Kerajaan Sambas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aggasimalik (bicara | kontrib)
Aggasimalik (bicara | kontrib)
Baris 37:
Penguasa Kerajaan Sambas bergelar Ratu atau Panembahan. [[Ratu]] merupakan gelar penguasa yang levelnya berada di bawah dari gelar Maharaja (disebut Sultan pada masa Islam). [[Panembahan]] merupakan gelar yang mulai populer sejak [[1500]] karena digunakan oleh [[Panembahan Jimbun]] (alias [[Raden Patah]]), raja pertama [[Kesultanan Demak]].
 
Pada mulanya negara Sambas (Kerajaan Sanujuh / Neng Rio / Nek Riuh, milik Dayak bakati utara) menjadi vazal [[Kerajaan Bakulapura]] (bawahan [[Singhasari]]). Pada masa itu Tanjung Dato menjadi perbatasan wilayah mandala Bakulapura/Tanjungpura/Sukadana dengan wilayah mandala Borneo/Brunei/Barune<ref>{{en}} {{cite book|pages=713|url=http://books.google.co.id/books?id=xmH3o3vZk2AC&dq=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&pg=PA713#v=onepage&q=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&f=false|title=Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge|first=Edward|last=Smedley|year=1845}}</ref><ref name="Malayan miscellanies">{{en}} {{cite book|author=Malayan miscellanies|pages=7|url=http://books.google.co.id/books?id=fBYIAAAAQAAJ&dq=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&pg=RA3-PA7#v=onepage&q=Tanjong%20Dato%20Tanjong%20Sambar&f=false|title=Malayan miscellanies|year=1820}}</ref>Selanjutnya negara Sambas (Kerajaan Tan Unggal) menjadi [[vazal]] [[Kerajaan Tanjungpura]] (penerus Bakulapura) yaitu provinsi [[Majapahit]] di Kalimantan.<ref>{{id}} Bambang Pramudito, Kitab Negara Kertagama: sejarah tata pemerintahan dan peradilan Kraton Majapahit, Penerbit Gelombang Pasang, 2006</ref><ref>{{Cite web|title=Kerajaan Majapahit|url=https://www.abhiseva.id/2020/07/kerajaan-majapahit.html|website=MANDALA SEJARAH|access-date=2020-09-29}}</ref>
 
Sambas terletak di antara jalur pelayaran dari Tiongkok ke Champa menuju Tuban (pelabuhan Majapahit). Sambas menjalin hubungan dengan Tiongkok pada tahun [[1407]] sejak terbentuknya pemukiman Tionghoa [[Hui]] Muslim [[mazhab Hanafi|Hanafi]] didirikan di Sambas. Pemukiman Tionghoa ini di bawah koordinator Kapten Cina di [[Champa]], tetapi sejak tahun 1436 langsung di bawah gubernur Nan King.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>
Baris 56:
 
== Panembahan Ratu Sapudak ==
Panembahan Ratu Sapudak adalah kerajaan hindu Jawa berpusat di hulu Sungai Sambas yaitu di tempat yang sekarang disebut dengan nama "Kota Lama". Kerajaan ini dapat disebut juga dengan nama "'''Panembahan Sambas'''". Ratu Sapudak adalah Raja Panembahan ini yang ke-3, Raja Panembahan ini yang ke-2 adalah Abangnya yang bernama Ratu Timbang Paseban, sedangkan Raja Panembahan ini yang pertama adalah Ayah dari Ratu Sapudak dan Ratu Timbang Paseban yang tidak diketahui namanya. Ratu adalah gelaran itu Raja laki-laki di Panembahan Sambas dan juga di suatu masa diKerajaan Majapahit.<ref>{{factCite web|title=Kerajaan Majapahit|url=https://www.abhiseva.id/2020/07/kerajaan-majapahit.html|website=MANDALA SEJARAH|access-date=2020-09-29}}</ref> <sup><big>Pada 1 Oktober 1609 saat masa Ratu Sepudak telah mengadakan perjanjian dagang dengan Samuel Bloemaert dari VOC yang ditanda tangani di kota Lama.</big></sup>
 
Asal usul Panembahan Sambas ini dimulai ketika satu rombongan besar Bangsawan Jawa hindu yang melarikan diri dari Pulau Jawa bagian timur karena diserang dan ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak di bawah pimpinan '''Sultan Trenggono''' (Sultan Demak ke-3) pada sekitar '''tahun 1525 .'''<ref>{{Cite web|title=Kerajaan Demak|url=https://www.abhiseva.id/2020/03/kerajaan-demak.html|website=MANDALA SEJARAH|access-date=2020-09-29}}</ref> <sup><big>Pada tahun 1364 pasukan majapahit telah mendarat di Pangkalan Jawi.kini daerah itu bernama Jawai</big></sup> Bangsawan Jawa hindu ini diduga kuat adalah Bangsawan Majapahit karena berdasarkan kajian sejarah Pulau Jawa pada masa itu yang melarikan diri pada saat penumpasan sisa-sisa hindu oleh pasukan Demak ini yang melarikan diri adalah sebagian besar Bangsawan Majapahit. Pada saat itu Bangsawan Majapahit lari dalam 3 kelompok besar yaitu ke Pulau Bali, ke daerah Gunung Kidul dan yang tidak cocok dengan kerajaan di Pulau Bali kemudian memutuskan untuk menyeberang lautan ke arah utara, rombongan inilah yang kemudian sampai di Sungai Sambas.
Baris 210:
 
