Pada 10 September 1944, anggota Chuo Sangi In ditambah. Jumlah ''Saiko Shikikan'' yang tadinya beranggota 23 orang ditambah menjadi 28 orang. Lima orang anggota baru tersebut adalah [[R. Abikusno Cokrosuyoso]], R. [[Margono Joyodikusumo]], Mr. [[R. W. Sumanang]], Mr. R. [[Sujono]], dan R. [[Gatot Mangkuprojo]]. Setelah itu, pada tanggal 7 November 1944 anggota keseluruhan ditambah lagi menjadi 60 orang. Ada beberapa tokoh penting yang ikut masuk seperti [[Moh. Yamin]], Mr. [[J. Latuharhary]], [[Abdurrahman Baswedan]], dan seorang berkebangsaan [[Tiongkok]] [[Yap Cwan Bing]].<ref>{{Cite book|last=Suryanegara|first=Ahmad Mansur|date=2017-01-15|url=https://books.google.co.id/books?id=fonfDQAAQBAJ&pg=PA45&lpg=PA45&dq=chuo+sangi+in&source=bl&ots=niS5xbvNQZ&sig=ACfU3U32qieqvRGJ2DZbeaP7QprLDFVWgQ&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjbj_2ujMHrAhVBfisKHZjSABc4WhDoATAJegQIBRAB#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Api Sejarah 2|publisher=Surya Dinasti|isbn=978-602-71237-2-4|language=id}}</ref>
== Persidangan ==
Chuo Sangi In melakukan VIII8 kali Sidang antara tahun 1943 sampai dengan tahun -1945. Dengan rincian sidang sebagai berikut.
=== '''Sidang pertama''' ===
Sidang ini dimulai tanggal 16 sampai dengan -20 Oktober 1943. Sidang pertama dapat membentuk empat ''Bunkakai'' (komisi). Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan'' tentang bagaimana cara yang paling tepat untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya atau [[Perang Pasifik]]. ''Gunseikan'' dan para pejabat teras tentara Jepang ikut menghadiri dan melakukan fungsi pengawasannya selama sidang berlangsung. Jawaban yang didiskusikan selama berlangsungnya sidang tidak boleh keluar dari pertanyaan yang diajukan oleh panglima tertinggi mengenai pengerahan semua potensi [[kerja]] dan [[produksi]] untuk kepentingan [[perang]]. Sidang pertama ini memiliki pokok bahasan tentang usul yang diajukan ''Saiko Shikikan'', yaitu ''bagaimana cara praktis memperkuat persiapan dalam menghadapi Perang Pasifik dengan meminta bantuan orang-orang dari [[Pulau]] [[Jawa]] dalam bentuk tenaga [[rakyat]] atau sumbangan [[sumber daya]] yang dimiliki''. Untuk memperdebatkan hal tersebut, dibentuk empat ''Bunkakai'' ([[panitia]] kecil). ''Bunkakai'' I merundingkan melindungi dan memperkuat para [[prajurit]] [[PETA]]. ''Bunkakai'' II merundingkan pengerahan tenaga kerja untuk menghadapi perang. ''Bunkakai'' III merundingkan masalah penghidupan rakyat saat peperangan berlangsung. ''Bunkakai'' IV, merundingkan cara memperbanyak hasil produksi dalam rangka menunjang kebutuhan Perang Pasifik. Adapun pelaksanaan hasil rapat pertama ini adalah memperkuat latihan [[militer]] prajurit PETA dan mengerahkan masyarakat supaya bekerja keras dalam masa peperangan. Jepang menyebutkan bahwa [[petani]] yang tidak menjadi prajurit atau [[tentara]], akan ditugaskan untuk kerja paksa romusha untuk memenuhi kebutuhan perang. Banyak berbagai kalangan masyarakat dikirim keluar Pulau Jawa, bahkan sampai ada yang keluar tanah Indonesia. Keberadaan pekerja ini tidak dapat dipastikan dan tidak tahu kapan kembali, karena dalam sistem kerja romusha tidak dipedulikan masalah kesehatan dan kesejahteraan.
