Suku Betawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
== Seni dan kebudayaan ==
 
Seni dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan [[arkeologi]]s, semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di [[Babelan, Bekasi|Babelan]], [[Kabupaten Bekasi]] yang berasal dari abad ke-11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang biasa dikenal dengan istilah [[Mestizo]]. Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang [[Jakarta]]) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa di mana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
 
Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Sunda|Sunda]], [[suku Melayu|Melayu]], [[Suku Minang|Minang]], [[Suku Batak|Batak]], dan [[Suku Bugis|Bugis]]. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti [[budaya Arab]], [[Tiongkok]], [[India]], dan [[Portugis]].
 
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi [[Jawa Barat]] dan provinsi [[Banten]]. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah [[cagar budaya]] di [[Situ Babakan]].
 
=== Bahasa ===
{{utama|Bahasa Betawi}}
[[Berkas:Java languages.JPG|jmpl|kiri|300px|Peta persebaran bahasa yang dituturkan di [[Jawa]], [[Madura]], dan [[Bali]]. Bahasa Betawi dituturkan dalam dan sekitar Jakarta modern (bur) secara tradisional terdaftar sebagai [[Bahasa Melayu]].]]
Sifat campur-aduk dalam bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil dari [[asimilasi]] kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.<ref name="JP-Betawi Language">{{cite news | title = The perseverance of Betawi language in Jakarta | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 21 Juni 2008 | author = Setiono Sugiharto | url = http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/21/the-perseverance-betawi-language-jakarta.html}}</ref>
 
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa" (sekarang Jakarta) juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto-Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatra. Oleh karena itu, tidak heran kalau penduduk asli Betawi yang pada awalnya berbahasa Kawi dan mendiami daerah sekitar pelabuhan Sunda Kalapa (jauh sebelum Sumpah Pemuda) sudah menggunakan [[bahasa Melayu]], bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya semisal suku Sunda yang mendiami wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa Melayu yang umum digunakan di [[Sumatra]] dan [[Kalimantan Barat]], penggunaan bahasa ini dikarenakan semakin banyaknya pendatang dari wilayah Melayu lainnya semisal Kalimantan Barat dikarenakan dianggap abainya Syailendra ketika dimintai tolong oleh Sriwijaya untuk menjaga wilayah perairan laut sebelah barat Sungai Cimanuk sebagai hasil Perjanjian Damai Sriwijaya-Kediri yang dimediasi oleh Tiongkok yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
 
Karena perbedaan bahasa yang digunakan antara suku Betawi dengan [[suku Sunda]] di wilayah lainnya tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi. Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam [[bahasa Sunda]] seperti kata [[Ancol]], [[Pancoran]], [[Cilandak]], Ciliwung, [[Cideng, Gambir, Jakarta Pusat|Cideng]] (yang berasal dari ''Cihideung'' dan kemudian berubah menjadi ''Cideung'' dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno ''[[Bujangga Manik]]''<ref>{{cite book
|last =
|first =
|publisher=KITLV Press
|title = Three Old Sundanese Poems
|date =
|year =2007
|url =
|accessdate = }}</ref> yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
 
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah [[Bahasa Indonesia]], bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek [[Betawi]]. Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah sering kali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar Jakarta Kota, [[Sawah Besar]], [[Tugu, Cimanggis, Depok|Tugu]], [[Cilincing]], Kemayoran, [[Senen]], [[Kramat, Senen, Jakarta Pusat|Kramat]], hingga batas paling selatan di Meester ([[Jatinegara]]). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke selatan, [[Condet]], [[Jagakarsa]], [[Depok]], Rawa Belong, [[Ciputat]] hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat. Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin Sueb, [[Ida Royani]] dan [[Aminah Cendrakasih]], karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran adalah [[Mandra]] dan [[Pak Tile]]. Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan ''kenape/kenapa'''' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji [[Al Quran]].
 
