Pengguna:Alamnirvana/Pangeran Putra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up
Baris 66:
PANOEMBAHAN GIERIE KASOEMA, PANGERAN DARI LAGA, GIERIE DAN SUKADANA, RAJA KE DELAPAN
 
Ayahanda Giri Kasuma adalah Panoembahan Di baruh sungai Matan. Selama masa pemerintahannya, seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pada tanggal 13 Maret tahun 1604 orang Belanda pertama, yang dipimpin oleh WYBRAND VAN WARWYK, datang ke Kepulauan Karimata, dari sana mereka mengirim sekoci ke Sukadana, untuk melaporkan perdagangan di untuk menang.
 
Pada 12 Januari 1607, CALL menerima perintah untuk pergi dari Banten ke Sukadana dan berdagang intan. Pada tanggal 22 Juni tahun yang sama, SAMUEL BLOMMAERTZ berangkat ke sana dan kembali dari sana pada tanggal 13 Juli ke Banten. Pada masa GIERIE KASOEMA ini, diharapkan orang Dayak sipak menemukan intan besar Matan, Segima, dan memberikannya sebagai hadiah kepada Pangeran. Namun, tidak ada satupun pegawai negeri Belanda yang peduli dengan perdagangan intan di sini yang memberikan pemberitahuan tentang Matan.
Baris 134:
 
XIV. Muhammad Jamaluddin, Sultan dari Matan.
Selain perang melawan ayahnya, ENDRA LAYA, yang muncul dengan menghasut ibu tirinya, di masa depan ia memiliki lebih banyak lagi serangan terhadap saudara tirinya, Pangeran MangkoeRAT membanjiri INDA, yang berusaha untuk menjatuhkannya; tapi keberuntungan tetap bersama senjata para sultan sampai saudara tirinya akhirnya meninggal pada tahun 1817. Namun putranya, Pangeran Abr MANGKoeRAT, yang menikah dengan putri JAMALubIN, belum juga melepaskan tuntutannya atas tahta Matan dan sering berusaha merebutnya
 
Sejak jatuhnya Succadana , semua tempat lain di sepanjang muara berbagai sungai di pantai barat , dan khususnya di embun Manusia , juga telah ditinggalkan oleh penduduknya. Golongan laki-laki yang tadinya menangkap ikan dan berdagang itu sekarang jatuh ke dalam pembajakan, dan karena tanah itu tidak berpenghuni di sepanjang pantai, sejumlah perampok asing menetap di sana, membuat kesamaan dengan orang-orang Matan. dan sering dipelihara dan dibantu oleh Pangeran sendiri. The Sultan of Sambas, Pontianak dan Matanperampok ini sering dipanggil untuk membantu perang mereka dan menerima mereka sebagai bayaran. Dengan demikian, akhirnya para Pangeran dan bangsa jatuh ke dalam kondisi yang tidak menguntungkan yang sama buruknya bagi mereka seperti halnya perdagangan, terutama di Jawa, dan membahayakan kehidupan dan kebebasan semua bangsa yang mengarungi lautan ini, sampai akhirnya. pembentukan pemerintah kita di pantai ini telah menghasilkan perubahan yang menguntungkan di dalamnya.
Baris 140:
== Pangeran Putra dalam Hikayat Banjar ==
 