=== Sidang kedua ===
Sidang ini dilakukan tanggal 30 Januari sampai dengan -3 Februari 1944. Sidang ini membahas pertanyaan ''Saiko Shikikan'' yaitu ''bagaimana cara praktis dan nyata yang dilakukan oleh penduduk untuk menyempurnakan susunan kekuatan di Pulau Jawa yang sudah siap untuk peperangan yang harus berujung dengan kemenangan''. Dalam sidang ini hanya dibentuk dua ''Bunkakai'' saja. ''Bunkakai'' I merundingkan cara memperkuat barisan tenaga rakyat untuk membela tanah air. Sedangkan ''Bunkakai'' II merundingkan peninjauan memperbanyak bahan makanan selama peperangan berlangsung. Hasil persidangan kedua ini adalah harus ada gerakan untuk membantu prajurit PETA melawan Sekutu dan siap kapan saja menghalau serangan mendadak dari pasukan Sekutu. Atas dasar itu, pemerintah pendudukan Jepang membentuk ''[[Jawa Hokokai]]'', ''[[Heiho]],[[Tonarigumi]]'' dan ''[[Keibodan|Keibondan]]''. Sedangkan dalam rangka menambah hasil bumi atau [[pertanian]], pemerintah pendudukan Jepang mengharapkan petani memperhatikan kesuburan tanaman. Petani dituntut telit untuk pembasmian [[hama]], memberikan [[pupuk]] secara teratur, dan menjaga atau memperhatikan kesuburan tanah garapannya.<ref>{{Cite book|last=Poesponegoro|first=Marwati Djoened|last2=Notosusanto|first2=Nugroho|last3=Pandji ;)|first3=Soejono ((Raden|last4=Leirissa|first4=Richard Z.|date=2008|url=https://books.google.co.id/books/about/Sejarah_nasional_Indonesia.html?id=bl1DzAEACAAJ&redir_esc=y|title=Sejarah nasional Indonesia: zaman Jepang dan zaman republik Indonesia (± 1942-1998). VI|location=|publisher=Balai Pustaka|isbn=|pages=|language=id|url-status=live}}</ref>
=== Sidang ketiga ===
Sidang ketiga dilaksanakan pada tanggal 7 sampai -11 Mei tahun 1944. Persidangan ini membicarakan cara menyadarkan penduduk untuk melaksanakan kewajiban dan meningkatkan kerjasama dalam balutan persahabatan yang tidak memandang perbedaan suku bangsa, pekerjaan, dan jabatan. Hasil sidang ini adalah berdirinya [[koperasi]] di daerah untuk memenuhi kebutuhan modal [[usaha]] dan pertanian masyarakat. Selain inisiatif itu, Pemerintahan Jepang juga menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti [[seni]] [[tradisional]], [[olahraga]], dan [[budaya]] daerah untuk menjalin persatuan dan kesatuan antar individu di sekeliling Pulau Jawa dan Madura. Dalam persidangan ini, anggota sidang mengusulkan agar masyarakat dilatih menggunakan [[senjata]] api, tapi Jepang menolak karena ada ketakutan diserang balik setelah dilatih. Jepang hanya berkenan melatih Masyarakat secara militer dengan senjata [[bambu]] runcing.
