== Etimologi ==
Kata '''Betawi''' digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni [[Jakarta]]<ref name="JP-Betawi"/> dan [[Bahasa dagang dan kreol Melayu|bahasa Melayu Kreol]] yang digunakannya, dan juga kebudayaan [[Melayu]]nya. Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarahwan, seperti [[Ridwan Saidi]] ada beberapa acuan:
* '''''Pitawi''''' ([[bahasa Melayu]] Polinesia Purba) yang artinya larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di [[Percandian Batujaya|Candi Batu Jaya]]. Sejarahwan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan di [[Percandian Batujaya|Candi Batu Jaya]], Tatar Pasundan, [[Karawang]] merupakan sebuah Kota Suci yang tertutup, sementara Karawang, merupakan Kota yang terbuka.<ref>Pernyataan Ridwan Saidi dalam tulisan ini belum menjelaskan konteks Karawang yang ''tertutup'' dan ''terbuka'' apakah dalam konteks kurun waktu yang sama atau periode berbeda.</ref>
* '''''Betawi''''' ([[Bahasa Melayu Brunei]]) digunakan untuk menyebut ''giwang''<ref>Etimologi dari ''Giwang'' menurut [http://www.kamusdaerah.com/?bhs=m&bhs2=a&q=giwang#ixzz3kZSWklBf Kamus Daerah - Kamus Bahasa Daerah Online Berbagai Bahasa Daerah di Indonesia] :<br /> 1. ''Giwang'' (bhs. Sunda)
Artinya: kerabu, subang. (bhs. Indonesia)<br />
2. ''Giwangkara'' (bhs. Sunda)<br />
Artinya: matahari. (bhs. Indonesia)<br />
3. ''Giwang'' (bhs. Sunda)<br />
Artinya: gewang giwang 1 kurabu 2 (halus) suweng, giwang 1 giwang (bhs. Indonesia)<br /></ref>. Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan, [[Kabupaten Bekasi]]<ref>Penelusuran [[Poerbatjaraka]] (seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata ''Candrabhaga''; ''Candra'' berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan ''Bhaga'' berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi ''Sasibhaga'' atau ''Bhagasasi''. Dalam pengucapannya sering disingkat ''Bhagasi'', dan karena pengaruh [[bahasa Belanda]] sering ditulis ''Bacassie'' (di [[Stasiun Lemahabang]] pernah ditemukan plang nama ''Bacassie''). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.<br />
<br />
Candrabhaga merupakan bagian dari [[Kerajaan Tarumanagara]], yang berdiri sejak abad ke-5 Masehi. Ada 7 [[prasasti]] yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja [[Purnawarman]], yakni [[Prasasti Tugu]] (Cilincing, Jakarta), [[Prasasti Ciaruteun]], [[Prasasti Muara Cianten]], [[Prasasti Kebon Kopi]], [[Prasasti Jambu]], [[Prasasti Pasir Awi]] (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan ([[Prasasti Cidangiang]]).<br />
<br />
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi: ''..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…''). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara (Lebih lanjut lihat : [[Kabupaten Bekasi]]).
</ref>, yang banyak ditemukan ''giwang'' dari abad ke-11 M.
* Flora '''Guling Betawi''' (''cassia glauca''), famili ''papilionaceae'' yang merupakan jenis tanaman [[perdu]] yang kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta kukuh<ref>Fillet, GJ, 1888. Plaaantkundig Woordenboek van Nederlandsch - Indie. [[Amsterdam]] : J.H. de Bussy</ref> Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau. Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di [[Kapuas Hulu]], [[Kalimantan Barat]], guling Betawi disebut Kayu Bekawi. Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.
Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut sejarahwan [[Ridwan Saidi]] pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti [[Gambir]], Krekot, [[Bintaro]], [[Grogol]] dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan"<ref>[http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 "Dari Gagang Keris Menjadi Betawi" ]</ref> Sehingga kata "Betawi" bukanlah berasal dari kata "[[Batavia]]" (nama lama kota [[Jakarta]] pada masa [[Hindia Belanda]]), dikarenakan nama Batavia lebih merujuk kepada wilayah asal nenek moyang orang Belanda, terlebih lagi naskah-naskah yang ditulis pada tahun 1700 - 1800-an menuliskan nama ''Batavia'' sebagai ''Batafia'' dan menyebut nama suku Betawi sebagai ''Batawi''<ref>Saputra, Yahya Andi. 2008. Upacara daur hidup adat Betawi. [[Jakarta]] : Wedatama Widya Sastra</ref> yang menerangkan posisi suku Betawi yang bukanlah sebuah suku yang terbentuk karena adanya kota Batavia yang dibangun Belanda.
{{cquote|''Batavia is the Latin name for the land of the Batavians during Roman times. This was roughly the area around the city of Nijmegen, Netherlands, within the Roman Empire. The remainder of this land is nowadays known as Betuwe. During the Renaissance, Dutch historians tried to promote these Batavians to the status of "forefathers" of the Dutch people. They started to call themselves Batavians, later resulting in the Batavian Republic, and took the name "Batavia" to their colonies such as the Dutch East Indies, where they renamed the city of Jayakarta to become Batavia from 1619 until about 1942, when its name was changed to Djakarta (this is the short for the former name Jayakarta, later respelt Jakarta; see: History of Jakarta). The name was also used in Suriname, where they founded Batavia, Suriname, and in the United States where they founded the city and the town of Batavia, New York. This name spread further west in the United States to such places as Batavia, Illinois, near Chicago, and Batavia, Ohio.''}}
Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama [[Pemoeda Kaoem Betawi]] yang lahir pada tahun [[1923]].<ref>[http://langgambudaya.ui.ac.id/betawi/video/detail/9/profil-kesenian-tanjidor/ Profil Kesenian Tanjidor di situs web LanggamBudaya.ui.ac.id.]</ref>
== Seni dan kebudayaan ==
|