Peristiwa Merah Putih (Manado): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Peristiwa Merah Putih di Manado''' merupakan peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado pada tanggal 14 Februari 1946...'
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Peristiwa Merah Putih di Manado''' merupakan peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, [[Kota Manado|Manado]] pada tanggal 14 Februari 1946. Berbagai himpunan rakyat di [[Sulawesi Utara]], meliputi pasukan [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]] dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa kepada pemerintahan rakyat Sulawesi Utara yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Peristiwa tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaannya serta menolak atas provokasi tentara Belanda yang menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau [[Sumatra|Sumatera]] dan [[Jawa]] semata.{{Sfn|Tim penyusun Ganesha Operation|2019|p=91}}<ref name=":0">{{Cite web|date=2020-02-13|title=Charlis Choesj Taulu, Pejuang Merah Putih 14 Februari 1946|url=https://beritamanado.com/charlis-choesj-taulu-pejuang-merah-putih-14-februari-1946/|website=BeritaManado.com: Berita Terkini Manado, Sulawesi Utara|language=id-ID|access-date=2020-10-28}}</ref>
 
== Deskripsi ==
Berita prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945.{{Sfn|Wenas|2007|p=56}} Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya. Namun kedatangan [[Tentara Sekutu|tentara sekutu]] bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara terutama Manado. Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan. Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh tentara Belanda.<ref>{{Cite web|title=Peristiwa Merah Putih (14 Februari 1946), Perlawanan Rakyat Mando Terhadap Penjajah|url=https://video.tribunnews.com/view/91173/peristiwa-merah-putih-14-februari-1946-perlawanan-rakyat-mando-terhadap-penjajah|website=Tribun Video|language=id-ID|access-date=2020-10-28}}</ref>
[[Berkas:B.W. Lapian.jpg|jmpl|B. W. Lapian salah satu tokoh politisi yang ikut berperan dalam peristiwa merah putih di Manado]]
 
Letnan Kolonel [[Charles Choesj Taulu]], seorang pemimpin dikalangan militer bersama Sersan S.D. Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil, [[B.W. Lapian|Bernard Wilhelm Lapian]]. Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, Namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda termasuk Charles C Taulu dan S.D. Wuisan.<ref name=":0" /> Akibatnya pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan kepada komando [[Mambi Runtukahu]] yang memimpin anggota KNIL dari orang Minahasa. Bersama rakyat Manado mereka berhasil membebaskan Charlis Choesj Taulu, Wim Tamburian, serta beberapa pimpinan lainnya yang ditawan.{{Sfn|Wenas|2007|p=57}} Puncak penyerbuan tersebut ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang awalnya berwarna merah, putih, dan biru menjadi merah dan putih lalu dikibarkan diatas gedung markas Belanda. Mereka juga berhasil menahan pimpinan pasukan Belanda diantaranya adalah pimpinan tangsi militer Letnan [[Verwaayen]], pemimpin garnisun Manado Kapten Blom, komandan KNIL Sulawesi Utara Letnan Kolonel de Vries, dan seorang residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA.<ref>{{Cite web|date=2019-02-22|title=Peristiwa Merah Putih di Manado atau Hari Perjuangan Sulawesi Utara|url=http://ikpni.or.id/peristiwa-merah-putih-di-manado-atau-hari-perjuangan-sulawesi-utara/|website=IKPNI|language=en-US|access-date=2020-10-28}}</ref> Namun pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara.<ref>{{Cite journal|last=Sumolang|first=Steven|date=2010|title=Etnik Minahasa|url=https://books.google.co.id/books?id=UB-Rym4NxlsC&pg=PA7&lpg=PA7&dq=buku+peristiwa+14+februari+1946+di+manado&source=bl&ots=4pQ6x6-hEQ&sig=ACfU3U1QMD2eRdj1ry06eM2SH9Axmv3Uig&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiAos32qdbsAhXCSH0KHQDUAS44PBDoATACegQIAhAB#v=onepage&q=buku%20peristiwa%2014%20februari%201946%20di%20manado&f=false|journal=TABEA|volume=3|issue=|pages=7|doi=|issn=2087-6424}}</ref>
[[Berkas:HNLMS Piet Hein (full speed).jpg|jmpl|kapal perang Belanda Piet Hein sebagai tempat perundingan antara perwakilan dari Manado dengan tentara Belanda.]]
 
Namun padaPada awal Maret kapal perang Belanda, Piet Hein tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalyon. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan KNIL yang memihak pada Belanda. Kemudian pada tanggal 11 Maret, para pimpinan gerakan merah putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan, yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahan para pimpinan rakyat Sulawesi Utara. halHal tersebut merupakan siasat tentara Belanda agar dapat melemahkan pejuang rakyat dan mengambil alih kembali wilayah Sulawesi Utara.{{Sfn|Wenas|2007|p=58}}
 
{{Sedang ditulis}}
 
== Referensi ==