Permesta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 41:
Juanda membentuk sebuah tim untuk mengadakan pendekatan dengan Sumual. Ia memilih empat pejabat tinggi yang berasal dari daerah [[Minahasa]] karena Sumual juga berasal dari Minahasa. Keempat pejabat adalah Menteri Industri [[Freddy Jaques Inkiriwang|Freddy Jaques (F. J.) Inkiriwang]], Menteri Kehakiman [[Gustaaf Adolf Maengkom|Gustaaf Adolf (G. A.) Maengkom]], mantan Menteri Penerangan dan Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok [[Arnold Mononutu]], dan Duta Besar Indonesia untuk Kanada [[L.N. Palar|Lambertus Nicodemus (L. N.) Palar]].<ref>[[#nalenan|Nalenan (1981)]], hlm. 232.</ref> Pada bulan Juli 1957, tim ini berangkat ke Sulawesi Utara dengan maksud untuk bertemu dengan Sumual, Somba, dan pejabat Permesta lainnya. Pada saat itu, markas Permesta telah pindah ke Sulawesi Utara. Setelah pertemuan dengan Sumual pada tanggal 23 Juli 1957, delegasi mengumumkan hal-hal yang telah disepakati, termasuk pengakuan provinsi-provinsi berotonomi di Indonesia timur yang salah satu di antaranya adalah Provinsi Sulawesi Utara. Juga disepakati pembentukan sebuah universitas di Sulawesi Utara.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 76.</ref>
 
Satu lagi hal yang disepakati adalah penyelengaraan Musyawarah Nasional (MUNAS) untuk meredakan ketegangan di daerah-daerah. MUNAS ini akhirnya diselenggarakan pada 10 sampai 14 September 1957 dan membahas permasalahan di dalam pemerintahan, perekonomian, angkatan bersenjata, dan juga ''dwi tunggal'' Soekarno-Hatta.<ref>{{Cite[[#soejono|Soejono book|last=|first=|date=(1981|url=https://books)]], hlm.google.co.id/books?id=5aydMK_OKewC&q=musyawarah+nasional+%22September+1957%22&dq=musyawarah+nasional+%22September+1957%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiF-YyY9sDrAhVMWH0KHTB4D1EQ6AEwBXoECAYQAg|title=Sejarah Nasional Indonesia|location=|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=|volume=6|pages=285|language=id|url-status=live}}.</ref> Untuk kelanjutan usaha MUNAS, sebuah komite beranggotakan tujuh orang dibentuk. Pada tanggal 27 September 1957, Sukarno mengadakan kunjungan ke Sulawesi Utara selama dua hari dan berpidato tentang kesatuan bangsa dan negara di Manado, [[Kota Tomohon|Tomohon]], dan [[Tondano (kota)|Tondano]]. Pidatonya diterima dengan baik oleh masyarakat, tetapi masyarakat juga membawa spanduk-spanduk yang mendukung Sumual dan Permesta. Pada bulan November 1957, diselenggarakan Musyawarah Nasional Pembangunan sebagai tindak kelanjutan MUNAS beberapa bulan sebelumnya.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 77.</ref> Sayangnya, pertemuan-pertemuan ini yang pada awalnya memberi kemungkinan penyelesaian permasalahan, tapi pada akhirnya tidak bisa menghasilkan sesuatu yang bisa disetujui semua pihak.
 
=== Tanggapan TNI-AD ===
Baris 139:
=== Pertempuran sengit di Minahasa ===
 
Walaupun pertahanan pasukan Permesta bisa diatasi oleh pasukan TNI pada saat pendaratan, namun perlawanan yang dilakukan di jalan menuju Manado lebih sengit. Pasukan Permesta melawan TNI dengan senapan mesin berat dengan peluru berkaliber .50 dan senjata lapangan yang menembakkan mortir 60 mm. Perlawanan ini memperlambat gerak TNI untuk mencapai Manado. Hal yang sama terjadi dengan pasukan RPKAD dan infanteri yang bergerak ke Manado dari utara.<ref>[[#conboy|Conboy dan Morrison (1999)]], hlm. 162.</ref> Tambahan pasukan mendarat di [[Wori, Minahasa Utara|Wori]] di utara Manado pada tanggal 21 dan 24 Juni 1958 untuk mendukung pasukan TNI yang sudah ada.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 110.</ref> Keadaan ini juga memaksa pimpinan operasi TNI untuk memfokuskan semua pasukan untuk merebut Manado daripada rencana semula di mana sebagian pasukan akan langsung bergerak ke Tondano dan Tomohon. Setelah perlawanan yang sengit selama delapan hari, pada tanggal 24 Juni 1958, Warouw menginstruksikan pengevakuasian kota Manado di mana markas Permesta pindah ke Tomohon. Dua hari kemudian barulah pasukan TNI bisa masuk Manado tanpa perlawanan karena pasukan Permesta sudah meninggalkan kota tersebut.<ref>[[#kahin|Kahin dan Kahin (1997)]], hlm. 184.</ref> Manado berhasil dibebaskan pada 26 Juni 1958.<ref>{{Cite book[[#setiono|last=BennySetiono G.(2008)]], Setiono|first=|date=2008|url=https://bookshlm.google.co.id/books?id=CH0p3zHladEC&pg=PA791&dq=%22manado+berhasil+dibebaskan%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjog_m67sDrAhUXVH0KHUoyBPMQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=%22manado%20berhasil%20dibebaskan%22&f=false|title=Tionghoa Dalam Pusaran Politik|location=|publisher=TransMedia|isbn=978-979-799-052-7|pages=791|language=id|url-status=live}}.</ref> Dengan jatuhnya Manado, pimpinan Permesta mengubah siasat perlawanan mereka ke perlawanan gerilya.<ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. 185.</ref>
 
