Linguistika forensik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan uraian dan referensi
menambah sub judul
Baris 3:
'''Lingustik forensik''' (Forensic Linguistics) merupakan cabang dari [[linguistik]] yang menganalisis dan meneliti tentang kebahasaan yang digunakan sebagai alat bantu pembuktian di peradilan dan bidang [[hukum]].<ref>{{Cite book|title=Forensic Linguistics|author=John Olsson dan June Luchjenbroers|publisher=Bloomsbury Academic|year=2014|isbn=9781441186607|page=xvi}}</ref> Linguistik forensik merupakan gabungan dari dua disiplin ilmu yaitu ilmu linguistik dan ilmu forensik. Linguistik merupakan ilmu bahasa, sedangkan ilmu forensik berasal dari istilah dalam bahasa Yunani yaitu ''forensis'' yang berarti publik atau forum. Dalam tradisi politik Romawi, forum merupakan ruang publik yang menjadi tempat untuk mendiskusikan dan memperdebatkan isu-isu politik dan kebijakan. Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu forensik menjadi bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu menjawab secara ilmiah tentang bukti-bukti yang terkait dengan penegakan hukum. Mengingat bahwa bukti-bukti yang tertinggal setelah tindak kejahatan tidak hanya berupa bukti non verbal, seperti senjata, peluru, sidik jari, dan lain-lain, tetapi juga dapat meninggalkan bukti verbal, yaitu bahasa, maka untuk keperluan pembuktian apakah bahasa yang tertinggal itu dapat menjadi bukti untuk kasus kejahatan tersebut diperlukan suatu kajian ilmiah. Hasil kajian ilmiah atas bahasa dalam kaitannya dengan penegakan hukum inilah yang disebut sebagai linguistik forensik.<ref>{{Cite book|last=Mahsun|first=|date=2018|url=|title=Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks dengan Analogi DNA|location=Depok|publisher=Rajagrafindo|isbn=9786024255886|pages=13|url-status=live}}</ref>
 
Penerapan metode linguistik pada permasalahan hukum merupakan salah satu fungsi linguistik forensik sebagai ilmu terapan di mana berbagai teori linguistik dapat diterapkan dalam analisis sampel kebahasaan dalam sebuah proses penyidikan. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa para linguis forensik menerapkan pengetahuan dan teknik linguistik ke sampel bahasa yang terlibat dalam (1) kasus atau proses hukum atau (2) perselisihan pribadi antara pihak-pihak yang pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan tindakan hukum.<ref name=":1">{{Cite book|last=Olsson, John, 1951-|date=2008|url=https://www.worldcat.org/oclc/156830934|title=Forensic linguistics|location=London|publisher=Continuum|isbn=978-0-8264-9295-1|edition=2nd ed|oclc=156830934}}</ref>
 
Ilmu ini mulai dikenal semenjak tahun 1980-an dan sangat diperlukan dalam penganalisisan bukti komponen peradilan berupa bahasa demi kepentingan investigasi dalam kasus [[hukum perdata|perdata]] dan [[hukum pidana|pidana]].<ref name=":0">{{Cite book|title=Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik|editor=Kushartanti, et.al.|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2005|isbn=9789792216813|page=225}}</ref> Pada tahun 1990-an cabang ini sudah mapan, seiring dengan makin banyak pengacara yang mengakui keberadaan para ahli linguistik forensik yang sangat membantu dalam memberikan pembuktian dalam persidangan.<ref name=":0" /> Dalam peradilan suatu kasus hukum, linguistik forensik dilakukan oleh [[saksi ahli]] bahasa. Hukum di Indonesia menyatakan bahwa keterangan saksi ahli adalah alat bukti yang sah.<ref>{{Cite web|title=NOMOR 8 TAHUN 1981, UNDANG-UNDANG HALAMAN 3|url=https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1981/8TAHUN~1981UUHAL2.HTM|website=jdih.kemenkeu.go.id|access-date=2020-03-16}}</ref>
Baris 15:
== Sejarah ==
Frase ''linguistik forensik'' pertama kali digunakan oleh Jan Svartvik, seorang profesor linguistik, dalam laporannya, “''The Evans Statement: A Case for Forensic Linguistics''” di tahun 1968. Svartvik melakukan analisis terhadap kesaksian Timothy John Evans, seorang sopir truk yang divonis hukuman gantung oleh pengadilan Inggris karena terbukti membunuh Geraldine Evans, seorang bayi berusia 13 bulan yang merupakan anak perempuannya sendiri.
 
