Baabullah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Swarabakti (bicara | kontrib) Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 71:
Selepas kepergian Portugis, Sultan Baabullah mengambil alih São João Baptista dan memanfaatkannya sebagai benteng sekaligus istana kediamannya. Ia merenovasi dan memperkuat pertahanan benteng tersebut dan mengganti namanya menjadi [[Benteng Kastela|Gammalamo]]. Di bawah perlindungan Baabullah, kapal-kapal dagang dari Melaka diperbolehkan singgah di Ternate setiap tahunnya, untuk memastikan bahwa arus niaga dengan kawasan sekitar serta Eropa tetap berlangsung dengan baik. Hanya saja, hak-hak istimewa kini ditiadakan, sehingga pedagang Barat diperlakukan serupa pedagang dari negeri lainnya dan mendapatkan pengawasan yang ketat. Sultan Baabullah bahkan mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap orang Eropa yang singgah ke Ternate untuk melepaskan topi dan sepatu mereka, sebagai pengingat agar mereka tahu diri dan bersikap sesuai keadaan.{{sfnp|Hanna|Alwi|1990|p=94}}
[[File:Kastella, Portuguese built in 1522, shown in 1607.jpg|thumb|right|upright=1.3|Benteng Gammalamo yang sempat dijadikan kediaman Baabullah, sebagaimana digambarkan dalam sebuah sketsa dari tahun 1607. Struktur asli benteng berada di kiri bawah.]]▼
Sultan Baabullah merawat dan merintis jejaring persekutuan dengan penguasa-penguasa dan negeri-negeri lain di Nusantara. Muslim [[Suku Jawa|Jawa]] dari negeri-negeri ''[[pasisir]]'' (pantai utara) Jawa menjadi sekutu utama Ternate.{{sfnp|Jacobs|1980|loc=Vol. II, hlm. 12}} Beberapa misi dikirimkan kepada wilayah-wilayah yang diklaim oleh Ternate untuk menuntut kesetiaan mereka kepada kebijakan-kebijakan Sultan. Pada tahun 1580 Baabullah disebut memimpin sebuah ekspedisi pelayaran besar-besaran (''hongi'') yang mengunjungi sejumlah tempat di Sulawesi. Sang sultan sempat pula singgah ke [[Makassar]] dan bertemu dengan raja [[Kesultanan Gowa|Gowa]], [[Tunijallo|Tunijalloʼ]]. Kedua penguasa ini mengikat perjanjian persekutuan. Kemudian, Baabullah mengajak Tunijalloʼ untuk masuk Islam, tetapi Tunijalloʼ menolak permintaan tersebut secara halus. Walaupun begitu, sebagai tanda pertemanan, Baabullah menawarkan untuk membantu renovasi [[Benteng Somba Opu]] di pantai timur Gowa. Setelah beranjak dari Gowa, armada Ternate menaklukkan wilayah [[Pulau Selayar|Selayar]] di selatan Sulawesi.<ref>François Valentijn (1724) ''Oud en Nieuw Oost-Indien'', Vol. I. Amsterdam: Onder den Linden, p. 207-8.[https://archive.org/details/oudennieuwoostin01vale/page/208/mode/2up]</ref>
Di bawah kepemimpinan Baabullah, Kesultanan Ternate menggapai masa jayanya. Kombinasi dari pengaruh sosiopolitik agama Islam, imbas dari keberadaan Portugis (yang sebelumnya menyuplai persenjataan serta mendorong penyeragaman pertanian cengkeh demi efisiensi), serta harga cengkeh yang semakin melonjak, memperkuat dan memperluas cengkeraman Ternate atas jalur perdagangan rempah.