Narada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Antapurwa (bicara | kontrib)
Baris 26:
Selama sisa hidupnya Narada memusatkan rasa baktinya, bermeditasi, dan menyembah Wisnu. Setelah kematiannya, Wisnu menganugerahinya dengan wujud spiritual "Narada", yang kemudian dikenal banyak orang. Dalam beberapa [[susastra Hindu]], Narada dianggap sebagai penjelmaan ([[awatara]]) dewa, dan berkuasa untuk melakukan tugas-tugas yang ajaib atas nama [[Wisnu]].
 
== NaradaVersi dalam budaya JawaPewayangan ==
Narada dalam [[wayang|pewayangan]], antara lain yang berkembang di [[Jawa]], dilukiskan dengan bentuk tubuh cebol bulat, berwajah tua, dengan kepala menengadah ke atas. Dalam versi ini narada menduduki jabatan penting dalam [[kahyangan]], yaitu sebagai penasihat dan "tangan kanan" [[Batara Guru]], raja kahyangan versi Jawa.
 
Menurut naskah ''Paramayoga'', Batara Narada adalah putra Sanghyang Caturkaneka. Ayahnya adalah sepupu [[Sanghyang Tunggal]], ayah dari Batara Guru. Pada mulanya Narada berwujud tampan. Ia bertapa di tengah samudera sambil memegang pusaka pemberian ayahnya, bernama cupu Linggamanik.
'''Batara Narada''' ialah [[batara]] pengadil dan penyampai berita ke [[Pandawa]]. Batara Narada tadinya bernama Kanekaputra. Saat ia itu ia masih berupa Dewa yang bagus rupanya. Untuk mengejar kesaktiannya, maka Kanekaputra bersemadi di tengah samudera dengan tidak bergerak-gerak. Oleh Batara Guru hal ini dianggapnya sebagai usaha Kanekaputra untuk menguasai Suryalaya. Maka diperintahkannya semua dewa untuk menyerang Kanekaputra dengan segala macam senjata agar gagallah semadinya. Namun Kanekaputra tetap pada semadinya, dan tetap tidak bergerak. Akhirnya Batara Guru sendiri pergi ke hadapan Kanekaputra, dan terjadilah bantah-membantah antara keduanya. Dalam hal ini, Batara Guru keluar sebagai pihak yang kalah-bantah. Maka untuk seterusnya Batara Guru memanggil Kanekaputra dengan kakang, kanda, karena merasa lebih muda.
 
Hawa panas yang dipancarkan Narada sempat membuat kahyangan geger. Batara Guru mengirim putra-putranya untuk membangunkan Narada dari tapanya. Akan tetapi tidak seorang pun dewa yang mampu memenuhi perintah tersebut. Mereka terpaksa kembali dengan tangan hampa.
Suatu ketika amat murkalah Batara Guru, hingga dikutuknya Kanekaputra sehingga berwuju seperti sekarang, kemudian ia dipanggil dengan Narada.
 
Batara Guru memutuskan untuk berangkat sendiri untuk menghentikan tapa Narada. Narada pun terbangun. Keduanya kemudian terlibat perdebatan seru. Batara Guru yang merasa kalah pandai marah dan mengutuk Narada sehingga berubah wujud menjadi jelek.
 
Sebaliknya, karena Narada telah dikutuk tanpa penyebab yang jelas, Batara Guru pun menderita cacad berlengan empat. Ia pun sadar bahwa Narada memang lebih pandai darinya. Maka, ia pun memohon maaf dan meminta Narada supaya sudi tinggal di kahyangan sebagai penasihatnya.
 
Dalam pentas pedalangan, tempat tinggal Batara Narada disebut dengan nama Kahyangan Sidiudal-udal.
 
== Pranala luar ==