Ritus Sarum: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 34:
{{Quote|text=Ketenaran Tata Cara Sarum pada zaman modern lebih banyak disebabkan oleh besarnya minat politis dan keagamaan para rohaniwan dan eklesiolog Inggris pada abad ke-19. Tata Cara Sarum tentunya layak mendapatkan perhatian dan rasa hormat karena merupakan suatu capaian intelektual yang luar biasa, tetapi tata ibadat ini sesungguhnya jauh dari unik, dan rasa kekaguman yang ditimbulkannya masih dikhawatirkan akan membatasi alih-alih meningkatkan pemahaman kita tentang Gereja Inggris Abad Pertengahan.<ref name="Sandon"/>}}
 
Meskipun Tata Cara Sarum sendiri tidak dipergunakan, banyak pernik ornamen dan amalan upacara yang dianggap berkaitan dengan Tata Cara Sarum dihidupkan kembali penggunaannya dalam persekutuan gereja-gereja Anglikan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sebagai bagian dari [[Gerakan Oxford]] yang diprakarsai golongan Katolik Angli dalam Gereja Inggris. Beberapa tokoh Katolik Angli berusaha mencari sebuah liturgi resmi tradisional yang berciri khas "Inggris" alih-alih "Romawi." Mereka memanfaatkan '[[Rubrik Ornamen]]' tahun 1559, yang menganjurkan agar gereja-gereja Anglikan menggunakan "...ornamen-ornamen Gereja Inggris, dan ornamen-ornamen hamba Tuhan Gereja Inggris, dalam setiap kegiatan pelayanan para hamba Tuhan, hendaknya dipertahankan, dan diterapkan, sebagaimana yang berlaku dalam Gereja Inggris, berdasarkan pengesahan Parlemen, pada tahun kedua masa pemerintahan Raja Inggris, Edward VI, yakni rentang waktu antara bulan Januari 1548 sampai bulan Januari 1549, sebelum diberlakukannya penggunaan Buku Doa Umum yang pertama pada bulan Juni tahun 1549. Buku Doa Umum tahun 1549 mengesahkan penggunaan vestimenta tradisional, dan yang secara cukup eksplisit menegaskan bahwa imam harus mengenakan alba, vestimentum (kasula) atau korkap, dan diakon harus mengenakan alba serta tunikula (dalmatik).<!-- Meskipun demikian, adamuncul kecenderungan untuk therememaknai wassendiri a tendency to readkecenderungan-kecenderungan backzaman [[Victorian era Victoria|VictorianVictoria]] centralizingyang tendenciestersentralisasi terhadapsebagai teks-teks Abad Pertengahan, and so asehingga rathersemangat rubricalmementingkan spiritrubrik waspun appliedditerapkan topada temuan-temuan liturgi.
 
Sebagai contoh, muncul pernyataan bahwa Tata Cara Sarum memiliki suatu tatanan sempurna warna-warna [[vestimentum]] untuk berbagai macam [[festival|perayaan]]. AThere may have been tendencies untuk menggunakan warna tertentu untuk perayaan tertentu (misalnya warna merah dipakai untuk ibadat hari Minggu, sama seperti amalan [[Ritus Ambrosian]]), tetapi kebanyakan gereja tidak memiliki dana untuk menyiapkan beberapa perangkat vestimentum sekaligus, sehingga tetap memanfaatkan vestimentum yang tersedia. Ada perbedaan yang cukup besar dari keuskupan ke keuskupan, bahkan dari gereja ke gereja, dalam perincian rubrik-rubrik, misalnya saja perbedaan petunjuk tempat pelantunan [[Epistola|surat-surat para rasul]]; ada yang menyebut [[rehal]] di [[altar]], ada yang menyebut rehal tinggi di [[kor (arsitektur)|kor]], dan ada pula yang menyebut 'pulpitum', yakni kata yang digunakan untuk menyebut mimbar maupun [[sekat panti imam]]. Beberapa ahli beranggapan bahwa pembacaan Kitab Suci dilakukan di puncak sekat panti imam. Anggapan ini sesungguhnya muskil, mengingat kecilnya pintu menuju loteng sekat panti imam di kebanyakan gereja tidak memungkinkan Injil diarak secara meriah menuju tempat pembacaan.
It was asserted, for instance, that Sarum had a well-developed series of colours of [[vestments]] for different [[feasts]]. There may have been tendencies to use a particular colour for a particular feast (red, for instance, was used on Sundays, as in the [[Ambrosian rite]]), but most churches were simply too poor to have several sets of vestments, and so used what they had. There was considerable variation from diocese to diocese, or even church to church, in the details of the rubrics: the place where the [[Epistle]] was sung, for instance, varied enormously; from a [[lectern]] at the [[altar]], from a lectern in the [[Choir (architecture)|quire]], to the feature described as the 'pulpitum', a word used ambiguously for the place of reading (a pulpit) or for the [[rood screen]]. Some scholars thought that the readings were proclaimed from the top of the rood screen, which was most unlikely given the tiny access doors to the rood loft in most churches. This would not have permitted dignified access for a vested Gospel procession.-->
 
Penganjur utama amalan-amalan Tata Cara Sarum adalah [[Percy Dearmer]], imam Anglikan yang menjalankanmenerapkan amalan-amalan tersebut (menurut penafsiran sendiri) di tempat tugasnya, Paroki Santa Perawan Maria (''Saint Mary the Virgin''), [[Primrose Hill]], [[London]]. Ia menjabarkan amalan-amalan tersebut secara panjang lebar dalam ''[[The Parson's Handbook]]'' yang beberapa kali diterbitkan ulang.<ref>{{Cite journal |last=Bates |first=J. Barrington |date=2004 |title=Extremely beautiful, but eminently unsatisfactory: Percy Dearmer and the healing rites of the Church, 1909–1928 |jstor=42612398 |journal=Anglican and Episcopal History |volume=73 |issue=2 |pages=196–207 |issn=0896-8039}}</ref> Ragam tata ibadat ini masih dipertahankan di beberapa gereja dan lembaga monastik Anglikan dengan nama "Tata Cara Inggris" (istilah ciptaan Percy Dearmer) atau "Buku Doa Katolik".
 
== Rujukan ==