Jaksa Pepitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k regexp replacement(s), replaced: ada kalanya → adakalanya (2)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 30:
* Ki Anggaraksa, sebagai penanggung jawab konsumsi, tugas pokoknya adalah menjadi pemimpin dapur, yang menyediakan berbagai makanan dan minuman bagi seluruh peserta.
* Ki Nayapati, sebagai penanggung jawab akomodasi dan transportasi, tugas pokoknya menyediakan penginapan dan kendaraan, di samping sebagai pemimpin pengawal.
 
== Kasus ==
 
==== Kasus klaim persawahan antara Kanci dengan Japura ====
 
Pada tahun 1710, Sultan Sepuh Tajularipin Djamaluddin atas nama masyarakat desa Japura melakukan klaim terhadap lahan persawahan yang terletak diantara desa Japura dengan desa Kanci yang merupakan desa dibawah kekuasaan [[kesultanan Kanoman]]<ref name=mason/>. Bentrokan bersenjata berkaitan dengan permasalahan tersebut hampir terjadi, dalam sidang perdana, institusi peradilan Cirebon yaitu ''Jaksa Pepitu'' menolak menerima kasus tersebut<ref name=mason/> dikarenakan tidak ada cukup bukti untuk mendukung klaim yang diajukan oleh Sultan Sepuh yang mewakili masyarakat Japura, dengan yakin para jaksa mengetahui para saksi yang akan dipanggil untuk mendukung klaim Japura yang dibuat oleh Sultan Sepuh, tiga dari empat saksi yang diajukan oleh Sultan Sepuh tidak dapat diterima kesaksiannya karena mereka bersaksi atas nama majikan mereka, sebagai akibatnya, nanti para Jaksa memiliki tugas yang mustahil untuk membujuk pihak yang kalah menerima hasil keputusan dikarenakan adanya bukti yang tidak sah<ref name=mason/>
 
Komposisi jaksa pada peradilan di Cirebon setelah disahkannya Pangeran Adiwijaya (putera kedua Sultan Sepuh Martawijaya) sebagai salah satu penguasa Cirebon dengan gelar Pangeran Arya Cirebon adalah dua orang jaksa mewakili Kanoman, dua orang jaksa mewakili gusti Panembahan, dua orang jaksa mewakili Kasepuhan dan seorang jaksa mewakili pangeran Arya Cirebon<ref name=marwan>Effendy Marwan. 2005. Kejaksaan RI: posisi dan fungsinya dari perspektif hukum. [[Jakarta]] : Gramedia Pustaka Utama</ref>
 
Perintah dari Belanda di Batavia yang memaksa untuk menerima kasus tersebut membuat politisasi dikalangan para jaksa yang semakin besar, dikarenakan penolakan ''Jaksa Pepitu'' yang didasarkan kepada kurangnya bukti telah ditolak oleh Belanda maka semakin sedikit alasan para jaksa tersebut untuk tidak mendukung kepentingan dari atasan mereka masing-masing yang merupakan para penguasa Cirebon, hal ini menyebabkan kebuntuan peradilan dikarenakan para jaksa yang mewakili keluarga Sepuh (termasuk didalamnya seorang jaksa yang mewakili pangeran Arya Cirebon yang merupakan anak kedua Sultan Sepuh Martawijaya) kontra terhadap dua orang jaksa yang mewakili keluarga Kanoman, padahal sudah jelas bahwa ada bias dalam kesaksian dan kurangnya bukti yang diajukan oleh Sultan Sepuh pada saat itu. Hal ini menyebabkan Pangeran Raja Depati Kusuma Agung yang merupakan wakil penguasa kesultanan Kanoman dan masyarakat Kanci merasa bahwa keputusan yang dihasilkan oleh institusi ''Jaksa Pepitu'' tersebut tidak sah dan tidak mengikat<ref name=mason/>.
 
Pada akhirnya masalah ini kemudian diseleseikan dengan perintah langsung dari Batavia yang memutuskan bahwa suara mayoritas harus dijalankan, hal ini menyebabkan pada gilirannya keputusan tersebut dapat diterima oleh Pangeran Raja Depati Kusuma Agung. Batavia yang memaksakan penerimaan pengadilan mengakibatkan keputusan itu harus diberlakukan walaupun pada prosesnya merusak wewenang ''Jaksa Pepitu'' dalam memutuskan penerimaan sebuah kasus<ref name=mason/>
 
== Referensi ==