Samudramantana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[File:Churning of the ocean - Manthan.jpg|jmpl|Ilustrasi Samudaramantana dari ''[[Razmnama]]'', [[abad ke-16]].]]
[[Berkas:Sagar Manthan.jpg|jmpl|ka|280px|Lukisan India menggambarkan Sagaramantana]]
'''Samudramantana''' {{Sanskerta|समुद्रमन्थन|Samudramanthana}} atau '''Ksirasagaramantana''' {{Sanskerta|क्षीरसागरमन्थन|Kṣirasāgaramanthana}} merupakan salah satu cerita [[mitos]] [[agama Hindu]] yang tercatat dalam beberapa kitab-kitab ''[[Purana]]'', serta tersisipkan di dalam naskah ''[[Adiparwa]]'', kumpulan pertama dari [[astadasaparwa|18 kitab]] ''[[Mahabharata]]''. ''Samudramanthana'' merupakan istilah [[bahasa Sanskerta]] yang secara [[harfiah]] berarti "pengadukan [[samudra]]", sedangkan ''Kṣirasāgaramanthana'' berarti "pengadukan lautan [[susu]]" (''[[ksirasagara|kṣirasāgara]]'' adalah nama lautan susu dalam [[mitologi Hindu]]).<ref>D. Dennis Hudson: The body of God: an emperor's palace for Krishna in eighth-century Kanchipuram, Oxford University Press US, 2008, {{ISBN|978-0-19-536922-9}}, pp.164-168</ref>
 
Berdasarkan salah satu sumbernya, yaitu kitab ''[[Mahabharata]]'', maka dapat diketahui bahwa cerita ini berlatar belakang agama Hindu dan merupakan bagian dari pengaruh kebudayaan yang diadopsi dari [[India]]. Kisah ini menguraikan upaya para [[dewa (Hindu)|dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa|raksasa]], [[detya]], [[danawa]]) dalam memperoleh air keabadian, atau "tirta [[amerta]]" dari pengadukan [[ksirasagara|samudra susu]], melalui proses yang mirip dengan cara pembuatan [[mentega]] tradisional, yaitu mengaduk-aduk cairan krim [[susu]].
Baris 9:
[[File:Vishnu_and_Lakshmi_on_Shesha_Naga,_ca_1870.jpg|jmpl|Lukisan [[Wisnu]] dan [[Laksmi]] bersantai di tubuh [[nāga]] [[Sesa]], di tengah [[Ksirasagara]]. Lukisan tahun 1870-an.]]
=== Latar belakang ===
Menurut [[agama Hindu|kepercayaan Hindu]], kisah Samudramantana terjadi di "[[Ksirasagara]]" (lautan susu), suatu tempat dalam [[kosmologi Hindu]] yang mengelilingi benua Kraunca (''Krauncadwipa'').<ref>D. Dennis Hudson: The body of God: an emperor's palace for Krishna in eighth-century Kanchipuram, Oxford University Press US, 2008, {{ISBN|978-0-19-536922-9}}, pp.164-168</ref> Kisah ini berawal dari perseteruan para [[dewa (Hindu)|dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa|raksasa]], [[detya]], [[danawa]]) untuk memperoleh air suci "tirta [[amerta]]" yang dapat memberikan keabadian bagi siapa saja yang meminumnya. [[Wisnu]] menyarankan para dewa dan asura agar mereka bekerja sama untuk mendapatkan amerta, alih-alih berseteru. Ia pun memimpin kaum dewa dan asura untuk melilitkan [[nāga]] raksasa [[Wasuki|Basuki]] pada [[gunung MeruMandara]], lalu memindahkan gunung tersebut ke samudra, sebagai tongkat pengaduk. Supaya gunung MeruMandara tidak tenggelam, maka Wisnu berubah wujud menjadi [[Kurma (awatara)|Kurma]], yaitu kura-kura raksasa untuk menopang gunung MeruMandara. Wisnu memerintahkan para asura untuk memegang bagian pangkal tubuh Basuki, sementara para dewa memegang bagian ekornya. Akibatnya para asura terkena bisa yang keluar dari mulut Basuki. Meskipun demikian, para dewa maupun para asura tetap bekerja sama menarik tubuh Basuki dengan gerakan seperti menarik tambang, untuk menggoyang gunung MeruMandara, sehingga samudra susu teraduk.
 
