Konflik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k bentuk baku |
Sitasi dan penambahan definisi |
||
Baris 1:
'''Konflik''' secara estimologi berasal dari kata kerja [[bahasa Latin|Latin]] yaitu ''"con"'' yang artinya bersama dan ''"fligere"'' yang artinya benturan atau bertabrakan<ref>{{Cite book|last=Setiadi, Elly M.|date=2011|url=http://worldcat.org/oclc/1027892438|title=Pengantar sosiologi : pemahaman fakta dan gejala permasalahaan sosial : teori, applikasi dan pemecahannya|publisher=Kencana|oclc=1027892438}}</ref>. Secara umum, konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi pertentangan atau pertikaian baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah <ref>{{Cite book|last=Rauf|first=Maswadi|date=2001|url=|title=Konsensus dan Konflik Politik|location=Jakarta|publisher=DIKTI|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>.
[[Berkas:2006-08-05 London Demo2.jpg|200px|ka|jmpl|Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.]]
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu [[interaksi]]. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik
Konflik bertentangan dengan [[integrasi sosial|integrasi]]. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
== Definisi
=== Konflik Menurut Stephen W. Robbin ===▼
Robbin
▲== Konflik Menurut Robbin ==
▲Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
# Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Baris 27 ⟶ 13:
# Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
=== Konflik Menurut Stoner dan Freeman ===
Stoner dan Freeman
# Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
# Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
=== Konflik Menurut Myers ===
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
Baris 39 ⟶ 25:
# Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
=== Konflik Menurut
# Soerjono Soekanto memberikan definisi konflik sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
# Paul Conn berpendapat bahwa konflik merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mempengaruhi proses dari pembentukan dan pelaksanaan kebijakan sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai <ref>{{Cite book|last=Susan|first=Novri|date=2009|url=|title=Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer|location=Jakarta|publisher=Kencana Prenada Media Group|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>.
# Robert Lawang berpendapat bahwa konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas<ref name=":0">{{Cite journal|last=Sosiologi|first=Jurnal Pemikiran|date=2017-01-01|title=Pengantar Redaksi|url=http://dx.doi.org/10.22146/jps.v4i1.23645|journal=Jurnal Pemikiran Sosiologi|volume=4|issue=1|doi=10.22146/jps.v4i1.23645|issn=2502-2059}}</ref>. Menurutnya, konflik juga dapat diartikan sebagai sebuah perjuangan dalam memperoleh nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya yang mana tujuan dari konflik itu sendiri bukan hanya untuk memperoleh keuntungan namun untuk menundukkan lawannya<ref name=":0" />.
# Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
# Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali pada masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
|