=== Sidang keempat ===
Sidang pada tanggal 12 sampai dengan -16 Agustus 1944. Sidang ini membicarakan usul ''Saiko'' ''Shikikan'' untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja atau pegawai, pembelaan terhadap tanah air, dan memperbanyak produksi hasil bumi. Untuk menjawab usulan tadi, maka sidang ke IV dibentuk tiga ''Bunkakai''. ''Bunkakai'' I merundingkan masalah semangat bekerja para pegawai. ''Bunkakai'' II membahas peningkatan efisiensi pekerja. ''Bunkakai'' III membahas masalah usaha menggandakan bantuan kepada kaum pekerja dan keluarganya. Dari persidangan yang ke-4, pemerintah Jepang memerintahkan terhadap tokoh-tokoh Indonesia untuk membentuk perserikatan perusahaan pengangkutan di setiap daerah yang berada di Jawa dan Madura, guna mengontrol dan mendata perdagangan yang ada di setiap daerah dan mendata jumlah barang yang dijual di bawah pengawasan ''Tonarigumi''. Selain itu juga dilakukan pemberantasan terhadap pedagang gelap. Semua masyarakat tanpa terkecuali diharapkan bekerja, baik laki- laki dan perempuan tanpa terkecuali dan mereka akan didaftarkan sebagai anggota bekerja. Dalam masalah kemiliteran, Jepang akan melakukan pemeriksaan terhadap setiap anggota dan akan diperhatikan masalah makanan dan kesehatannya. Selain itu para prajurit juga akan dihormati sebagai pejuang. Dengan ini maka anggota dari ''Chuo Sangi-in'' berjumlah 48 anggota tetap, sehingga dapat diharapkan badan tersebut bisa bekerja dengan secara aktif dalam dunia pemerintahan. Kemudian pada tanggal 7 September 1944, perdana menteri Koiso mengumumkan janji kemerdekaan di kemudian hari.
=== Sidang kelima ===
=== Sidang keenam ===
sidangSidang pada 12-17 November 1944, membahas masalah yang diajukan oleh ''Saiko Shikikin'' yaitu “bagaimana cara memperoleh hasil dalam perang Asia Timur Raya yang sungguh-sungguh dan gemilang dalam hal membulatkan segala tenaga penduduk untuk menjalankan perang dan cara apakah yang harus dilakukan masyarakat Indonesia untuk mempertinggi derajat penduduk pribumi pada saat perang yang telah memuncak”. Untuk menindak lanjuti permasalahan di atas, maka dibentuklah dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai I'', membahas masalah memperhebat dan membulatkan segala tenaga dari masyarakat di Pulau Jawa. ''Bunkakai'' II, membahas bagaimana cara mempertinggi derajat dan martabat penduduk pada peperangan yang sudah memuncak. Dari hasil sidang ''Chuo Sangi-in'' yang ke-6, untuk lebih mematangkan perlawanan terhadap Sekutu dan pencapaian terhadap Janji Jepang atas kemerdekaan Indonesia, maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia dengan bantuan Jepang untuk memantapkan beberapa usaha yang sebelumnya disepakati, seperti: melakukan upaya untuk menghambat kekuatan Sekutu di Asia Timur dengan memberikan latihan persenjataan api terhadap masyarakat Jawa dan Madura dan memberantas orang- orang di Jawa dan Madura yang dianggap sebagai mata-mata Sekutu. Jepang juga mengadakan pembersiahan masyarakat dari pengaruh Sekutu mulai dari pemerintahan tingkat atas sampai pada paling bawah di daerah-daerah. Jepang juga diharapkan melakukan pelatihan rohani yang bertujuan untuk memperkuat rasa kesatuan dan menebalkan rasa kebangsaan untuk mencapai cita-cita di Asia Timur Raya dan pelatihan Jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Jawa dan Madura. Selain itu Jepang juga menekankan kepada masyarakat Indonesia untuk dilakukan sebuah pelatihan pengetahuan untuk memberantas masalah buta huruf. Untuk mencapai semua itu, maka harus dimulai dari setiap ''Shu'' dan kemudian bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui ''Jawa'' ''Hokokai''. Dalam masalah perekonomian, Jepang menyuruh kepada masyarakat untuk meningkatkan hasil buminya dan membentuk koperasi pertaian bersama pangreh praja untuk mempererat hubungan dengan pabrik penggilingan padi.
