Suhardi Somomoeljono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: cengkeh → cengkih
OrophinBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-\bdi tahun\b +pada tahun)
Baris 31:
Tersemai sejak kecil ingin menjadi Advokat, Suhardi Somomoeljono mulai menapaki karier itu setelah menyelesaikan kuliahnya di UII pada tahun 1985. Banyak hal yang menginspirasi Suhardi menetapkan memegang teguh cita-cita menjadi advokat. Saat masih kecil, sejak kelas 3 Sekolah Dasar (“SD”), ayahnya bercerita suatu ketika ada pencuri yang mengambil dua pikul ketela milik kakeknya. Kakeknya sebagai lurah dimasa pemerintahan Kolonial sangat tegas dengan berprinsip siapapun yang mencuri harus dihukum. Disisi lain, ayah Suhardi berpendapat dimaafkan saja tidak usah dihukum, mengingat si pencuri terpaksa mencuri karena untuk biaya istrinya yang akan melahirkan. Akhirnya, kakek dan ayah Suhardi memutuskan si pencuri dimaafkan dan hasil curiannya yang satu pikul diberikan kepada si pencuri dan yang satu pikul lagi diserahkan kepada pemiliknya.
 
Kebijaksanaan ini menginsipirasi Suhardi kelak akan menjalani aktivitas sebagai pembela. Ia sangat senang melihat ada masyarakat yang dibela oleh siapapun. Apalagi, dimasa kecil suami dari Sri Sadiyani Utami ini dilingkungannya saat itu banyak terjadi gejolak sosial-politik yang sangat memilukan, misalnya dipada tahun 1965 terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (“PKI”), sehingga membela orang lain ia anggap sebagai sesuatu yaang luar biasa.Suhardi bahkan memberanikan diri menolak permintaan orang tuanya untuk menjadi hakim beberapa saat setelah lulus kuliah.
 
Berselang dua tahun sejak kelulusannya 1987, ia membuka kantor hukum di Daerah Istimewa Yogyakarta (“DIY”) dengan nama Suhardi Somomoeljono & Associates. Kantor hukumnya kemudian berpindah ke Jakarta pada tahun 1993.Rentang waktu, 25 tahun menjalankan profesi sebagai Pengacara, Suhardi telah menangani hampir semua bidang kasus, baik yang berskala kecil maupun besar yang menyita perhatian publik. Dalam kasus Peradilan Hak Asasi Manusia (“Peradilan HAM”) di Timor Timur ia membela Terdakwa Eurico Guterres yang pada akhirnya kliennya dibebaskan oleh Mahkamah Agung RI dalam putusan Peninjauan Kembali (“PK”). Dan tentunya, masih banyak perkara besar maupun kecil lainnya yang tidak sempat diungkapkan disini.