== Hubungan Kerajaan Ratu Panembahan Sambas dan Kesultanan Banjar sampai abad ke-17 ==
Menurut [[Kakawin Nagarakretagama]] yang ditulis tahun [[1365]] menyebutkan [[Sambas]] sebagai salah satu negeri di provinsi Tanjungnagara (beribu kota di [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]]) yang telah ditaklukan [[Kerajaan Majapahit]] oleh [[Gajah Mada]].<ref>{{Cite web|title=Kerajaan Majapahit|url=https://www.abhiseva.id/2020/07/kerajaan-majapahit.html|website=MANDALA SEJARAH|access-date=2020-09-29}}</ref> Sedangkan menurut [[Hikayat Banjar]], sejak masa kekuasaan [[Maharaja Suryanata]]/Raden Aria Gegombak [[Janggala]] [[Rajasa]], pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (Banjar Hindu), Sambas merupakan salah satu '''tanah yang di bawah angin''' (= negeri di sebelah barat) yang menyerahkan [[upeti]]. Dalam Hikayat Banjar, penguasa Sambas disebut [[Raja Sambas]] demikian juga penguasa Sukadana disebut [[Raja Sukadana]] sementara daerah Kota Waringin, Pasir dan Berau penguasanya disebut ''orang besar''. Jika berada di pusat [[keraton Banjar]] maka Raja Sambas disebut ''Dipati Sambas/Pangeran Adipati Sambas'' dan Raja Sukadana disebut ''Dipati Sukadana/Pangeran Adipati Sukadana'' yang dianggap sebagai raja bawahanan dari [[Sultan Banjar]] yang bertindak sebagai pemerintah pusat. Saat itu raja-raja di Kalimantan masih setaraf [[Panembahan]] atau [[Pangeran Adipati]] dan belum ada yang bergelar Sultan, kecuali [[Sultan Brunei]] dan [[Sultan Banjar]]. Pada masa pemerintahan [[Sultan Banjar]] ke-4 Marhum Panembahan/Sultan [[Mustainbillah]] yang berkuasa tahun [[1595]]-[[1642]], setelah mengutus Kiai Martasura ke Makassar untuk bertemu [[Karaeng Pattingalloang]], maka kira-kira antara tahun 1638-1640, seorang raja Sambas (Ratu Timbang Paseban Pangeran Adipati Sambas) telah datang ke [[Kesultanan Banjar]] untuk mempersembahkan upeti berupa dua biji [[intan]] dan barang-barang lainnya. Intan yang satu ada sedikit bercak kotor ukurannya sebesar buah tanjung dinamakan '''Si Giwang''', sedangkan yang sebuah lagi berukuran sebesar telur burung dara dinamakan '''Si Misim'''. Sejak saat itulah Sambas tidak lagi disuruh menyerahkan upeti tiap-tiap tahun, tetapi hanya jika saat-saat Sultan Banjar menyuruh mengirimkan barang yang dikehendakinya maka jangan tidak dicarikan barang tersebut. Selanjutnya intan Si Misim dipersembahkan oleh Marhum Panembahan/Sultan Mustainbillah kepada raja Mataram Islam [[Sultan Agung]]<ref name="hikayat banjar"/>. Tahun 1546 raja Demak Sultan Trenggono mangkat. Ia telah berjasa menolong Sultan Suriansyah mendirikan Kesultanan Banjar. Sejak runtuhnya Demak, Sultan Banjarmasin melepaskan diri dan tidak pernah lagi mengirim upeti kepada pemerintahan Jawa berikutnya. Pada masa Sultan Hidayatullah I (ayah Marhum Panembahan), Mataram menyerang Banjarmasin dan menawan putra mahkota Ratu Bagus di Tuban. Sejak itu hubungan Mataram dan Banjarmasin mengalami ketegangan. Namun sejak tahun 1637 hubungan Banjarmasin dan Mataram membaik dan Ratu Bagus dibebaskan dari tawanan. Maka tibalah di pelabuhan Jepara pada bulan Oktober tahun 1641 utusan Marhum Panembahan mengirim persembahan (hadiah/bukan upeti) berupa intan Si Misim (upeti dari raja Sambas dahulu) dan barang lainnya seperti lada, rotan, tudung dan lilin. Sebagai utusan anandanya sendiri yang dilahirkan dari selir seorang Jawa yaitu [[Rakyatullah dari Banjar|Pangeran Dipati Tapesana]] beserta [[mangkubumi]] [[Kiai Tumenggung Raksanagara]] dan seorang menteri Kiai Narangbaya disertai dua ratus pengiring (menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin) atau lima ratus pengiring menurut sumber Jawa.<ref>http://suluhbanjar.blogspot.co.id/2010/11/kerajaan-banjar-dalam-dimensi-sejarah.html</ref>
 