{{sfnp|Lieberman|2009|p=853–854}} Pada awal masa pemerintahannya, Sultan mengirimkan armada untuk menaklukan Buru, Seram, dan sebagian wilayah Ambon. Pada tahun 1580 negeri-negeri di [[Sulawesi Utara]] juga ditaklukkan. Tradisi setempat menyebutkan bahwa Ternate menggabungkan strategi interferensi atas persaingan kekuasaan internal dan politik perkawinan untuk mendapatkan pengaruh. Raja Humonggilu dari [[Limboto, Gorontalo|Limboto]], misalnya, meminta bantuan Ternate untuk mengalahkan saingannya, Raja Pongoliwu dari [[Gorontalo]]. Humonggilu lalu menikahi adik Baabullah, Jou Mumin.{{sfnp|Liputo|1949|loc=Vol. XI, hlm. 40}} Sementara, saudari dari raja yang dikalahkan dibawa ke Ternate untuk dinikahkan dengan seorang bangsawan. Baabullah sendiri dsiebut-sebut menikahi seorang putri dari [[Teluk Tomini]] bernama Owutango, yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut.{{sfnp|Liputo|1950|loc=Vol. XII, hlm. 23, 26–7}} Pada ekspedisi tahun 1580 wilayah [[Kerajaan Banggai|Banggai]], [[Bungku|Tobungku]] (keduanya di Sulawesi Timur), Tiworo (Sulawesi Tenggara) dan [[Kesultanan Buton|Buton]] juga jatuh ke dalam kuasa Sultan. Pengaruh Ternate bahkan mencapai [[Solor]], yang menjadi gerbang bagi perdagangan [[cendana]] di Timor,<ref>Arend de Roever (2002) ''De jacht op sandelhout; De VOC en de tweedeling van Timor in de zeventiende eeuw''. Zutphen: Walburg Pers, p. 72.</ref> serta [[Kepulauan Banda]] tempat penghasil [[pala]].<ref>Peter Lape ''Contact and conflict in the Banda Islands, Eastern Indonesia, 11th-17th centuries''. PhD thesis, Brown University, p. 64.</ref>
▲[[File:Kastella, Portuguese built in 1522, shown in 1607.jpg|thumb|right|upright=1.3|Benteng Gammalamo yang sempat dijadikan kediaman Baabullah, sebagaimana digambarkan dalam sebuah sketsa dari tahun 1607. Struktur asli benteng berada di kiri bawah.]]
Daftar wilayah jajahan Ternate yang disusun oleh sumber Spanyol pada sekitar tahun 1590 juga menyebut Mindanao, [[Raja Ampat|Kepulauan Papua]] (Raja Ampat) serta [[Kesultanan Bima|Bima]] dan Kore di [[Pulau Sumbawa|Sumbawa]], walaupun sepertinya wilayah-wilayah ini tidak terlalu terikat dengan Ternate.{{sfnp|Tiele|1877–1887|loc=Bagian V:1, hlm. 161–162}} Meski kawasan-kawasan yang jauh dari Ternate hanya merupakan [[negara pembayar upeti]] yang lumayan merdeka, banyak pula wilayah yang diperintah oleh wakil (bergelar ''sangaji'') yang ditunjuk langsung oleh Sultan. Karena luas wilayah kekuasaannya, Baabullah juga dijuluki sebagai "Penguasa 72 Pulau", sebagaimana dicatat oleh sejarawan dan ahli geografi Belanda [[François Valentijn]] (1724).<ref>François Valentijn (1724) ''Oud en Nieuw Oost-Indien'', Vol. I. Amsterdam: Onder de Linden, p. 208.[https://archive.org/details/oudennieuwoostin01vale/page/208/mode/2up]; similarly denominated in Bartholomew Leonardo de Argensola (1708), p. 55.[https://archive.org/details/aad4285.0001.001.umich.edu/page/55/mode/2up]</ref> Pada masa ini, Ternate merupakan negara terkuat di kawasan Timur Nusantara. Menurut sumber-sumber Spanyol, Baabullah memiliki kekuatan untuk memanggil 2.000 ''kora-kora'' dan 133.300 tentara dari [[Sulawesi]] hingga [[Pulau Papua|Papua]] di bawah panjinya.{{sfnp|Tiele|1877–1887|loc=Bagian V:1, hlm. 161–162}}
|