Dari dalam adukan ini muncullah racun berbahaya yang disebut [[Halahala]]. Racun ini demikian berbahaya sehingga dapat memusnahkan alam semesta. Wisnu membujuk [[Siwa]] untuk membantu, maka Siwa menelan racun ini dan menyelamatkan jagat raya. Istri Siwa, yaitu [[Parwati]] membantu menekan leher Siwa agar racun tidak lolos keluar. Karena hal itu, leher Siwa berubah menjadi biru, sehingga muncul julukan Siwa sebagai ''Nilakanta'' (dari bahasa Sanskerta: ''nila''= biru; ''kantha''= leher).
 
=== Hasil pengadukan ===
[[File:Samudramanthan.jpg|jmpl|ka|Lukisan Samudramantana dari [[India]], sekitar [[abad ke-19]].]]
Dari adukan Samudramantana tersebut muncullah beberapa harta benda berharga (dalam [[bahasa Sanskerta]] disebut ''ratna'' atau "permata"), yaitu:
[[Berkas:Sagar Manthan.jpg|jmpl|ka|280px|Lukisan India menggambarkan Sagaramantana, beserta objek yang dihasilkan dari pengadukan lautan susu.]]
Dari adukan Samudramantana tersebut muncullah beberapa harta benda berharga (dalam [[bahasa Sanskerta]] disebut ''ratna'' atau "permata"), yaitu:<ref name="vp">{{cite book|last=Wilson|first=Horace Hayman |authorlink=Horace Hayman Wilson|title=The Vishnu Purana|url=http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp044.htm#fr_236|year=1840}}</ref>
* [[Laksmi]]: dewi keberuntungan dan kekayaan, yang akhirnya menerima Wisnu sebagai suaminya.
* [[Apsara]]: golongan [[bidadari]] seperti [[Ramba]], [[Menaka]], Punjistala, [[Urwasi]], [[Tilotama]], dan lain-lain, yang memilih para [[dewata]] sebagai pasangannya.
Baris 25 ⟶ 27:
 
Selain itu, diperoleh pula tiga benda berharga:
* [[KaustubhaKostuba]]: permata paling berharga di dunia, dikenakan oleh Wisnu di mahkotanya.
* [[Parijata]]: pohon berbunga abadi, dibawa ke Indraloka oleh para dewa.
* Busur[[Sarangga]]: busur yang sangat kuat, melambangkan semangat tempurdiberikan parakepada asuraWisnu.
 
Hasil adukan lainnya yang dihasilkan antara lain:
* [[Candra]]: bulan yang kemudian menghiasi kepala Siwa.
* [[Dhanwantari]]: tabib para dewa yang membawa air keabadian "tirta [[amerta]]".
* [[Halahala]]: racun berbahaya yang dihirup Siwa.
 
Daftar ''ratna'' atau benda berharga juga berbeda-beda menurut beberapa versi ''[[Purana]]'', ''[[Ramayana]]'', dan ''[[Mahabharata]]''. Beberapa benda berharga menurut versi lainnya yaitu:
* [[Sangkakala|SankhaSangka]]: terompet kerang Wisnu.
* [[JyesthaJyesta]]: dewi kemalangan.
* JeratPayung yang diambil dewa [[Baruna]].
* Anting yang diberikan kepada [[Aditi]] oleh Indra, putranya.
* Pohon ajaib [[Kalpawreksa]] atau [[Kalpataru]].
* Nidra, binatang seperti [[kungkang]].
 
Hasil adukan lainnya yang dihasilkandiperoleh antara lain:
* [[Halahala]]: racun berbahaya yang dihirup Siwa.
* [[Candra]]: bulan yang kemudian menghiasi kepala Siwa.
* [[Dhanwantari]]: tabib para dewa yang membawa air keabadian "tirta [[amerta]]".
 