=== Abad XIV ===
Baris 239:
Semua data yang dijelaskan di atas adalah untuk masa Kerajaan Sambas hindu sedangkan setelah masa '''Kerajaan Sambas hindu''' ini dilanjutkan dengan masa '''Panembahan Sambas hindu''' yang '''berbeda keturunan (Dinasti / Nasab)''' dengan Kerajaan Sambas hindu itu, setelah masa Panembahan Sambas hindu itu dilanjutkan lagi masa pemerintahan '''Kesultanan Sambas''' dimana Kesultanan Sambas ini berbeda keturunan (Dinasti / Nasab) dengan Kerajaan Sambas hindu maupun Panembahan Sambas hindu, tetapi masih berkerabat, karena pendiri Kesultanan Sambas merupakan menantu di kerajaan Panembahan Ratu Sambas. Masa Pemerintahan '''Kesultanan Sambas''' inilah yang datanya jauh lebih jelas dan lengkap dibandingkan dengan masa-masa Kerajaan-Kerajaan Sambas sebelumnya. '''Keturunan dari Raja-Raja Kerajaan Sambas hindu dan Panembahan Sambas hindu telah hilang jejaknya, yang ada sekarang sebagai keturunan Kerajaan Sambas adalah dari Raja-Raja Kesultanan Sambas yang berkembang luas hingga sekarang ini'''. Jadi Kerajaan Sambas yang dimaksudkan masyarakat saat ini adalah Kesultanan Sambas, bukan Kerajaan Sambas hindu atau Panembahan Sambas hindu dimana data-data yang disebutkan di atas alinea ini adalah untuk masa '''Kerajaan Sambas hindu''' dan '''Panembahan Sambas hindu''', bukan untuk '''Kesultanan Sambas''' yang ada sekarang. Kesultanan Sambas itu tidak sama dengan Kerajaan Sambas yang dibahas pada halaman ini, Kerajaan Sambas itu adalah Kerajaan yang ada di wilayah Sungai Sambas sebelum berdirinya Kesultanan Sambas. Luas wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas itu tidak sebesar wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas. Sedangkan yang ditunjukkan pada peta awal halaman ini adalah bukan wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas tetapi adalah wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas.
 
Sedangkan pada masa pemerintahannya, '''Kesultanan Sambas yang berdiri sejak tahun sekitar tahunn 1675 M, tidak pernah tunduk / bernaung kepada pihak-pihak kekuasaan manapun baik itu Kerajaan lainnya di Nusantara ini ataupun pihak KolonoalKolonial Eropa hingga kemudian pada masa Sultan Sambas ke-10 yaitu Sultan Umar Akamaddin III (tahun 1831 M)''', kekuasaan Kolonial Hindia Belanda mulai memengaruhi pemerintahan Kesultanan Sambas hingga masa kemerdekaan RI.
 
Bahkan '''Kesultanan Sambas''' sempat menjadi '''Kerajaan terbesar''' di wilayah Kalimantan Barat selama sekitar '''100 tahun''' yaitu dari awal abad ke-18 (tahun 17-an) hingga awal abad ke-19 (tahun 18-an), baru kemudian setelah Hindia Belanda mulai berkuasa di wilayah Kalimantan Barat, '''Kejayaan Kesultanan Sambas''' mulai meredup dan kemudian kebesaran Kesultanan Sambas itu digantikan oleh '''Kesultanan Pontianak.'''.<ref>{{factCite web|title=Kerajaan Pontianak|url=https://www.abhiseva.id/2020/04/kerajaan-pontianak.html|website=MANDALA SEJARAH|access-date=2020-09-29}}</ref>
 
Peta wilayah yang ditunjukkan di awal halaman ini adalah batas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas dari masa Sultan Sambas ke-4 yaitu Sultan Abubakar Kamaluddin (1730) hingga berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950. Bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas tersebut diatas kemudian pada tahun 1956 dijadikan sebagai wilayah Kabupaten Sambas yang berlangsung selama sekitar 44 tahun hingga kemudian pada tahun 2000 wilayah Kabupaten Sambas itu dimekarkan menjadi 2 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang seperti yang ada sekarang (2012. Jadi bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas sekarang menjadi wilayah dari 2 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas yang sejak berpuluh tahun oleh masyarakat di wilayah ini di kenal dengan sebutan populer yaitu "SINGBEBAS" singkatan dari Singkawang, Bengakayang dan Sambas wilayah-wilayah inilah yang dahulu merupakan wilayah kekuasaan KESULTANAN SAMBAS. (Sumber: '''1. Arsip Nasional RI, Jakarta, 2. Silsilah Kesultanan Sambas, 3. Berita Daerah Provinsi Kalimantan Barat tahun 1956''')