Raja Kotawaringin Ratu Bagawan Pangeran Dipati Anta-Kasuma telah membuat perhubungan dengan seorang Pangeran dari Matan, putera dari '''Ratu Bagus Sukadana'''/'''Ratu Mas Jaintan'''/'''Putri Bunku''' dan '''Dipati Sukadana'''/'''Penembahan Giri Kusuma''' dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Sukadana/Tanjungpura]], Raja Matan Sukadana, yaitu '''Moerong Giri Moestapha''' <ref name="Pijnappel"/> (= '''Sultan Muhammad Syafiuddin''' 1623/7-1677) atau di dalam Hikayat Banjar disebut '''Raden Saradewa''' <ref name="hikayat banjar"/> yang telah meminang puteri Pangeran Dipati Anta-Kasuma yaitu Putri Gelang (= Dayang Gilang) untuk dirinya . Baginda dianugerahkan daerah Jelai yang sebelumnya telah ditaklukan oleh Kotawaringin sebagai hadiah perkawinan. Perkawinan tersebut dilaksanakan di Martapura. Dengan adanya perkawinan tersebut maka Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV) mengatakan bahwa Dipati Sukadana tidak perlu lagi mengirim upeti setiap tahun seperti zaman dahulu kala kepadanya karena sudah diberikan kepada cucunya Putri Gelang dan jikakalau ia beranak sampai ke anak cucunya. Selepas itu Dipati Ngganding diperintahkan diam di Kotawaringin. Putri Gelang wafat setelah 40 hari melahirkan puteranya. Raden Saradewa pulang ke Sukadana, sedangkan bayi yang dilahirkan Putri Gelang kemudian tinggal dengan Pangeran Dipati Anta-Kasuma di [[Martapura]] kemudian dinamai '''Raden Buyut Kasuma Matan'''/'''Pangeran Putra''' (= ayah Sultan Muhammad Zainuddin I?) oleh Marhum Panembahan, yang merupakan salah satu dari tiga cicitnya yang diberi nama ''buyut'', karena ketika itulah Marhum Panembahan pertama kali memiliki tiga orang [[cicit]], yang dalam [[bahasa Banjar]] disebut ''buyut''. Raden Buyut Kasuma Matan saudara sepersusuan dengan Raden Buyut Kasuma Banjar putera Raden Kasuma Taruna (= Pangeran Dipati Kasuma Mandura)<ref name="Pijnappel">J. Pijnappel Gzn; Beschrijving van het Westeli jike gedeelte van de Zuid-en Ooster-afdeeling van Borneo (disimpul daripada empat laporan oleh Von Gaffron, 1953, BK 17 (1860), hlm 267 ff.</ref><ref name="Beschrijvinghikayat 1854banjar">{{cite book
| authorlink= Johannes Jacobus Ras
| firts= Johannes Jacobus
| last= Ras
| title= ''[[Hikayat Banjar]]''
| translater= Siti Hawa Salleh
| location= Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]]
| publisher= Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka
| year= 1990
| language= ms
| isbn= 9789836212405
}} ISBN 983-62-1240-X</ref><ref name="Beschrijving 1854">{{cite book
| lang= nl
| pages= 280
Baris 149 ⟶ 160:
| year= 1854
| publisher=
}}</ref>
<ref name="Bijdragen 1860">{{cite book
| lang= nl
| pages= 280
Baris 159 ⟶ 171:
| publisher= M. Nijhoff
}}</ref>
<ref name="hikayat banjar">{{cite book
| authorlink= Johannes Jacobus Ras
| firts= Johannes Jacobus
| last= Ras
| title= ''[[Hikayat Banjar]]''
| translater= Siti Hawa Salleh
| location= Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]]
| publisher= Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka
| year= 1990
| language= ms
| isbn= 9789836212405
}} ISBN 983-62-1240-X</ref>
 
[[Hikayat Banjar]]-Kotawaringin halaman 347 menyebutkan:<br>
 
{{cquote|"Sudah kemudian itu maka anak Ratu Bagus di Sukadana, namanya Raden Saradewa itu, diperisterikan lawan Putri Gilang, anak Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu.........sudah itu maka pangandika Marhum Panambahan, semasa ini anak Dipati Sukadana itu tiada lagi kupintai upati lagi seperti tatkala zaman dahulu itu. Sekaliannya upati Sukadana itu sudah kuberikan arah cucuku Si Dayang Gilang itu, jikalau ia beranak sampai kepada anak-cucunya itu. Hanya kalau ada barang kehendakku itu, aku menyuruh"....
Baris 183:
 
{{reflist}}
 
 
[[Kategori:Sejarah Kalimantan]]