Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun [[Agama Buddha di Indonesia|umat Buddha]] yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci [[Waisak]]. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.<ref>{{cite book|last =|first =|authorlink =|coauthors =|title =Indonesia|publisher =Lonely Planet Publications Pty Ltd|month =November|year =2003|location =Melbourne|pages =211–215|url =|doi =|isbn = 1-74059-154-2|author = Mark Elliott ...}}.</ref><ref name="Hampton2004">{{cite journal| author=Mark P. Hampton| title=Heritage, Local Communities and Economic Development| journal=Annals of Tourism Research| doi=10.1016/j.annals.2004.10.010| volume=32| issue=3| pages=735–759| year=2005}}</ref><ref name="Sedyawati1997">{{cite conference|author=E. Sedyawati| title=Potential and Challenges of Tourism: Managing the National Cultural Heritage of Indonesia| booktitle=Tourism and Heritage Management| editor=W. Nuryanti (ed.)| pages=25–35| publisher=Gajah Mada University Press| location=Yogyakarta| year=1997}}</ref>
== Nama Borobudur ==
[[Berkas:Borobudur 2008.JPG|jmpl|kiri|Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci ini sempat terlupakan.]]
Dalam [[Bahasa Indonesia]], bangunan keagamaan purbakala disebut ''[[candi]]''; istilah ''candi'' juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya [[gerbang]], [[gapura]], dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama ''Borobudur'' tidak jelas,<ref name="Soekmono13" /> meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.<ref name="Soekmono13" /> Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "[[Sejarah Pulau Jawa]]" karya [[Sir Thomas Raffles|Sir Thomas Stamford Raffles]].<ref name="Raffles1814">{{cite book|title=The History of Java|author=Thomas Stamford Raffles|authorlink=Sir Thomas Raffles|year=1817|edition=1978|isbn=0-19-580347-7|publisher=Oxford University Press}}</ref> Raffles menulis mengenai monumen bernama ''borobudur'', akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis.<ref name="Soekmono13">Soekmono (1976), halaman 13.</ref> Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah [[Nagarakretagama]], yang ditulis oleh [[Mpu Prapanca]] pada 1365.<ref name="moens" />
Nama ''Bore-Budur'', yang kemudian ditulis ''BoroBudur'', kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan ''candi'' memang sering kali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah ''Buda'' dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".<ref name="Soekmono13" /> Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama ''Budur'' berasal dari istilah ''bhudhara'' yang berarti gunung.<ref name="casparis" />
Banyak [[teori]] yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata ''Sambharabhudhara'', yaitu artinya "[[gunung]]" (''bhudara'') di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa [[etimologi]] rakyat lainnya. Misalkan kata ''borobudur'' berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi ''borobudur''. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata ''bara'' konon berasal dari kata ''[[vihara]]'', sementara ada pula penjelasan lain di mana ''bara'' berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yang artinya kompleks candi atau biara dan ''beduhur'' artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam [[bahasa Bali]] yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah [[biara]] atau [[asrama]] yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan [[J.G. de Casparis]] dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada [[1950]] berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan [[prasasti Karangtengah]] dan [[Prasasti Tri Tepusan|Tri Tepusan]], Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja [[Kerajaan Medang|Mataram]] dari wangsa [[Syailendra]] bernama [[Samaratungga]], yang melakukan pembangunan sekitar tahun [[824|824 M]]. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu [[Pramodhawardhani|Pramudawardhani]]. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah ''sima'' (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara ''Kamūlān'' yang disebut ''Bhūmisambhāra''.<ref>{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973, 5th reprint edition in 1988|location =Yogyakarta|page =46 }}</ref> Istilah ''Kamūlān'' sendiri berasal dari kata ''mula'' yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa ''Bhūmi Sambhāra Bhudhāra'' dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.<ref>{{cite web|last=Walubi|first=|title=Borobudur : Candi Berbukit Kebajikan|publisher=|date=|location=|url=http://www.walubi.or.id/waisak2004/Borobudur%20-%20Candi%20Berbukit%20Kebajikan.shtml|doi= |pages=|id=}}</ref>
== Lingkungan sekitar ==
|