Baabullah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 24:
 
=== Hubungan Ternate-Portugis ===
Ternate yang merupakan pusat utama [[Perdagangan rempah|perdagangan]] [[cengkeh]] memiliki ketergantungan yang kuaterat pada Portugis sejak mereka mendirikan benteng batu di sana pada tahun 1522.{{sfnp|Andaya|1993|p=117}} Pada awalnya, elit Ternate menganggap bahwa Portugis yang memegang kuasa atas bandar persinggahan di [[Melaka Portugis|Melaka]] serta memiliki persenjataan yang relatif lebih unggul dapat dijadikan sebagai sekutu yang berguna. Namun, setelah beberapa waktu, perilaku para serdadu Portugis yang tidak disukai masyarakat setempat memicu penolakan. Hubungan antara Sultan Khairun dan kapten-kapten Portugis tidak begitu mulus, walaupun mereka tetap membantunya mengalahkan negeri-negeri lain di Maluku, seperti [[Kesultanan Tidore]] dan [[Jailolo]].{{sfnp|Andaya|1993|p=122}}{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian IV:1, hlm. 399–⁠400}}
 
Konflik antara Ternate dan Portugis pecah pada tahun 1560-an, ketika Muslim di [[Pulau Ambon|Ambon]] meminta bantuan dari Sultan untuk mencegah orang-orang Eropa yang mencoba mengkristenkan daerah tersebut. Sultan Khairun pun mengirimkan sebuah armada di bawah pimpinan ''Kaicili'' Baab untuk mengepung desa Kristen Nusaniwi pada tahun 1563. Namun, pengepungan ini dibatalkan setelah tiga kapal Portugis datang.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian IV:1, hlm. 405}} Selama beberapa waktu setelah tahun 1564, orang-orang Portugis terpaksa meninggalkan Ambon secara keseluruhan, walaupun mereka kembali menetap di sana pada tahun 1569.{{sfnp|Jacobs|1974|p=12}} Baab juga ikut andil dalam sebuah ekspedisi ke bagian utara Sulawesi pada 1563 untuk membawa wilayah tersebut ke dalam kuasa kesultanan pimpinan ayahnya. Petinggi Portugis memahami bahwa penaklukan semacam ini akan diikuti dengan penyebaran agama Islam yang dapat menggoyahkan posisi mereka di Nusantara, sehingga mereka pun berusaha mendahuluinya dengan usaha pengkristenan penduduk [[Manado]], [[Pulau Siau]], Kaidipang, dan Toli-Toli, antara lain.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian IV:3, hlm. 418–420; Bagian IV:5, hlm. 440}}
Baris 50:
Pada tahun 1575 sebagian besar tanah Portugis di Maluku telah diambil alih oleh Ternate, dan suku-suku serta negeri-negeri yang mendukung Portugis telah benar-benar tersudut. Hanya São João Baptista saja yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun sebelumnya orang Portugis beserta keluarga mereka mengalami kesulitan hidup di dalam benteng yang terputus dari dunia luar tersebut. Sultan Baabullah menuntut agar orang-orang Portugis di dalam benteng segera menyerahkan diri untuk meninggalkan Ternate, dan berjanji akan memberikan kapal serta suplai agar mereka dapat mencapai Ambon. Sementara itu penduduk benteng yang berasal dari Ternate diperbolehkan tinggal selama mereka mengakui pemerintahan kesultanan. Kapten Nuno Pereira de Lacerda menerima persyaratan tersebut.{{sfnp|Hanna|Alwi|1990|p=92}}{{sfnp|Andaya|1993|p=133}}
 
Maka, orang-orang Portugis pun menyerah dan pergi meninggalkan Ternate tak lama kemudian. Sultan Baabullah memegang janjinya dan tidak ada satu pun dari mereka yang dilukai. Ia menyatakan bahwa orang-orang Portugis tetap dapat berkunjung sebagai pedagang dan harga cengkeh untuk mereka tidak akan berubah. Sebuah kapal dari Melaka datang menjemput sisa-sisa orang Portugis di Ternate dan membawa mereka berlayar menuju Ambon.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian IV:6, hlm. 455–45⁠6}}{{sfnp|Andaya|1993|p=133}} Sebagian dari mereka melanjutkan perjalanan ke Melaka sementara yang lain pergi menuju [[Solor]] dan [[Pulau Timor|Timor]] untuk berpartisipasi dalam perdagangan kayu cendana.<ref>Arend van Roever (2002) ''De jacht op sandelhout: De VOC en de tweedeling van Timor in de zeventiende eeuw''. Zutphen: Walburg Pers.</ref> Baabullah menahan sejumlah kecil orang Portugis di dalam benteng hinggadan pembunuhbaru ayahnyamembiarkan diadili.mereka Setelahpergi orang-orangsetelah mereka yang terlibat dengandalam pembunuhan tersebutKhairun dihukum, barulah mereka dibiarkan pergi.{{sfnp|Andaya|1993|p=133}}
 
