Pembicaraan:Medang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Inayubhagya (bicara | kontrib)
Baris 197:
 
:[[Prasasti Canggal]] sudah menyebutkan ''Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya'', jadi tidak benar nama "Mataram" baru pertama kali muncul dalam prasasti Wwatan Tija (masa pemerintahan Kayuwangi). ''Rakai'' itu adalah istilah yang merujuk pada jabatan raja wilayah, raja bawahan, atau raja kecil di bawah Maharaja. Semacam wilayah provinsi. Mungkin kemudian pada masa Majapahit setara dengan jabatan "Bhre". Kemungkinan besar, apa yang disebut Mataram itu adalah wilayah dataran subur di sebelah selatan gunung Merapi, yakni lembah antara sungai Progo dan sungai Opak, kira-kira membentang antara Muntilan, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul sekarang. Jadi "Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya" artinya adalah "Raja Sanjaya Penguasa Mataram". Pada perkembangannya Rakai yang semula hanya penguasa kerajaan wilayah daerah, bisa tumbuh menguat dan menjadi penguasa seluruh wilayah kerajaan. Dari wilayah temuan prasasti Canggal (Gunung Wukir) kemungkinan tanah air Mataram itu ya Muntilan, di Gunung Wukir, lembah Sungai Progo itu. Kadatuan itu tidak selalu bermakna bangunan "istana" secara fisik, bisa juga bermakna "kerajaan". Saya cenderung tetap pada posisi kini, yaitu tetap mempertahankan nama Medang. Nama Mataram itu demikian lekat pada wilayah selatan Gunung Merapi (Muntilan, Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kota Yogya, Sebagian Kab. Klaten), jadi tidak tepat jika kemudian memaksakan mempertahankan nama Mataram, apalagi saat periode kemudian; saat ibu kotanya sudah berpindah ke Jawa Timur. Justru karena nama ''Medang'' ini demikian menetap, persisten disebutkan dalam berbagai prasasti, disebutkan sejak purinya (istana) terletak di Jawa Tengah hingga Jawa Timur, maka justru kemungkinan besar derajat istilah ini di atas wilayah kerajaan daerah, artinya nama kerajaannya ya Medang itu. Sementara Mataram hanya mengacu pada wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya kini. Seperti dibuktikan pada sebutan pada zaman Majapahit, Mataram sebagai salah satu mancanagara/kerajaan wilayah/provinsi Majapahit, serta Kesultanan Mataram Islam yang muncul kemudian di wilayah ini. Sementara dari sumber luar Jawa, cenderung menyebut kerajaan ini hanya sebagai Jawa atau Bhumi Jawa saja. Sekali lagi sebaiknya daripada berdebat, sebaiknya menyediakan rujukan atau referensi dari sumber literatur terpercaya. Sementara penyebutan ganda Kerajaan Medang (atau juga dikenal sebagai) Kerajaan Mataram seperti saat ini cukup tepat.<span style="background:white;color:blue;font:arialbold;border-radius:4px"><b>&nbsp;''[[User:Gunkarta|Gunkarta]]''&nbsp;</b></span><span style="background:lightblue;color:blue;border-radius:2px">&nbsp;''[[User talk:Gunkarta|bicara]]''&nbsp;</span> 19 Juli 2020 15.04 (UTC)
 
Saya mulanya menyusun memperbaiki isi artikel di halaman ini mengacu pada pendapat di halaman pembicaraan ini, mungkin bisa dibedakan revisi saya pada riwayat sebelumnya di ''Versi terdahulu''. Nama Medang telah disepakati pada diskusi ini namun setelah membuka-buka kembali jurnal-jurnal arkeologi memang pada awalnya nama kerajaan ini adalah Mataram sesuai apa yang telah diteliti oleh para ahli dan diterbitkan dari pada Kemdikbud dan Bpcb.
 
