pada jaman itu lahirlah Sitempang. Dia lahir cacat, kedua kakinya gempet menjadi seperti hanya satu kaki dengan 7 jari. Selain cacat, Sitempang juga berperangai agak nakal dan susah diatur. Kehadirannya tidak sesuai dengan harapan ayahnya Raja Nai Ambaton maupun keluarga kerajaan. Selain karena mitos adanya penyingkiran anak lahir yang dianggap pembawa sial pada masa itu, Kerajaan Isumbaon sedang mendapat serangan dari Kerajaan Guru Tatea Bulan, juga serangan dari Kerajaan Nagur Simalungun serta dari Kerajaan Jau atau Kerajaan Aceh, maka Raja Nai Ambaton sebagai penerus kepemimpinan Kerajaan Isumbaon merasa waswas, jangan sampai kehadiran Raja Sitempang di tengah-Tengah Kerajaannya membawa mala petaka dan menjadi simbol kelemahan dari kerajaan. Dengan alasan itu maka Raja Nai Ambaton diminta oleh para penasehat dan penatua-penatua kerajaan untuk membuang Sitempang. Hal itu dituruti oleh Raja Nai Ambaton meski dengan berat hati dan rasa sedih.
|