=== Kunjungan Francis Drake ===
Baris 78:
Daftar wilayah jajahan Ternate yang disusun oleh sumber Spanyol pada sekitar tahun 1590 juga menyebut Mindanao, [[Raja Ampat|Kepulauan Papua]] (Raja Ampat) serta [[Kesultanan Bima|Bima]] dan Kore di [[Pulau Sumbawa|Sumbawa]], walaupun sepertinya wilayah-wilayah ini tidak terlalu terikat dengan Ternate.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:1, hlm. 161–162}} Meski kawasan-kawasan yang jauh dari Ternate hanya merupakan [[negara pembayar upeti]] yang lumayan merdeka, banyak pula wilayah yang diperintah oleh wakil (bergelar ''sangaji'') yang ditunjuk langsung oleh Sultan. Karena luas wilayah kekuasaannya, Baabullah juga dijuluki sebagai "Penguasa 72 Pulau", sebagaimana dicatat oleh sejarawan dan ahli geografi Belanda [[François Valentijn]] (1724).<ref>François Valentijn (1724) ''Oud en Nieuw Oost-Indien'', Vol. I. Amsterdam: Onder de Linden, p. 208.[https://archive.org/details/oudennieuwoostin01vale/page/208/mode/2up]; similarly denominated in Bartholomew Leonardo de Argensola (1708), p. 55.[https://archive.org/details/aad4285.0001.001.umich.edu/page/55/mode/2up]</ref> Pada masa ini, Ternate merupakan negara terkuat di kawasan Timur Nusantara. Menurut sumber-sumber Spanyol, Baabullah memiliki kekuatan untuk memanggil 2.000 ''kora-kora'' dan 133.300 tentara dari [[Sulawesi]] hingga [[Pulau Papua|Papua]] di bawah panjinya.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:1, hlm. 161–⁠162}}
 
=== TernateHubungan pascadengan Baabullahnegeri lain ===
Ternate di bawah Baabullah tidak sepenuhnya tanpa lawan. Sultan Tidore, [[Gapi Baguna]], mendukung Baabullah setelah pembunuhan Khairun, tetapi ia menjadi khawatir dengan ambisi kekuasaan Ternate. Gapi Baguna berlayar menuju Ambon pada tahun 1576 untuk merundingkan persekutuan strategis dengan Portugis. Dalam perjalanan pulang ia dijebak oleh sebuah armada Ternate dan tertangkap, tetapi ia berhasil dibebaskan melalui penyerbuan yang dilakukan oleh kerabatnya, ''Kaicili'' Salama.{{sfnp|Jacobs|1974|p=703–704}}{{sfnp|de Sá|1956|p=354–356}} Pada tahun 1578, Gapi Baguna mengizinkan Portugis membangun benteng di Tidore, dengan harapan agar Portugis mengalihkan perdagangan rempah ke sana dan memberikan sokongan militer untuk menghadapi Ternate. Setelah [[Uni Iberia|penyatuan Portugal dengan Spanyol menjadi Uni Iberia]] pada tahun 1581, pasukan dari [[Filipina Spanyol|daerah jajahan Spanyol di Filipina]] dikirimkan untuk menguatkan posisi Iberia di Maluku. Sepasukan armada Spanyol mencapai Tidore pada tahun 1582, dan berusaha untuk melemahkan Baabullah melalui penyerangan ke Ternate. Akan tetapi, sebuah wabah yang terjadi kala itu berdampak parah pada pasukan Spanyol hingga mereka harus pulang kembali ke [[Manila]] dengan tangan kosong.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:3, hlm. 179}}
Permulaan tahun 1583 Sultan Baabullah dipanggil menghadap Sang Khaliq. Adapun penyebab maupun tempat kematiannya masih diperdebatkan, tetapi apapun dan dimanapun itu kematian Sultan Baab sebagai putera kebanggaan Maluku meninggalkan duka mendalam bagi rakyatnya. Ia adalah satu-satunya putera Nusantara yang meraih kemenangan mutlak atas kekuatan barat. Keberhasilannya mengantarkan Ternate menjadi kerajaan besar dan mencapai puncak kejayaan bukanlah satu – satunya tanda kebesarannya. Ia telah berhasil menanamkan rasa percaya diri rakyatnya untuk bangkit menghadapi kekuasaan asing yang ingin menguasai kehidupan mereka. Sultan Baabullah adalah simbol perlawanan terhadap kesewenang – wenangan bangsa asing. Ia tak sudi tunduk pada kekuasaan asing dan menempatkan dirinya sejajar dengan mereka, menjadi tuan di negeri sendiri. Sepeninggal Sultan Baabullah tak ada lagi pemimpin lain di Ternate maupun Maluku yang sekaliber dia. Para penggantinya tak mampu berbuat banyak mempertahankan kebesaran Ternate.
 
