Bagong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
←Membatalkan revisi 1409957 oleh 202.65.117.18 (Bicara)
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Ki Lurah Bagong''' adalah nama salah satu tokoh [[punakawanpanakawan]] dalam ceritakisah [[wayang|pewayangan]] dariyang berkembang di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]. DalamTokoh ceritaini wayangdikisahkan darisebagai [[Jawaanak Barat]] ia bernama '''Cepot''' atau nama yang lebih lengkapnya yaitubungsu [[AstrajinggaSemar]].
 
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Sunda]] juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong, yaitu '''Cepot''' atau '''Astrajingga'''. Namun bedanya, menurut versi ini, Cepot adalah anak tertua Semar.
Bagong adalah anak ketiga dari [[Semar]] dengan ibunya Sutiragen. Dengan bersenjatakan [[golok]], Bagong, pekerjaannya adalah selalu membuat humor, tidak peduli kepada siapa pun, baik [[kesatria]], [[Monarki|raja]] maupun Para [[Dewa]]. Meskipun demikian lewat humor humornya dia memberikan nasehat, petuah dan kritik.
 
== Ciri Fisik ==
Lakonnya biasanya dikeluarkan oleh [[dalang]] di tengah kisah, selalu menemani para kesatria dan digunakan dalang untuk menyampaikan pesan pesan bebas bagi pemirsa dan penonton, baik itu nasihat, kritik maupun petuah dan sindiran yang tentu saja disampaikan secara humor.
Sebagai seorang [[panakawan]] yang sifatnya menghibur penonton [[wayang]], tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan ''memble''.
 
Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu [[Semar]], [[Gareng]], dan [[Petruk]], maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.
Dalam perang, Bagong biasanya ikut perang dengan membawa golok. Lawan utamanya adalah para raksasa-raksasa yang selalu menjadi mangsa goloknya. Namun, Bagong sering merasa kewalahan kalau melawan para kesatria lawan tersebut.
 
== Asal-Usul ==
Beberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak kandung [[Semar]]. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama [[Semar|Batara Ismaya]] yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu [[Togog]] atau [[Togog|Batara Antaga]] untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu [[Batara Guru]].
 
Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu [[Sanghyang Tunggal]], supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama [[Bilung]], sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.
{{tokoh wayang}}
 
Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama [[Resi Manumanasa]] yang kelak menjadi leluhur para [[Pandawa]]. Ketika Manumanasa hendak mencapai [[moksha]], Semar merasa kesepian dan meminta diberi teman. Manumanasa menjawab bahwa temannya yang paling setia adalah bayangannya sendiri. Seketika itu pula, bayangan Semar pun berubah menjadi manusia, dan diberi nama Bagong.
{{wayang-stub}}
 
== Bagong Zaman Kolonial ==
Gaya bicara Bagong yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para [[dalang]] untuk mengritik penjajahan kolonial [[Hindia Belanda]]. Ketika [[Sultan Agung]] meninggal tahun [[1645]], putranya yang bergelar [[Amangkurat I]] menggantikannya sebagai pemimpin [[Kesultanan Mataram]]. Raja baru ini sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama dengan pihak [[VOC]]-[[Belanda]].
 
Keluarga besar Kesultanan Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai Anjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.
 
Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para dalang untuk mengritik penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas tetap mempertahankannya.
 
Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi [[Kasunanan Kartasura]]. Sejak tahun [[1745]] Kartasura kemudian dipindahkan ke [[Surakarta]]. Selanjutnya terjadi perpecahan yang berakhir dengan diakuinya [[Sultan]] [[Hamengkubuwana I]] yang bertakhta di [[Yogyakarta]].
 
Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.
 
Akhirnya, pada zaman kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran Surakarta pun kembali menampilkan empat orang panakawan dalam setiap pementasan mereka. Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada [[Gareng]] yang biasanya hanya muncul dalam ''[[Panakawan|gara-gara]]'' saja.
 
== Bagong Jawa Timuran ==
Dalam pewayangan gaya Jawa Timuran, yang berkembang di daerah [[Surabaya]], [[Gresik]], [[Mojokerto]], [[Jombang]], [[Malang]] dan sekitarnya, tokoh [[Semar]] hanya memiliki satu orang anak saja, yaitu Bagong seorang. Bagong sendiri memiliki anak bernama [[Besut]].
 
Tentu saja Bagong gaya Jawa Timuran memiliki peran yang sangat penting sebagai panakawan utama dalam setiap pementasan wayang. Ucapannya yang penuh humor khas timur membuatnya sebagai tokoh wayang yang paling ditunggu kemunculannya.
 
Dalam versi ini, Bagong memiliki nama sebutan lain, yaitu '''Jamblahita'''.
 
== Lihat Pula ==
* [[Panakawan]]
* [[Semar]]
 
{{tokoh wayang}}
 
[[Kategori:PunakawanPanakawan]]
[[Kategori:Wayang]]
 
[[jv:Bagong]]