== Ahli Bahasa di Persidangan ==
Ketika berbicara tentang ahli bahasa yang memberikan bukti di pengadilan, jelas bahwa pengacara dan ahli bahasa memiliki tujuan yang berbeda. Tugas pengacara adalah meyakinkan atau membujuk hakim bahwa terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Tugas ahli bahasa adalah menyajikan pendapat dan menjelaskan pendapat tersebut. Pengacara dapat menginterupsi saksi ahli dan dapat memilih untuk mengabaikan apapun yang dikatakan oleh saksi ahli. Sebaliknya, ahli bahasa adalah saksi dan harus menaati sumpah tidak peduli strategi hukum apa yang dapat digunakan untuk menekan atau memutarbalikkan bukti itu. Pengacara juga bisa bermain-main dengan gagasan 'kerja sama'. Ahli bahasa biasanya akan berusaha untuk bekerja sama, tetapi ahli bahasa dan pengacara mungkin bertentangan tentang apa arti kerja sama dalam praktik dalam contoh tertentu. Ini disebabkan oleh praktik wacana yang berbeda dari para pengacara dan ahli bahasa. Namun demikian, pengacara dan ahli bahasa membawa 'pandangan dunia' yang berbeda ke dalam ruang sidang.<ref name=":1" />
 
Argumen lain yang dapat digunakan terhadap linguistik forensik adalah bahwa beberapa masalah yang mungkin timbul akibat penggunaan ahli linguistik adalah ketidaktahuan sistem hukum terhadap apa yang dapat dilakukan linguistik forensik dalam kaitannya dengan penyelidikan kasus pidana, dan metode yang valid dan reliabel belum dikembangkan oleh komunitas forensik. Solan (2010) menyatakan bahwa sistem hukum cenderung mengabaikan kemanfaatan ilmu-ilmu lain dan menganggap ahli bahasa forensik belum mengembangkan metode yang dapat diandalkan. Hal ini pada prinsipnya karena analisis yang dilakukan oleh ahli bahasa forensik adalah soal analisis interpretatif. Selain itu, ahli bahasa forensik cenderung direkrut sebagai ahli konsultan. Gray (2010) berpendapat bahwa ketidaktahuan mendasar dalam komunitas hukum terkait dengan pekerjaan lain yang sepenuhnya menyangkut penggunaan bahasa dalam sistem hukum. Situasi ini disebut pedang bermata dua karena di satu sisi pengacara menyadari kebutuhan atas ahli bahasa; di sisi lain, mereka tidak mempercayai para ahli dan kualifikasi mereka, seperti halnya para ahli medis atau ahli lainnya.<ref name=":2" />
 
Faktanya, mempekerjakan ahli bahasa forensik sebagai saksi ahli memainkan peran penting dalam menyelesaikan kasus pidana, seperti yang digambarkan dalam kasus [https://www.fbi.gov/history/famous-cases/unabomber Unabomber]. Pemboman berantai terjadi antara tahun 1978 dan 1995 di beberapa negara bagian di AS, yaitu Illinois, Washington DC, Utah, Tennessee, California, Connecticut, dan New Jersey. Kasus ini diselesaikan oleh James Fitzgerald, seorang pensiunan anggota FBI, pada tahun 1996. Pelaku ditemukan setelah analisis berbasis linguistik dilakukan pada serangkaian surat. Analisis tersebut mencakup sintaksis, diksi, dan fitur linguistik lainnya seperti transposisi kata kerja.<ref>{{Cite web|title=Language Log: Forensic linguistics, the Unabomber, and the etymological fallacy|url=http://itre.cis.upenn.edu/~myl/languagelog/archives/002762.html|website=itre.cis.upenn.edu|access-date=2020-08-23}}</ref><ref name=":2" />
 
== Bidang Kajian ==
Coulthard dan Johnson (2010) juga menjelaskan bahwa ada tiga bidang utama yang menjadi fokus kajian linguistik forensik sebagai berikut.<ref name=":2">{{Cite web|last=Jazila|first=Nur Inda|date=2016|title=FORENSIC LINGUISTS SHOULD BE HIRED IN THE LEGAL SYSTEM FOR THE SAKE OF THEIR ASSISTANCE IN INVESTIGATING INTO CRIMINAL CASES|url=http://scholar.google.nl/scholar_url?url=http://www.academia.edu/download/56629283/Forensic_Linguists_Should_be_Hired_in_the_Legal_System_to_Assist_Criminal_Cases_Investigations.pdf&hl=en&sa=T&ei=VOszX_mdLIqhywT3jZeIDQ&scisig=AAGBfm3Zk2b44u4d3xB1rLedXVHcKxl5rA&nossl=1|website=scholar.google.nl|access-date=2020-08-12}}</ref>
 
=== Bahasa sebagai Produk Hukum ===