Hampir sebulan lewat barulah TNI bisa merebut kota terbesar kedua di Minahasa yaitu Tondano pada tanggal 21 Juli 1958.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 117.</ref> Kemudian sebulan lagi barulah Tomohon bisa direbut pada tanggal 16 Agustus 1958.<ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. 4.</ref> Perebutan Tomohon mendapat bantuan besar dari komandan Permesta setempat yaitu Mayor Eddy Mongdong. Ia menghubungi pasukan TNI di Tondano yang bersiap untuk menyerang Tomohon dan menyatakan bahwa ia bersama 1.500 prajurit dalam sektornya bersedia menyerah. Beberapa hari kemudian Langowan dan Kalawiran diduduki pada tanggal 20 Agustus 1958.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 117.</ref> Pasukan KKO yang ikutserta dalam merebut Langowan termasuk dalam ''Operasi Mega'' yang dimulai sejak 19 Agustus 1958. Kemudian sebulan kemudian, ''Operasi Nuri'' dilaksanakan antara tanggal 19 dan 25 September 1958 dengan tujuan untuk menguasai daerah di antara Langowan, Amurang, dan juga [[Motoling, Minahasa Selatan|Motoling]].<ref>[[#alri|Jawatan Penerangan Angkatan Laut (1960)]], hlm. 147.</ref>
Baris 169:
Kelompok Permesta pertama yang menjawab seruan untuk menghentikan perlawanan bukanlah pasukan di bawah pimpinan Somba melainkan pasukan di bawah pimpinan Laurens Saerang yang pada waktu itu adalah Kepala Daerah Minahasa serta pemimpin Brigade Manguni. Pada tanggal 15 Februari 1961 di Langowan, dilaksanakan sebuah apel untuk menandakan kembalinya Brigade Manguni dan kelompok-kelompok Permesta lainnya yang berada di bawah pimpinan Saerang. Apel tersebut dihadiri Panglima [[Kodam XIII/Merdeka]] [[Soenandar Prijosoedarmo|Kolonel Sunandar Priyosudarmo]] dan Wakil KASAD Mayjen Ahmad Yani.<ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. 248, 249.</ref><ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 142.</ref> Pasukan lain yang turut menyerahkan diri pada hari itu ada PWP dan orang-orang dari lima basis gerilya di daerah Kakas dan Langowan.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 142.</ref>
 
Pada tanggal 4 April 1961 barulah pasukan di bawah pimpinan Somba menyerahkan diri. Penyerahan diri Somba ditandai dengan penandatanganan pernyataan dan naskah penyelesaian maslaah Permesta antara Somba dan Pangdam Kodam XIII/Merdeka di desa [[Malenos Baru, Amurang Timur, Minahasa Selatan|Malenos]] (dekat Amurang) yang dikenal sebagai Peristiwa Malenos<ref>{{Cite book[[#anwar|last=RosihanAnwar Anwar|first=|date=(2006|url=https://books.google.co.id/books?id=-X4wccKiXLAC&pg=PA139&dq=somba+%224+April+1961%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwigm6bS8sDrAhWRfH0KHYtoB7UQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=somba%20%224%20April%201961%22&f=false|title=Sukarno)]], tentara,hlm. PKI: segitiga kekuasaan sebelum prahara politik, 1961-1965|location=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-613-0|pages=139|language=id|url-status=live}}.</ref> Dari Kodam XIII/Merdeka, hadir Priyosudarmo disertai Kepala Kepolisian Sulawesi Utara dan Tengah Drs. Moerhadi Danuwilogo. Adapun dari Pimpinan Permesta, selain Somba, hadir Lendy Tumbelaka, Wim Tenges, dan Mantiri. Dalam upacara diadakan inspeksi prajurit TNI maupun prajurit Permesta oleh Priyosudarmo dan Somba. Priyosudarmo dan Somba sudah saling kenal sebelumnya karena mereka mengikuti kursus di [[Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat|Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD)]] (sekarang SESKOAD) pada saat yang sama.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 146.</ref>
 