Baabullah melanjutkan kebijakan ayahnya yang menjalin hubungan dengan negeri-negeri Muslim dari segala penjuru. Pada periode sekitar tahun 1570 terjadi serbuan serempak terhadap wilayah jajahan Portugis oleh negeri-negeri Muslim di [[India Selatan]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]] dengan dukungan [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]], yang mungkin saja berkaitan dengan upaya perlawanan yang dilakukan oleh Baabullah.<ref>Anthony Reid (2006) "The pre-modern sultanate's view of its place in the world", in Anthony Reid (ed.), ''Veranda of violence; The background to the Aceh problem''. Singapore: Singapore University Press, p. 57.</ref> Hanya di Maluku penyerbuan ini berhasil; seluruh serangan di Samudra Hindia berhasil dipatahkan oleh Portugis dan berakhir dengan kekalahan bagi negeri-negeri Muslim.<ref>C.R. Boxer (1969) ''The Portuguese seaborne empire''. London: Hutchinson, p. 39-65.</ref> Baabullah mengirim ''Kaicili'' Naik ke [[Lisbon]] sebagai utusan kepada [[Felipe II dari Spanyol|Felipe II]], Raja Spanyol dan Portugal, untuk menuntut hukuman bagi mereka yang terlibat dalam pembunuhan Sultan Khairun. (Pimentel, pelaku utama pembunuhan, sebetulnya sudah terbunuh dalam sebuah insiden di Jawa{{sfnp|Jacobs|1980|p=72}}). Perundingan di Lisbon berakhir tanpa kepastian; hanya saja, tujuan utama perjalanan utusan ini adalah untuk berdiplomasi dan menjalin persekutuan dengan negeri-negeri Muslim di sepanjang jalan, termasuk [[Brunei]], Aceh dan Sunda ([[Kesultanan Banten|Banten]]?). Ketika ''Kaicili'' Naik sampai kembali ke Ternate setelah misi yang sukses ini, Baabullah telah mangkat.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:4, hlm. 199}}
Sultan Baabullah Datu Syah digantikan puteranya [[Sultan Said Barakati]] ([[1583]] – [[1606]]) yang terus mengobarkan perang terhadap [[Portugis]] dan [[Spanyol]].
 
Selama pemerintahannya, beberapa utusan dari [[Kesultanan Utsmaniyah|Kekaisaran Utsmaniyah]] sempat singgah di istana, dan Portugis mencatat adanya kontak erat antara Ternate dan tokoh-tokoh Muslim dari Aceh, Tanah Melayu, dan bahkan [[Mekkah]]. Orang-orang Jawa dari [[Kerajaan Kalinyamat|Jepara]] dan negara bandar lainnya juga membantu Ternate melalui Ambon. Hubungan dengan negeri-negeri jauh ini mengisyaratkan tumbuhnya jalur-jalur dagang ramai yang mempertalikan wilayah-wilayah Asia sejak abad ke-15, membawa jalinan budaya dan agama.<!-- While the presence of Islam in Maluku had been patchy up to the mid-16th century, the age of Babullah and his successors saw a dissemination and deepening of religious observances, partly as a response to aggressive Catholic advances.<ref>Leonard Andaya (1993), p. 132-7.</ref>
 
== Ternate post Babullah ==
Sultan Babullah passed away in July 1583.<ref>P.A. Tiele (1877-1887), Part V:3, p. 180.</ref> The cause and place of his death are debatable. According to a late and unreliable story (by François Valentijn, 1724), he was lured on board a Portuguese ship and treacherously taken prisoner. The Sultan was brought towards [[Goa (India)|Goa]] but passed away at sea. Other accounts allege that he was killed at home through poison or magic.<ref>Willard A. Hanna & Des Alwi (1990), p. 106.</ref> Whatever the circumstances, the strong and crafty Babullah was an inspiring leader who left a void that his successors could not entirely fill. In the history of Indonesia up to the 20th century, he was the only major leader who was able to win an absolute and uncontested victory over a Western power. His success in making Ternate into an extensive realm that reached its height of success in the late 16th century is only part of the picture. He also succeeded in instilling his people's confidence and rise up against a foreign power that strove to dominate their lives.<ref>Leonard Andaya (1993), p. 136-7.</ref> After the time of Sultan Babullah, no other leaders in Ternate and Maluku matched his caliber. In the face of new Spanish and Dutch advances in the early 17th century, the fabric of the Ternate polity proved too fragile to withstand colonial subordination.
 
Sultan Babullah was succeeded by his only historically ascertained son Sultan [[Saidi Berkat]] (r. 1583-1606), although his brother Mandar Syah was considered to have more legitimate claims. Saidi continued to wage war against the Portuguese and the Spanish with shifting success.<ref>Leonard Andaya (1993), p. 137-40.</ref>
-->
== Rujukan ==
{{Reflist}}