=== Sidang ketujuh ===
Sidang pada 21 sampai -26 Februari 1945, berdasarkan Maklumat ''Saiko Shikikin'' Nomor I tanggal 10 Februari 1945 tentang panggilan Sidang ketujuh ''Chuoo Sangi-in'', pertanyaan yang diajukan adalah “bagaimana melaksanakan dengan cepat dan tepat pembaharuan kehidupan rakyat”. Alasan diajukannya pertanyaan ini adalah mengingat pentingnya usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Hasil dari sidang yang ke-7 ini adalah mengharapkan kepada masyarakat Indonesia untuk siap menerima kehihidupankehidupan baru dengan menebalkan rasa nasionalisme terhadap Tanah Air Indonesia dan semangat berjuang dengan [[ikhlas]] dan siap mati untuk agama dan Tanah Air Indonesia. Untuk mencapai itu semua maka yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
* Melakukan pemantauan terhadap setiap barang-barang yang berada di daerah di Jawa dan Madura untuk kepentingan perang.
=== Sidang kedelapan ===
Sidang pada 18 sampai dengan -21 Juni 1945, pembahasan yang akan dibicarakan adalah menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan:''; ''bagaimana cara melaksanakan usaha untuk membangkitkan penduduk agar mengerahkan tenaga dan menjalankan [[latihan]] untuk memperkuat pembelaan dan penyempurnaan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia secepatnya''. Dalam sidang ini, Soekarno membentuk dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai'' I membahas tentang bagaimana cara untuk menjalankan usaha dalam membangkitkan semangat penduduk agar mengerahkan seluruh tenaganya untuk kemerdekaan Indonesia. ''Bunkakai'' II, membahas cara menjalankan latihan untuk memperkuat pembelaan dan penyempurnaan usaha dalam rangka persiapan kemerdekaan secepatnya. Hasil dari persidangan ke-8 ini adalah mengadakan gerakan semangat yang di antaranya adalah sebagai berikut.
* Memperkuat cinta Tanah Air;
* Mengembangkan sifat keprajuritan.
==Pembubaran==
Pada persidangan kedelapan, Soekarno memanfaatkan situasi untuk membahas masalah yang sedang dibicarakan oleh panitia kecil. Soekarno membentuk panitia kecil yang terkenal dengan sebutan ''panitia sembilan''. Panitia ini diberi tugas untuk membuat buku rancangan [[undang-undang]] yang akan dijadikan dasar negara. Pembentukan panitia sembilan adalah upaya untuk menyatukan pandangan dua golongan, yaitu golongan Nasionalis dan Islam. Akhirnya, [[panitia sembilan]] berhasil merumuskan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang telah disetujui dan ditandatangani oleh seluruh anggota panitia sembilan pada tanggal 22 Juni 1945. Hasil perumusan Undang-Undang itu disebut juga ''[[Piagam Jakarta]].''<ref>{{Cite book|last=Latif|first=Yudi|date=2011|url=https://books.google.co.id/books?id=0NBtWmlj1soC&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false|title=Negara paripurna: historisitas, rasionalitas, dan aktualitas Pancasila|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-22-6947-5|language=id}}</ref> ''Setelah persidangan terakhir ''Chuo Sangi-in'' telah selesai, anggotanya disibukkan berbagai persiapan kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat, tidak ada usulan dari ''Saikho Sikikan'' untuk kepentingan Perang Pasifik. Atas dasar itu, maka Badan Penasehat Pusat atau''ChuoatauChuo Sangi-in'' dibubarkan tanpa ada pernyataan resmi''.<ref>{{Cite book|last=Herkusumo|first=Arniati Prasedyawati|date=1984|url=https://books.google.co.id/books/about/Ch%C5%AB%C5%8D_Sangi_in.html?hl=id&id=W1YeAAAAMAAJ&output=html_text|title=Chūō Sangi-in: Dewan Pertimbangan Pusat pada masa pendudukan Jepang|publisher=Rosda Jayaputra|language=id}}</ref>''
== Referensi ==
|