Sebuah upacara juga diadakan pada tanggal 14 April 1961 di dekat Tomohon yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan [[Hidajat Martaatmadja|Mayjen Hidayat Martaatmaja]] dari TNI dan Kawilarang dari Permesta. Turut hadir dalam upacara tersebut adalah Yani dan Atase Militer Kedutaan Besar Amerika Serikat Kolonel George Benson. Upacara puncak pada tanggal 12 Mei 1961 di dekat Tomohon dilaksanakan sebagai langkah paling akhir berupa inspeksi oleh Nasution selaku Menteri Pertahanan/KASAD terhadap pasukan Permesta. Nasution mengambil kesempatan bertemu dengan Kawilarang pada waktu itu.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 147.</ref>
Baris 177:
=== Akhir gerakan ===
 
Pemberian amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dengan Permesta resmi diberikan dengan keluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 322 Tahun 1961 tentang "Pemberian Amnesti dan Abolisi Kepada Para Pengikut Gerakan 'Permesta' Di Bawah Pimpinan Kawilarang, Laurens Saerang, dan Somba yang Memenuhi Panggilan Pemerintah Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi".<ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. [https://books.google.co.id/books?id=8-E8DwAAQBAJ&pg=PA347&dq=%22Pemberian+Amnesti+dan+Abolisi+Kepada+Para+Pengikut%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjC3NG778DrAhXCcn0KHe8VC-kQ6AEwAHoECAYQAg#v=onepage&q=%22Pemberian%20Amnesti%20dan%20Abolisi%20Kepada%20Para%20Pengikut%22&f=false 347].</ref> Keppres ini dikeluarkan pada tanggal 22 Juni 1961. Sumual termasuk orang yang memperoleh amnesti.<ref>[[#raditya|Raditya (2019)]].</ref>
 
Sumual termasuk orang yang memperoleh amnesti.<ref>{{Cite web|title=Sejarah Amnesti Presiden Sukarno kepada PRRI/Permesta|url=https://tirto.id/sejarah-amnesti-presiden-sukarno-kepada-prripermesta-edPo|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-29}}</ref>
 
== Referensi ==
Baris 188 ⟶ 186:
 
{{refbegin|32em}}
* {{cite book
| last = Anwar
| first = Rosihan
| title = Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965
| year = 2006
| url = https://books.google.co.id/books?id=-X4wccKiXLAC&pg=PA139&dq=somba+%224+April+1961%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwigm6bS8sDrAhWRfH0KHYtoB7UQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=somba%20%224%20April%201961%22&f=false
|location = Jakarta
| publisher = Yayasan Obor Indonesia
| isbn = 978-979-461-613-0
| url-status = live
| ref = Anwar
}}
 
* {{cite news
| url = http://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB19:000313045:mpeg21:p00001
Baris 336 ⟶ 347:
 
* {{cite web
| title = Profil dan Sejarah / Perjuangan
| url = http://kodam14hasanuddin-tniad.mil.id/profil-dan-sejarah/perjuangan
| publisher = Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin
| ref = kodam_xiv
}}
 
Baris 405 ⟶ 416:
| publisher = Gramedia Widiasarana Indonesia
| ref = Pour
}}
 
* {{cite web
| last = Raditya
| first = Iswara
| title = Sejarah Amnesti Presiden Sukarno kepada PRRI/Permesta
| date = {{date|2019-07-08}}
| url = https://tirto.id/sejarah-amnesti-presiden-sukarno-kepada-prripermesta-edPo
| website = tirto.id
| access-date = 2020-08-29
| ref = raditya
}}
 
Baris 429 ⟶ 451:
| publisher = KITLV Press
| ref = schouten
}}
 
* {{cite book
| last = Setiono
| first = Benny
| year = 2008
| title = Tionghoa Dalam Pusaran Politik
| url = https://books.google.co.id/books?id=CH0p3zHladEC&pg=PA791&dq=%22manado+berhasil+dibebaskan%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjog_m67sDrAhUXVH0KHUoyBPMQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=%22manado%20berhasil%20dibebaskan%22&f=false
| location = Jakarta
| publisher = TransMedia
| isbn = 978-979-799-052-7
| url-status = live
| ref = setiono
}}
 
Baris 439 ⟶ 474:
| publisher = Kepustakaan Populer Gramedia
| ref = setyautama
}}
 
* {{cite book
| last = Soejono
| first = R. P.
| title = Sejarah Nasional Indonesia
| year = 1981
| url = https://books.google.co.id/books?id=5aydMK_OKewC&q=musyawarah+nasional+%22September+1957%22&dq=musyawarah+nasional+%22September+1957%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiF-YyY9sDrAhVMWH0KHTB4D1EQ6AEwBXoECAYQAg
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
| volume = 6
| url-status = live
| ref = Soejono
}}