Intervensi Belanda di Bali (1906): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 24:
Belanda telah menaklukkan Bali Utara pada pertengahan abad ke-19 M, mengintegrasikan [[Kerajaan Jembrana]], [[Kerajaan Buleleng]] dan [[Kerajaan Karangasem]] ke dalam pemerintahan Hindia Belanda, tetapi kerajaan selatan seperti [[Kerajaan Tabanan|Tabanan]], [[Kerajaan Badung|Badung]] dan [[Kerajaan Klungkung|Klungkung]] berhasil tetap independen. Berbagai perselisihan terjadi antara Belanda dan kerajaan-kerajaan selatan, dan sudah diperkirakan bahwa Belanda akan melakukan intervensi militer begitu dalih muncul.<ref>Hanna, pp.139–140</ref>
 
Terdapat perselisihan yang berulang antara raja-raja Belanda dan Bali mengenai hak untuk menjarah kapal-kapal yang tenggelam di terumbu karang di sekitar Bali. Menurut tradisi Bali yang disebut [[Tawan Karang|tawan karang]], raja Bali secara tradisional menganggap puing-puing itu sebagai milik mereka, sedangkan Belanda bersikeras tidak demikian. Pada tanggal 27 Mei 1904, sekunar Cina bernama Sri Kumala menghantam karang di dekat Sanur, dan dijarah oleh orang Bali. Atas permintaan kompensasi oleh Belanda, raja-raja Badung menolak untuk membayar apa pun, didukung oleh raja Tabanan dan raja Klungkung.<ref name=h140/> Penguasa Tabanan juga menyebabkan ketidakpuasan Belanda dengan mengizinkan pada tahun 1904 praktik ''suttee'' (ritual pengorbanan kerabat atas kematian seorang penguasa, juga disebut ''wesatia'') meskipun ada permintaan resmi Belanda untuk mengabaikannya.<ref name=h140/> Pada bulan Juni 1906, Belanda memulai blokade di pantai selatan dan mengirim berbagai ultimata.<ref name=h140/>
 
== Intervensi ==