Warok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 8:
Pada akhir era Majapahit, warok turut terlibat dalam situasi politik ketika perpindahan kekuasaan dan teritorial dari daerah [[Wengker]] yang dikuasai oleh [[Ki Ageng Kutu]] jatuh ke tangan [[Bathara Katong|Raden Bathara Katong]].{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}}{{sfn|Pramono|2006|p=17}} Para warok yang saat itu setia kepada penguasa Wengker mulai memindahkan loyalitasnya kepada Raden Bathara Katong, putra [[Brawijaya V]] dan penguasa baru di [[Ponorogo]].{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}}{{sfn|Pramono|2006|p=3}} Ki Ageng Kutu atau Demang Suryongalam merupakan kerabat dari [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]] dan ia memiliki tiga orang anak, yaitu [[Niken Gandini]], Suryolono ([[Warok Suromenggolo]]), dan Suryodoko ([[Warok Surohandoko]]).{{sfn|Pramono|2006|p=10}} Dalam masa pemerintahan Ki Ageng Kutu, Wengker dibagi menjadi tiga bagian dan Warok Suromenggolo diberi tugas untuk memimpin daerah bagian selatan.{{sfn|Pramono|2006|p=10}}
 
Seiring terjadinya konflik yang berkepanjangan dan pertempuran antara Ki Ageng Kutu dan Raden Bathara Katong, kekuatan pasukan Ki Ageng Kutu mulai melemah. Kemenangan Raden Bathara Katong dan pasukannya atas Ki Ageng Kutu dan pasukan warok membuat para pasukan warok tidak lagi melakukan perlawanan, serta menyambut dan menyatakan dukungan terhadap pemerintahan baru.{{sfn|Pramono|2006|p=17}} Dalam masa peralihan ke pemerintahan Raden Bathara Katong, [[Warok Suromenggolo]] ditetapkan sebagai Demang [[Kertosari, Babadan, Ponorogo|Kertosari]] dan menjadi pengawal pribadi Raden Bathara Katong ketika menjadi adipati, sedangkan [[Warok Surohandoko]] menggantikan Ki Ageng Kutu menjadi Demang Surukubeng (sekarang menjadi Desa Kutu di [[Jetis, Ponorogo|Jetis]], [[Ponorogo]]), Warok Guno Seco menjadi Kepala Desa [[Siman, Siman, Ponorogo|Siman]], Warok Tromejo di Gunung Loreng, [[Slahung, Ponorogo|Slahung]].{{sfn|Pramono|2006|p=17}} Akan tetapi, ada dua warok yang tidak patuh terhadap pemerintahan yang baru, yaitu Warok Surogentho dan Warok Singokobro di sekitar Bukit Klotok, mereka berdua menjadi berandal yang menentang pemerintahan Raden Bathara Katong.{{sfn|Pramono|2006|p=17}}
 
Selain mempunyai pengaruh dalam kesenian dan budaya, peran warok dalam dunia perpolitikan tampak sebagai stabilisator dengan melakukan afiliasi penguasa dan mengikuti siapa yang sedang berkuasa.{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}} Pada masa selanjutnya, khususnya pada pasca-kemerdekaan, peran warok masih dapat ditemui karena memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesenian, sosial, ''vote getter'', dan pengerahan massa di komunitas atau lingkungannya.{{sfn|Khoirurrosyidin|2014|p=32}}{{sfn|Achmadi|2013|p=121}} Pada tahun 1950-an, muncul banyak grup-grup kesenian Reog yang bernaung di [[Lembaga Kebudayaan Rakyat|LEKRA]], sebuah organisasi kebudayaan di bawah [[Partai Komunis Indonesia]].{{sfn|Achmadi|2013|p=120}} Untuk mencegah grup-grup kesenian Reog dipakai sebagai propaganda oleh PKI, para [[Nahdlatul Ulama|tokoh Islam]] mendirikan KRIS (Kesenian Reog Islam) dan CAKRA (Cabang Kesenian Reog Islam), sedangkan para tokoh Nasionalis mendirikan BREN (Barisan Reog Nasional) dan BRP (Barisan Reog Ponorogo).{{sfn|Achmadi|2013|p=120}} Setelah terjadinya peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S/PKI]], para warok yang bernaung di organisasi di bawah PKI dibunuh.{{sfn|Achmadi|2013|p=121}}