Prasasti Canggal tidak menyebutkan Sañjaya sebagai penguasa Mataram melainkan penguasa Jawa (āsīddvīpavaraṁ yavākhyam), menggantikan takhta raja sebelumnya yaitu Sanna. Prasasti tersebut juga memberi keterangan bahwa dahulu pulau Jawa sangat makmur ketika diperintah oleh Sanna selekas kematiannya negeri tersebut kehilangan pelindungnya. Kemungkinan ini disebabkan adanya penyerangan atas kedudukan Sanna di Jawa. Jika ditinjau dari Prasasti Kota Kapur bahwa Sriwijaya ingin menghukum ''bhūmi jāwa'' karena tidak ingin takluk. Lalu ada keterangan berbeda diberikan dari Carita Parahyangan bahwa Sanna pada Prasasti Canggal diidentifikasi sebagai Bratasenawa raja Galuh yang diserang oleh pemberontak bernama Purbasora, namun pada kisah tersebut Bratasenawa berhasil mengambil kedudukannya kembali. Hal ini tampaknya bertolak belakang pada pernyataan yang diberikan oleh Prasasti Canggal. Dari dua kemungkinan tersebut yang mendekati adalah kemungkinan yang pertama, tetapi asumsi tersebut belum ada penelitian yang mendasar. Baru pada Prasasti Mantyasih gelar Sanjaya disebutkan sebagai Rakai Mataram. Sumber sekunder seperti Carita Parahyangan, sebagai rujukan tentang Sañjaya itu masih perlu dikritisi kembali.
 
Toponimi nama Mataram sebagai wilayah selatan Gunung Merapi dalam tanda petik "Yogyakarta", kembali lagi ini adalah pemikiran geografis saat ini. Seringkali ketika membahas sebuah data sejarah, kita masuk dalam pola pemikiran saat ini. Dan perlu dipahami pula bahwa orang orang masa itu membuat prasasti atau tinggalan tertulis lainnya untuk mereka dan orang orang pada masanya. Hanya orang orang masa kini saja yang membuatnya menjadi bahan enyel enyelan yang disebut diskusi ilmiah.
 
Rakai berarti Bhre (era Majapahit) ini gelar pejabat daerah memang betul, akan lebih tepat kalau disebut pemimpin yang dipertuankan dan belum tentu pemilik wilayah. Seperti Wikramawardhana yang menjabat sebagai Bhre Mataram kemudian naik tahta menjadi Maharaja Majapahit. Rata-rata mereka bermula sebagai raja daerah. Contohnya:
* Bhre Kahuripan III/ Hayam Wuruk, raja Majapahit ke-4
* Bhre Tumapel III/ Kertawijaya, raja Majapahit ke-9
* Bhre Pamotan II/Bhre Keling II/Bhre Kahuripan VI/ Rajasawardhana, raja Majapahit ke-10
* dan seterusnya...
Dalam Pararaton mereka mulanya adalah raja bawahan (bhre/rakai) yang kemudian naik tahta.
 
Jika Mataram dipahami sebagai kerajaan seperti model monarki sekarang dimana ada kepala negara (raja) dan perdana mentri beserta lembaga atau hukum tata negaranya, itu pemahaman yang keliru. Tapi jika Mataram dilihat sebagai konfederasi. Di mana kepemimpinan dan lokasinya berpindah-pindah sesuai wilayah Maharaja baru yang terpilih. Jadi lebih sederhana.
 
Medang adalah nama keratonnya yang meliputi beberapa Wanua. Satu kedaton medang merupakan wilayah mandiri. Itu sebabnya ada beberapa nama medang seperti Medang Gora, Medang Gana, Medang Kuripan dan lainnya. Di sumatra sebutannya adalah Kedatuan (kedaton) atau di Jawa lebih dikenal sebagai Keratuan (Keraton). Dalam era yang lebih dekat. Pada masa Kesultanan Mataram, hingga masa Perang Jawa. Sebutan untuk Medang menjadi Glondong.
 
Stutterheim, pernah bilang kalau Mataram lebih pada konsep federasi, dimana dalam pelaksanaannya, seorang Maharaja dipilih dari raja-raja di daerah (Rakai) yang kemudian akan berkuasa sebagai Maharaja. Calon Maharaja dapat dipilih bergantian (bergilir) tidak harus keturunan langsung, dalam hal ini wilayah-wilayah bagian di Bhumi Mataram. Jadi seorang raja Mataram pasti akan menyertakan gelar ''Sri Maharaja'' sebelum gelar ''Rakai'' sebagai raja daerah.
 
Jika Mataram itu hanya terletak di Yogyakarta, lantas mengapa di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak ditemukan prasasti yang menyebutkan nama negerinya sebagai Mataram?
 
