Baabullah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 79:
 
=== Hubungan dengan negeri lain ===
Ternate di bawah Baabullah tidak sepenuhnya tanpa lawan. Sultan Tidore, [[Gapi Baguna]], mendukung Baabullah melawan Portugis untuk membalas pembunuhan Khairun, tetapi begitu perang usai, Ternate dan Tidore kembali bermusuhan.{{sfnsfnp|Andaya|1993|p=133}} Gapi Baguna berlayar menuju Ambon pada tahun 1576 untuk merundingkan persekutuan strategis dengan Portugis. Dalam perjalanan pulang ia dijebak oleh sebuah armada Ternate dan tertangkap, tetapi ia berhasil dibebaskan melalui penyerbuan yang dilakukan oleh kerabatnya, ''Kaicili'' Salama.{{sfnp|Jacobs|1974|p=703–704}}{{sfnp|de Sá|1956|p=354–356}} Pada tahun 1578, Gapi Baguna mengizinkan Portugis membangun benteng di Tidore, dengan harapan agar perdagangan rempah beralih ke sana dan agar Portugis memberikan sokongan militer untuk menghadapi Ternate. Setelah [[Uni Iberia|penyatuan Portugal dengan Spanyol menjadi Uni Iberia]] pada tahun 1581, pasukan dari [[Filipina Spanyol|daerah jajahan Spanyol di Filipina]] dikirimkan untuk menguatkan posisi Iberia di Maluku. Sepasukan armada Spanyol mencapai Tidore pada tahun 1582, dan berusaha untuk melemahkan Baabullah melalui penyerangan ke Ternate. Akan tetapi, sebuah wabah yang terjadi kala itu berdampak parah pada pasukan Spanyol hingga mereka harus pulang kembali ke [[Manila]] dengan tangan kosong.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:3, hlm. 179}}
 
Baabullah melanjutkan kebijakan ayahnya yang menjalin hubungan dengan negeri-negeri Muslim dari segala penjuru. Pada periode sekitar tahun 1570 terjadi serbuan serempak terhadap wilayah jajahan Portugis oleh negeri-negeri Muslim di [[India Selatan]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]] dengan dukungan [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]], yang mungkin saja berkaitan dengan upaya perlawanan yang dilakukan oleh Baabullah.<ref>Anthony Reid (2006) "The pre-modern sultanate's view of its place in the world", in Anthony Reid (ed.), ''Veranda of violence; The background to the Aceh problem''. Singapore: Singapore University Press, p. 57.</ref> Hanya di Maluku penyerbuan ini berhasil; seluruh serangan di Samudra Hindia berhasil dipatahkan oleh Portugis dan berakhir dengan kekalahan bagi negeri-negeri Muslim.<ref>C.R. Boxer (1969) ''The Portuguese seaborne empire''. London: Hutchinson, p. 39-65.</ref> Baabullah mengirim ''Kaicili'' Naik ke [[Lisbon]] sebagai utusan kepada [[Felipe II dari Spanyol|Felipe II]], Raja Spanyol dan Portugal, untuk menuntut hukuman bagi mereka yang terlibat dalam pembunuhan Sultan Khairun. (Pimentel, pelaku utama pembunuhan, sebetulnya sudah terbunuh dalam sebuah insiden di Jawa{{sfnp|Jacobs|1980|p=72}}). Perundingan di Lisbon berakhir tanpa kepastian; hanya saja, tujuan utama perjalanan utusan ini adalah untuk berdiplomasi dan menjalin persekutuan dengan negeri-negeri Muslim di sepanjang jalan, termasuk [[Brunei]], Aceh dan Sunda ([[Kesultanan Banten|Banten]]?). Ketika ''Kaicili'' Naik sampai kembali ke Ternate setelah misi yang sukses ini, Baabullah telah mangkat.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:4, hlm. 199}}
 
Selama pemerintahannya, pedagang-pedagang dari negeri Muslim yang jauh seperti [[Kesultanan Utsmaniyah|Turki Utsmani]] sempat singgah di istana, dan Portugis mencatat adanya kontak erat antara Ternate dan tokoh-tokoh Muslim dari Aceh, Tanah Melayu, dan bahkan [[Mekkah]]. Orang-orang Jawa dari [[Kerajaan Kalinyamat|Jepara]] dan negara bandar lainnya juga membantu Ternate secara militer melalui Ambon. Kepergian Portugis dan pembukaan kembali bandar Ternate untuk perdagangan bebas membangkitkan jalur-jalur dagang lama yang mempertalikan wilayah-wilayah Asia sejak abad ke-15, beserta jalinan budaya dan agama yang dibawa melaluinya. Penyebaran Islam sendiri mengalami kemajuan pesat pada zaman Baabullah, sebagian alasannya kemungkinan sebagai respons terhadap penyebaran agama Kristen.{{sfnsfnp|Andaya|1993|p=134–139}}
 
== Kematian dan suksesi ==
Sultan Baabullah mangkat pada bulan Juli tahun 1583.{{sfnp|Tiele|1877–⁠1887|loc=Bagian V:3, hlm. 180}} Terdapat versi yang berbeda-beda mengenai penyebab dan tempat kematiannya. Menurut sebuah riwayat meragukan yang muncul jauh di kemudian hari (catatan François Valentijn, 1724), ia diperangkap oleh Portugis dalam kapal mereka dan dibawa ke [[Goa]], tetapi meninggal di perjalanan. Riwayat-riwayat lainnya menyatakan bahwa ia dibunuh ketika berada di kediamannya, entah melalui racun atau sihir.{{sfnp|Hanna|Alwi|1990|p=106}}<!--Whatever the circumstances, the strong and crafty Babullah was an inspiring leader who left a void that his successors could not entirely fill. In the history of Indonesia up to the 20th century, he was the only major leader who was able to win an absolute and uncontested victory over a Western power. His success in making Ternate into an extensive realm that reached its height of success in the late 16th century is only part of the picture. He also succeeded in instilling his people's confidence and rise up against a foreign power that strove to dominate their lives.<ref>Leonard Andaya (1993), p. 136-7.</ref> After the time of Sultan Babullah, no other leaders in Ternate and Maluku matched his caliber. In the face of new Spanish and Dutch advances in the early 17th century, the fabric of the Ternate polity proved too fragile to withstand colonial subordination.-->
 
Pengganti Baabullah sebagai Sultan adalah putranya [[Said Barakati]] (memerintah 1583-1606) alih-alih saudaranya Mandar, walaupun ibunda Mandar memiliki status yang lebih tinggi. Baabullah secara khusus meminta saudaranya yang lain, ''Kaicili'' Tulo, untuk mendukung Said sebagai sultan. Sultan Said melanjutkan upaya perlawanan terhadap Portugis dan Spanyol dan terus menjalin hubungan dengan negeri-negeri lainnya.{{sfnsfnp|Andaya|1993|p=137–140}}
 
== Rujukan ==