Tidi lo Polopalo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
 
== Sejarah ==
Dahulu kala pada masa kejayaan [[Kesultanan Gorontalo]] pada abad ke-XVI (1524 – 1581 Masehi) yang dipimpin oleh Raja [[Sultan Amai]] yang mempunyai 3 orang anak yaitu, 1 anak laki-laki yang bernama Matolodulakiki, serta 2 orang anak perempuan yang masing-masing bernama Ladihulawa dan Pipito. Suatu ketika sang raja Sultan Amai ingin mengadakan sayembara untuk mencari seseorang yang akan dijadikan sebagai [[Hulubalang Raja]]. Untuk menjadi seorang hulubalang kerajaan maka anak laki-laki Sultan Amai yang bernama Matolodulakiki membuat suatu persyaratan yang akan diuji untuk menjadi hulubalang yang kemudian tradisi itu dikenal dengan sebutan [[Molapi saronde|Molapi Saronde]]. Melihat kenyataan itu, dua anak perempuan dari Sultan Amai tersebut merasa cemburu dan mereka pun meminta ijin kepada sang Raja untuk mengadakan suatu persyaratan tertentu seperti juga pada kaum laki-laki. Putri Sultan Amai itupun menciptakan suatu tarian yang bernama Tidi lo Polopalo. Dengan menciptakan tarian tersebut, putri Sultan Amai ingin menyampaikan bentuk kehalusan rasa budi pekerti yang dimiliki kaum wanita, keramahtamahan serta pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang akan diembannya setelah berumah tangga.<ref name=":0">{{Cite web|last=Kemendikbud RI|first=|date=01-01-2017|title=Warisan Budaya TakTakbenda Benda{{!}} IndonesiaBeranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=579|website=Penetapan Tidi Lo Polopalowarisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=212020-09-201928}}</ref>
 
== Pelaksanaan ==