Chuo Sangi-In: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 20:
* 2 orang dipilih Chuo Sangi Kai dan Tokubetsu Shi Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Kotapraja).
* 2 orang disulkan oleh ''kooti'' dan ''koci'' ([[Solo]] dan [[Yogyakarta]]).
Setiap anggota Chuo Sangi In mendapat [[uang]] [[jabatan]] f.3600/tahun dan jika bersidang mendapatkan uang saku f.5/hari dan tunjangan untuk [[penginapan]] senilai f.30/malam.<ref>{{Cite book|last=Aqsha|first=Darul|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=dleWlsGRsjAC&pg=PA76&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwA3oECAUQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Kiai Haji Mas Mansur, 1896-1946: perjuangan dan pemikiran|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-145-7|language=id}}</ref> Pada tanggal 15 [[November]] 1943, [[delegasi]] Chuo Sangi In yang terdiri dari Ir. Soekarno, [[Moh. Hatta]], dan [[Bagus Hadikusumo]] berangkat ke Jepang untuk memenuhi undangan [[Perdana Menteri]] [[Tojo]]. Ketiga delegasi mendesak agar Indonesia bisa mengibarkan pusaka merah putih dan melantunkan [[lagu]] kebangsaan [[Indonesia Raya]]. Tapi, usulan itu ditangguhkan. Perdana Menteri Tojo tidak memberi janji dan jaminan karena belum tentu menang pada saat [[perang]] melawam [[sekutu]]. Pada tanggal 17 [[Juli]] 1944, kemunduran-kemunduran pasukan Jepang dan berbagai masalah politik lain membuat Perdana Menteri Tojo jatuh dan digantikan oleh [[Koisi]] sehari setelahnya. Tanggal 07 September 1944, Jepang semakin terdesak pada [[perang dunia II]] dan memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dengan gagasan Gerakan Hidoep Baroe.<ref>{{Cite web|title=New Normal ala Zaman Jepang|url=https://historia.id/urban/articles/new-normal-ala-zaman-jepang-vo13p|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2020-08-29}}</ref> Janji Koiso ini membawa angin segar untuk perjuangan bangsa Indonesia.
Pada 10 September 1944, anggota Chuo Sangi In ditambah. Jumlah ''Saiko Shikikan'' yang tadinya beranggota 23 orang ditambah menjadi 28 orang. Lima orang anggota baru tersebut adalah [[R. Abikusno Cokrosuyoso]], R. [[Margono Joyodikusumo]], Mr. [[R. W. Sumanang]], Mr. R. [[Sujono]], dan R. [[Gatot Mangkuprojo]]. Setelah itu, pada tanggal 7 November 1944 anggota keseluruhan ditambah lagi menjadi 60 orang. Ada beberapa tokoh penting yang ikut masuk seperti [[Moh. Yamin]], Mr. [[J. Latuharhary]], [[Abdurrahman Baswedan]], dan seorang berkebangsaan [[Tiongkok]] [[Yap Cwan Bing]].<ref name=":0" />
Baris 27:
=== '''Sidang pertama''' ===
Sidang ini dimulai tanggal 16 sampai dengan 20 Oktober 1943. Sidang pertama dapat membentuk empat ''Bunkakai'' (komisi). Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan'' tentang bagaimana cara yang paling tepat untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya atau [[Perang Pasifik]]. ''Gunseikan'' dan para pejabat teras tentara Jepang ikut menghadiri dan melakukan fungsi pengawasannya selama sidang berlangsung. Jawaban yang didiskusikan selama berlangsungnya sidang tidak boleh keluar dari pertanyaan yang diajukan oleh panglima tertinggi mengenai pengerahan semua potensi [[kerja]] dan [[produksi]] untuk kepentingan [[perang]]. Sidang pertama ini memiliki pokok bahasan tentang usul yang diajukan ''Saiko Shikikan'', yaitu ''bagaimana cara praktis memperkuat persiapan dalam menghadapi Perang Pasifik dengan meminta bantuan orang-orang dari [[Pulau]] [[Jawa]] dalam bentuk tenaga [[rakyat]] atau sumbangan [[sumber daya]] yang dimiliki''. Untuk memperdebatkan hal tersebut, dibentuk empat ''Bunkakai'' ([[panitia]] kecil). ''Bunkakai'' I merundingkan melindungi dan memperkuat para [[prajurit]] [[PETA]]. ''Bunkakai'' II merundingkan pengerahan tenaga kerja untuk menghadapi perang. ''Bunkakai'' III merundingkan masalah penghidupan rakyat saat peperangan berlangsung. ''Bunkakai'' IV, merundingkan cara memperbanyak hasil produksi dalam rangka menunjang kebutuhan Perang Pasifik. Adapun pelaksanaan hasil rapat pertama ini adalah memperkuat latihan [[militer]] prajurit PETA dan mengerahkan masyarakat supaya bekerja keras dalam masa peperangan. Jepang menyebutkan bahwa [[petani]] yang tidak menjadi prajurit atau [[tentara]], akan ditugaskan untuk kerja paksa
=== Sidang kedua ===
|