Degung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Perkembangan di luar negeri: bentuk baku |
k typo |
||
Baris 17:
Degung merupakan salah satu gamelan khas dan asli hasil kreativitas [[suku Sunda|masyarakat Sunda]]. Gamelan yang kini jumlahnya telah berkembang dengan pesat, diperkirakan awal perkembangannya sekitar akhir [[abad ke-18]]/awal [[abad ke-19]]. Jaap Kunst yang mendata gamelan di seluruh Pulau Jawa dalam bukunya Toonkunst van Java ([[1934]]) mencatat bahwa degung terdapat di Bandung (5 perangkat), [[Sumedang]] (3 perangkat), [[Cianjur]] (1 perangkat), [[Ciamis]] (1 perangkat), [[Keraton Kasepuhan Cirebon|Kasepuhan]] (1 perangkat), [[Keraton Kanoman Cirebon|Kanoman]] (1 perangkat), [[Darmaraja]] (1 perangkat), [[Banjar]] (1 perangkat), dan [[Singaparna]] (1 perangkat).
Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, [[Galuh|kerajaan Galuh]] misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama lagu-lagunya
Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa, yaitu bahwa kata “degung” berasal dari kata "''ngadeg''" (berdiri) dan “''agung''” (megah) atau “''pangagung''” (menak; bangsawan), yang mengandung pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat bangsawan. E. Sutisna, salah seorang nayaga Degung Parahyangan, menghubungkan kata “degung” dikarenakan gamelan ini dulu hanya dimiliki oleh para pangagung (bupati). Dalam literatur istilah “degung” pertama kali muncul tahun [[1879]], yaitu dalam kamus susunan H.J. Oosting. Kata "''De gong''" (gamelan, [[bahasa Belanda]]) dalam kamus ini mengandung pengertian “penclon-penclon yang digantung”.
|