=== Musik ===
[[Berkas:Gambang Kromong Betawi.jpg|jmpl|ka|Gambang Kromong.]]
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni [[Gambang Kromong]] yang berasal dari seni musik [[Tionghoa]], tetapi juga ada [[Rebana]] yang berakar pada tradisi musik [[Bangsa Arab|Arab]], orkes [[Samrah]] berasal dari [[suku Melayu|Melayu]], Keroncong Tugu dengan latar belakang [[Portugis]]-Arab, dan [[Tanjidor]] yang berlatarbelakang ke-[[Belanda]]-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni [[Lenong]], [[Gambang Kromong]], [[Rebana]] [[Tanjidor]] dan [[Keroncong]]. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".
 
=== Tari dan drama ===
[[Berkas:Ondel-Ondel Betawi.jpg|jmpl|kiri|[[Ondel-Ondel]] Betawi.]]
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi,<ref>{{cite web | title = Jakarta Traditional Dance – Betawi Mask Dance | date = 4 Agustus 2015 | work = Indonesia Travel Guide | url = http://www.indonesiatravelguides.com/jakarta-traditional-dance-betawi-mask-dance.html}}</ref> Yapong yang dipengaruhi tari [[Jaipong]] Sunda,<ref>{{cite web | title = Yapong Dance, Betawi Traditional Dance | date = 27 Maret 2013 | work = Indonesia Tourism | url = http://indonesia-tourism.com/jakarta/hotel/774/}}</ref> [[Cokek]], tari silat dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain [[Opera Beijing]]. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
 
Drama tradisional Betawi antara lain [[lenong]] dan [[tonil]]. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, [[pantun]], lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.<ref>{{cite web |title=Lenong |url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1739/Lenong |publisher=Pemprov DKI Jakarta |work=Encyclopedia of Jakarta |archiveurl=https://www.webcitation.org/6KKz6WtAG?url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1739/Lenong |date=13 Oktober 2013 |archivedate=2013-10-13 |deadurl=yes |df= }}</ref><gallery caption="Tari tradisional Betawi">
Berkas:Tari Ronggeng Blantek.jpg|Tari Ronggeng Blantek
Berkas:Gitekbalen.jpg|Tari Gitek Balen
Berkas:Topenggong.jpg|Tari Topeng Gong
Berkas:Lambangsari.jpg|Tari Lambang Sari
Berkas:Ngarojeng.jpg|Tari Ngarojeng
Berkas:Tari cokek.jpg|Tari Cokek
Berkas:Lenggojingke.jpg|Tari Lenggo Jingke
</gallery>
 
=== Cerita rakyat ===
[[Berkas:Pencak Silat Betawi 2.jpg|jmpl|Silat Betawi.]]
[[Cerita rakyat]] yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti ''[[Si Pitung]]'', juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial [[Jagoan Tulen]] atau ''Si Jampang'' yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras".<ref name="JP-Silat Betawi1">{{cite news | title = Betawi ‘pencak silat’ lays low among locals | author = Indra Budiari | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 13 Mei 2016| url = http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/13/betawi-pencak-silat-lays-low-among-locals.html}}</ref> Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita ''[[Nyai Dasima]]'' yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. Cerita lainnya ialah ''Mirah dari Marunda'', ''Murtado Macan Kemayoran'', ''Juragan Boing'' dan yang lainnya.
 
=== Senjata tradisional ===
Senjata khas Jakarta adalah ''bendo'' atau [[golok]] yang bersarungkan dari kayu.
 
=== Rumah tradisional ===
Rumah tradisional/adat Betawi adalah [[rumah kebaya]]. Terdapat pula rumah tradisional lain seperti [[rumah panggung Betawi]].
 
== Kepercayaan ==
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama [[Islam]], tetapi yang menganut agama [[Kristen]]; [[Protestan]] dan [[Katolik]] juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa [[Portugis]]. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan [[Sunda Kalapa]] sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah [[Kampung Tugu]], [[Jakarta Utara]].<ref>{{cite news | title = Betawi or not Betawi? | newspaper = The Jakarta Post | location = Jakarta | date = 26 Agustus 2010 | url = http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/26/betawi-or-not-betawi.html}}</ref>