{| class="wikitable"
|-
! Prasasti !! Lokasi !! Isi
|-
| Siwagrha (778 Saka / 856 Masehi) || Klaten, Jawa Tengah || kaḍatwan i mḍaŋ i bhūmi mātaram i mamratipura
|-
| Anjukladang (859 Saka / 937 Masehi) || Nganjuk, Jawa Timur || kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
|-
| Paradah (865 Saka / 943 Masehi) || Kediri, Jawa Timur || kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
|-
| Wwahan (907 Saka / 995 Masehi) || Nganjuk, Jawa Timur || kaḍatwan rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram i watugaluh
|-
| Turyyan (851 Saka / 929 Masehi) || Malang, Jawa Timur || kaḍatwan sri maharaja bhūmi mātaram kita pinakahurip niŋ rat kabaih
|}
 
Bhumi bukanlah istilah desa jika dipahami bhumi adalah country yang berarti negeri sebagai wilayah yang dipijak. Berbeda dengan Majapahit yang mulanya adalah nama desa yang kemudian berkembang sebagai kerajaan.
 
Menyinggung soal Majapahit, R. Wijaya membuka hutan yang tandus di Trik, sebelah selatan Surabaya. Di tempat itulah, dia mendirikan Majapahit. Pendirian itu dikisahkan dalam naskah Pararaton, Nagarakretagama, Kidung Ranggalawe, Kidung Harsawijaya, dan diabadikan dalam Prasasti Kudadu dan Prasasti Sukamrta. Tempat itu awalnya berupa hutan belantara. Pohon-pohon Maja banyak tumbuh di sana, seperti kebanyakan tempat lainnya di lembah Sungai Brantas. Versi Pararaton menyebutkan berkat buah maja inilah nama Majapahit tercipta. Raden Wijaya membangun desa baru tersebut. Kemudian desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Sedangkan nama Mataram dari prasasti sudah dijelaskan bahwa bhumi (country) nya bernama Mataram.
 
N.J Krom menyatakan bahwa Pu Sindok sebagai raja yang pertama kali memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berdasarkan prasasti yang menyebutkan kalimat ''rahyangta i bhumi mataram i watugaluh''. Ini berbeda dengan prasasti raja Daksa dan Wawa yang memerintah sebelumnya, yang menyebut keraton (istana) kerajaan sebagai ''kadatwan sri maharāja''.
 
J. G de Casparis menghubungkan perpindahan pusat kerajaan Mataram akibat penyerangan Sriwijaya. Beliau mengatakan bahwa sebagai dampak dari ramainya jalur perdagangan pada sekitar abad ke-9 M, dengan produk-produk dari Jawa seperti beras, rempah, dan cendana, muncul keinginan dari salah satu kerajaan yang menggantungkan kelangsungan pemerintahannya melalui perdagangan dan pelayaran, yaitu Sriwijaya untuk menguasai Jawa.
 
Epigraf Prof. Boechari dalam tulisannya, ''"Shift of Mataram’s Centre of Government"'', menyebut hal itu masuk akal. Sebab, orang Jawa mempercayai keraton yang telah diserang musuh sudah tak suci lagi dan harus dipindah. Ibu kota kerajaan Mataram, paling tidak pernah pindah dua kali pada periode Jawa Tengah. Buktinya dalam Prasasti Siwagrha dan Prasasti Mantyasih I disebutkan Mamratipura dan Poh Pitu sebagai ibu kota. Dalam Prasasti Siwagrha disebutkan Dyah Lokapala ditahbiskan pada 778 Saka di Keraton Medang di Negeri Mataram yang beribu kota di Mamaratipura. Sementara Prasasti Mantyasih I mengisahkan seorang raja pada masa lalu yang tinggal di Keraton Medang yang terletak di Poh Pitu. Boechari menjelaskan ada beberapa desa bernama Medang tersebar antara Purwodadi-Grobogan dan Blora di bagian utara Jawa Tengah sekarang. Namun apakah dulunya desa-desa itu bagian dari pusat Keraton Mataram pada masa lalu, itu belum bisa dibuktikan. [[Pengguna:Syzyszune|Syzyszune]] ([[Pembicaraan Pengguna:Syzyszune|bicara]]) 08:09, 15 Juli 2020 (UTC)
Kembali ke halaman "Medang".