Panakawan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k {{rapikan}} |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Panakawan''' adalah sebutan umum untuk para pengikut [[ksatriya]] dalam khasanah kesusastraan [[Indonesia]], terutama di [[Jawa]]. Pada umumnya para panakawan ditampilkan dalam pementasan [[wayang]], baik itu [[wayang kulit]], [[wayang golek]], ataupun [[wayang orang]] sebagai kelompok penebar humor untuk mencairkan suasana. Namun di samping itu, para panakawan juga berperan penting sebagai penasihat nonformal ksatriya yang menjadi asuhan mereka.
'''Panakawan''' adalah sebutan umum untuk kaum pengikut para [[ksatriya]] dalam khasanah kesusastraan [[Indonesia]], terutama [[Jawa]]. Istilah panakawan berasal dari kata ''pana'' yang bermakna "paham", dan ''kawan'' yang bermakna "teman". Artinya ialah, para panakawan tidak hanya sekadar pengikut biasa, namun mereka juga memahami apa yang sedang menimpa majikan mereka. Seringkali mereka bertindak sebagai penasihat pribadi sekaligus pengasuh para ksatria majikan tersebut.▼
▲
Hal yang paling khas dari keberadaan panakawan adalah sebagai kelompok penebar humor di tengah-tengah jalinan cerita. Tingkah laku dan ucapan mereka hampir selalu mengundang tawa penonton. Selain sebagai penghibur dan penasihat, adakalanya mereka juga bertindak sebagai penolong majikan mereka di kala menderita kesulitan. Misalnya, Sewaktu [[Bimasena]] kewalahan menghadapi [[Sangkuni]] dalam perang [[Baratayuda]], [[Semar]] muncul memberi tahu titik kelemahan Sangkuni.
Dalam percakapan antara para panakawan tidak jarang bahasa dan istilah yang mereka pergunakan adalah istilah modern yang tidak sesuai dengan zamannya. Namun hal itu seolah sudah menjadi hal yang biasa dan tidak dipermasalahkan. Misalnya, dalam pementasan wayang tokoh [[Petruk]] mengaku memiliki mobil atau ''handphone'', padahal kedua jenis benda tersebut tentu belum ada pada zaman pewayangan.
▲== Daftar Nama para Panakawan ==
== Sejarah Panakawan ==
Pementasan [[wayang]] hampir selalu dibumbui dengan tingkah laku lucu para panakawan. Pada umumnya kisah yang dipentaskan bersumber dari naskah ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Ramayana]]'' yang berasal dari [[India]]. Meskipun demikian, dalam kedua naskah tersebut sama sekali tidak dijumpai adanya tokoh panakawan. Hal ini dikarenakan panakawan merupakan unsur lokal ciptaan pujangga Jawa sendiri.
Menurut sejarawan [[Slamet Muljana]], tokoh panakawan muncul pertama kali dalam karya sastra berjudul ''[[Ghatotkacasraya]]'' karangan Mpu Panuluh pada zaman [[Kerajaan Kadiri]]. Naskah ini menceritakan tentang bantuan [[Gatotkaca]] terhadap sepupunya, yaitu [[Abimanyu]] yang berusaha menikahi Ksitisundari putri [[Sri Kresna]].
Dikisahkan Abimanyu memiliki tiga orang panakawan bernama:
:* Jurudyah
:* Punta
:* Prasanta
Ketiganya dianggap sebagai panakawan pertama dalam sejarah kesusastraan Jawa. Dalam kisah tersebut peran ketiganya masih belum seberapa, seolah hanya sebagai pengikut biasa.
Panakawan selanjutnya adalah [[Semar]], yang muncul dalam karya sastra berjudul ''[[Sudamala]]'' dari zaman [[Kerajaan Majapahit]]. Dalam naskah ini, Semar lebih banyak berperan aktif daripada ketiga panakawan di atas. Pada zaman selanjutnya, untuk menjaga keterkaitan antara kedua golongan panakawan tersebut, para dalang dalam pementasan wayang seringkali menyebut Jurudyah Puntaprasanta sebagai salah satu nama sebutan lain untuk Semar
== ''Gara-Gara'' ==
Para [[dalang]] dalam setiap bagian pertengahan pementasan [[wayang]], hampir selalu mengisahkan adanya peristiwa ''gara-gara'' yaitu sebuah keadaan di mana terjadi bencana besar menimpa bumi. Antara lain gunung meletus, banjir, gempa bumi, bahkan sampai korupsi yang merajalela. Panjang-pendek serta keindahan tata bahasa yang diucapkan untuk melukiskan keadaan ''gara-gara'' tidak ada standar baku, karena semuanya kembali pada kreativitas dalang masing-masing.
Para dalang kemudian mengisahkan bahwa setelah ''gara-gara'' berakhir, para panakawan muncul dengan ekspresi bahagia, menebar humor, dan bersenda gurau. Hal ini merupakan simbol bahwa setelah munculnya peristiwa kekacauan atau kerusuhan yang menimpa suatu negara, maka diharapkan rakyat kecil adalah pihak pertama yang mendapatkan keuntungan, bukan sebaliknya.
Akibat kesalahpahaman, istilah ''gara-gara'' saat ini dianggap sebagai saat kemunculan para panakawan. Gara-gara dianggap sebagai waktu untuk dalang menghentikan sementara kisah yang sedang dipentaskan, dan menggantinya dengan sajian musik dan hiburan bagi para penonton.
== Daftar Nama para Panakawan ==
Dalam pementasan wayang, baik itu gaya [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Sunda]], ataupun [[Jawa Timur|Jawa Timuran]], tokoh [[Semar]] dapat dipastikan selalu ada, meskipun dengan pasangan yang berbeda-beda.
Pewayangan gaya Jawa Tengah menampilkan empat orang panakawan golongan kesatriya, yaitu [[Semar]] dengan ketiga anaknya, yaitu [[Gareng]], [[Petruk]], dan [[Bagong]]. Selain itu terdapat pula panakawan golongan raksasa, yaitu [[Togog]] dan [[Bilung]].
Pada zaman pemerintahan [[Amangkurat I]] raja [[Kesultanan Mataram]] tahun [[1645]]-[[1677]],
seni pewayangan sempat terpecah menjadi dua, yaitu golongan yang pro-Belanda, dan golongan yang anti-Belanda. Golongan pertama menghapus tokoh Bagong karena tidak disukai Belanda, sedangkan golongan kedua mempertahankannya.
Dalam pementasan [[wayang golek]] gaya Sunda, ketiga anak Semar memiliki urutan yang lain dengan di Jawa Tengah. Para panakawan versi Sunda bernama [[Semar]], [[Cepot]], [[Dawala]], dan [[Gareng]]. Sementara itu pewayangan gaya Jawa Timuran menyebut pasangan Semar hanya Bagong saja, serta anak Bagong yang bernama [[Besut]].
Dalam pementasan [[ketoprak]] juga dikenal adanya panakawan, namun nama-nama mereka tidak pasti, tergantung penulis naskah masing-masing. Meskipun demikian terdapat dua pasang panakawan yang namanya sduah ditentukan untuk dua golongan tertentu pula. Mereka adalah [[Bancak]] dan [[Doyok (Panakawan)|Doyok]] untuk kisah-kisah Panji, serta [[Sabdapalon]] dan [[Nayagenggong]] untuk kisah-kisah [[Damarwulan]] dan [[Brawijaya]].
[[Kategori:Wayang]]
|