=== Perolehan amerta ===
[[File:Mohini_Samudra_manthan.jpg|jmpl|Mohini (tengah) membagikan amerta kepada para dewa (kiri), sementara para asura (kanan) menanti dengan tidak sabar. ]]
Hasil akhir pengadukan lautan susu adalah [[Dhanwantari]], tabib para dewa yang muncul sambil membawa [[kendi]] berisi tirta [[amerta]]. Akhirnya, muncul perseteruan kembali antara para dewa dan asura demi memperebutkan amerta. Untuk melindungi amerta, [[Garuda]] pun mengamankannya dengan cara membawanya terbang jauh dari para dewa dan asura. Para dewa memohon kepada Wisnu untuk menyelesaikan perkara. Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi wanita cantik bernama [[Mohini]], yang mempesona para asura. Lalu ia mengambil amerta dan membagikannya terlebih dahulu kepada para dewa. Asura yang bernama [[Swarbanu]] beralih rupa menjadi dewa agar mendapat jatah amerta. Karena memiliki pandangan yang terang dan jeli, Dewa [[Surya (dewa)|Surya]] dan Dewa [[Candra]] mengetahui perbuatan asura tersebut. Mereka segera memberi tahu Mohini tepat sebelum Swarbanu berhasil menenggak amerta. Mohini pun memenggal Swarbanu dengan [[cakram|cakra]]. Namun amerta berhasil menyentuh kerongkongan Swarbanu sehingga kepala asura tersebut masih dapat bertahan hidup. Sejak saat itu, kepalanya disebut [[Rahu]], sedangkan badannya disebut [[Ketu]].<ref>[http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01020.htm ''Mahabharata'', Adi Parva, Section 19.]</ref>
 
Akhir cerita mengisahkan para dewa—yang telah meminum amerta—berhasil mengalahkan para asura. Sementara itu, Rahu menelan Candra dan Surya pada saat tertentu. Karena Rahu tidak memiliki badan, maka Candra dan Surya lolos kembali setelah melewati kerongkongannya. Proses tersebut menyebabkan terjadinya gerhana.
 
== Samudramantana di Indonesia ==
[[Berkas:Replika_Samudramanthana.JPG|jmpl|200px|Replika SamuderamantanaSamudramantana di [[Museum Trowulan]].]]
Kisah iniSamudramantana telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung budayakebudayaan Hindu di [[Indonesia]] pada waktu[[Sejarah ituNusantara denganpada era kerajaan Hindu-Buddha|era kerajaan Hindu-Buddha]]. Hal itu diketahui telahdari disalinnyapenyalinan kisah ini ke dalam bahasa Jawa Kuno (''dijawakan'') semenjak zaman [[Dharmawangsa Teguh]], Raja [[Mataram Hindu]] yang memerintah pada sekitar tahun 991 M-1016M–1016 M.<ref name="buku"> Marwati Djoened, Poesponegoro, ed. Sejarah Nasional Indonesia, Jil. II, ed.4; Cet 5, Jakarta: Balai Pustaka. 1984. hlm. 255.</ref>

Masyarakat [[Jawa Kuno]] telah menganggap cerita ini sebagai cerita Jawa Kuno asli, dan segala sesuatunya tentang cerita ini dianggap terjadi di tanah [[Jawa]]. Keadaan ini sebenarnya disebabkan oleh kebijaksanaan dan kecerdasan dari para sastrawan yang telah mampu memindahkan alam pikiran para pembaca dan pendengarnya dari suasana [[India]] menjadi suasana [[Jawa]] asli. Inti dari cerita ini adalah pengadukan [[Samuderasamudra]] yang dilakukan oleh para dewa dan raksasa untuk mendapatkan air [[amerta]] (air suci).<ref name="jurnal ilmiah"> Siti Maziyah. “Sumbangan Cerita Samuderamathana Terhadap Pemahaman Arti Air Penghidupan Pada Masyarakat Jawa Kuno”, dalam Jurnal Citra Lekha, Volume IV, Nomor 1, Februari 2001, hal. 16, Semarang.</ref>
 
== Galeri ==
<gallery widths=240 heights=180>
Awatoceanofmilk01.JPG|Pengadukan Samudramantana ditampilkan dalam relief di [[Angkor Wat]], [[Kamboja]]. [[Wisnu]] ditampilkan di tengah, awataranya[[awatara]]nya berwujud kura-kura raksasa ([[Kurma]]) di bawahnya, sementara [[asura]] di kiri dan [[dewa (Hindu )|dewa]] di kanan menarik tubuh naga [[Wasuki|Basuki]].
 
Samudrala_churning.JPG|Patung Samudramantana di [[bandara Suwarnabhumi]] di [[Bangkok]], [[Thailand]].