Kesultanan Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 307:
[[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Hanyaraka Kusuma]] dari Mataram sangat menghormati Pangeran Mas sebagai gurunya ([[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Hanyaraka Kusuma]] dikatakan sebagai salah satu murid kesayangan Pangeran Mas<ref name=disporbudpar1>[http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/2015/10/26/riwayat-berdirinya-keraton-keraton-di-cirebon/ | Tim Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata Kota Cirebon. 2015. Riwayat Berdirinya Keraton-Keraton di Cirebon. [[kota Cirebon|Cirebon]]: Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata Kota Cirebon]</ref>), hal tersebut tidak lain adalah pesan dari [[Danang Sutawijaya]] Sultan Mataram pertama yang berpesan kepada keturunannya agar selalu menjaga hubungan baik dengan [[Cirebon]].
Pada tahun 1614 ketika [[Pieter Both|Gubernur Jendral Pieter Both]] berkuasa di Hindia Belanda, Belanda mengirimkan utusan ke Mataram, rombongan dipimpin oleh Jan Piterszoon Coen (yang kelak menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tahun 1619). Mataram pada masa itu diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645), kepada utusan Belanda ini Sultan Agung menyampaikan klaim sepihak bahwa seluruh wilayah pulau Jawa bagian barat adalah wilayah Mataram kecuali wilayah [[kesultanan Banten]] dan kesultanan Cirebon.<ref>Surianingrat, Bayu. 1983. Sejarah Kabupaten I Bhumi Sumedang 1550 – 1950.</ref><ref name=":0">Muhsin Z. Mumuh. 2008. Sumedang Pada Masa Pengaruh Kesultanan Mataram (1601-1706). Bandung: Universitas Padjadjaran</ref>
[[Rijcklof van Goens|Rijckloff Volckertsz van Goens]] Gubernur Jendral Hindia Belanda periode 1678 - 1681 menyatakan bahwa utusan ''[[Vereenigde Oostindische Compagnie]]'' (VOC) telah lima kali ditugaskan ke Mataram pada periode sekitar tahun 1648 - 1654. Sejak zaman [[Danang Sutawijaya]] (teman Pangeran Mas Zainul Arifin), sudah dipelihara hubungan yang erat dalam suasana perdamaian (''groote correspon-dentie on foede vreede''), sebelum [[Danang Sutawijaya]] wafat ia telah berpesan pula kepada putranya agar tetap memelihara hubungan baik dengan [[Cirebon]], [[Rijcklof van Goens|Rijckloff Volckertsz van Goens]] berpendapat bahwa hal tersebut dimungkinkan karena [[Cirebon]] dianggap suci” (''guansuis, omdat den Cheribonder voor hem’t geloof hadde aengenoomen ende een heilige man was'').<ref>de Graaf, Hermanus Johannes. 1954. De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga, Leiden: KITLV</ref>
Baris 404:
==== Lepasnya Karawang kepada Belanda ====
Sepeninggal [[sultan Agung dari Mataram|sultan Agung Hanyaraka Kusuma]] dari Mataram, penerusnya yaitu Amangkurat I bersikap lebih lunak kepada Belanda, perjanjian antara keduanya untuk saling membantu pun dilakukan, pada masa pemberontakan Trunojoyo, Mataram meminta bantuan Belanda untuk memadamkannya, Belanda yang diwakili Admiral Speelman (yang dikemudian hari menjadi [[Cornelis Speelman|Gubernur Jendral Cornelis Speelman]]) melalui Syahbandar Jepara yaitu Wangsadipa mengajukan syarat yaitu perluasan wilayah kekuasaan Belanda hingga sungai Cipunegara (di bagian utara) terus menyusuri ke selatan hingga bertemu laut. Syarat tersebut dibawa oleh residen James Cooper<ref name=":0" /> pada tanggal 4 Maret 1677 dan diterima oleh sultan Mataram, [[Amangkurat I]] dan putranya (beberapa bulan sebelum Trunojoyo merebut ibu kota Mataram tanggal 28 Juni 1677 dan membebaskan putra-putra pangeran Girilaya yang ditahan oleh Mataram yaitu Martawijaya dan Kartawijaya).<ref name=disporbudpar1/>
Syarat tersebut kemudian disetujui oleh Amangkurat I walau wilayah yang diminta sebagiannya adalah milik kesultanan Cirebon yaitu wilayah Karawang atau sebagian masyarakat mengenalnya dengan Rangkas Sumedang (wilayah antara sungai Citarum dan Cibeet hingga sungai Cipunegara yang sekarang menjadi [[kabupaten Karawang]], [[kabupaten Purwakarta]] dan [[kabupaten Subang]]), para pangeran Cirebon ditahan sebagai garansi Cirebon mau melepaskan wilayah pesisir bagian baratnya untuk Belanda.<ref name=disporbudpar1/>
Baris 411:
Posisi Cirebon yang sedang lemah pada saat itu ditambah dengan kosongnya kursi sultan dan hanya diisi oleh seorang wali sultan saja membuat kesultanan Cirebon belum bisa merebut kembali wilayah Karawang yang direbut Belanda secara ilegal dan paksa dengan bantuan [[Amangkurat I]] dari Mataram, sehingga ketika kedua pangeran Cirebon kembali dari Banten dan mewarisi kesultanan Cirebon dengan nama [[Kasepuhan]] dan [[Kanoman]] mereka mewarisi wilayahnya yang telah dikurangi wilayah Karawang yang diambil paksa tersebut, sehingga wilayah kekuasaan kesultanan Cirebon paling barat ialah wilayah [[Kandanghaur, Indramayu|Kandang Haur]] dan sekitarnya hingga batas sungai Cipunegara.
===== Pangeran Kusumahdinata IV (Rangga Gempol III) dari Sumedang melakukan klaim terhadap Karawang =====
Pangeran Kusumahdinata IV dari Sumedang bercita-cita untuk menguasai kembali wilayah kerajaan Sumedang Larang seperti klaim yang pernah dilakukan oleh leluhurnya yakni Pangeran Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) bin Raden Sholeh. Pangeran Kusumahdinata IV beranggapan bahwa perjanjian antara Amangkurat I dan [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dengan perantara James Cooper<ref name=":0" /> pada Maret 1677 menandakan bahwa Mataram sudah mulai menurun kekuatannya.<ref name=":0" />, untuk mewujudkan cita-citanya, Pangeran Kusumahdinata IV memulai serangannya ke wilayah Karawang, wilayah pertama yang diserang adalah wilayah [[Pamanukan, Subang|Pamanukan]] kemudian Pangeran Kusumahdinata IV menyerang [[Ciasem, Subang|Ciasem]] lalu ke [[Ciparagejaya, Tempuran, Karawang|Ciparage]].
pada wilayah [[Ciparagejaya, Tempuran, Karawang|Ciparage]] Pangeran Kusumahdinata IV menempatkan pasukannya guna persiapan menyerang [[Karawang Barat, Karawang|Karawang]].
===== Belanda mengirimkan utusan ke Karawang =====
|