Aswatama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ravi Armansyah (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Ashwatthama useswith NarayanastraVyasa.jpg
| Caption = Ilustrasi Aswatama menggunakan(kiri) senjatadan Narayanastra,Resi dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press[[Byasa]].
| Nama = Aswatama
| Devanagari = अश्वत्थामा
| Ejaan_Sanskerta = Aśvatthāmā
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Nama_lain = Aswataman, Droni, Droniyana, Acaryanandana, Acaryaputra
| Senjata = panah, [[Narayanastra]], [[Brahmastra]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'', ''[[Purana]]''
| Gelar = ''maharathi''
| Tempat = [[Hastinapura]]; [[Kerajaan Panchala|Panchala]]
| Kasta = brahmana-kesatria
| Golongan = [[ciranjiwinciranjiwi]]
| Ayah = [[Drona]]
| Ibu = Krepi
}}
Dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', '''Aswatama''' {{Sanskerta|अश्वत्थामा|Aśvatthāmā}} alias '''Droni''' {{Sanskerta|द्रौनि|Drauni}} adalah seorang [[brahmana]]-[[kesatria]], putra [[Drona]] dengan Krepi. ''Mahabharata'' menceritakannya sebagai putra kesayangan Drona. Dalam [[mitologi Hindu]], ia dikenal sebagai salah satu dari tujuh [[ciranjiwinciranjiwi]] (makhluk abadi), yang dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta, setelah melakukan pembunuhan terhadap lima putra [[Pandawa]] dan mencoba menggugurkan janin yang dikandung oleh [[Utari]], istri [[Abimanyu]].
 
''Mahabharata'' mendeskripsikan Aswatama sebagai lelaki bertubuh tinggi, dengan kulit gelap, bermata hitam, dan dilekati oleh sebuah permata di dahinya. Sebagaimana [[Bisma]], [[Drona]], [[Krepa]], [[Karna]], dan [[Arjuna]], ia merupakan seorang ahli ilmu perang dan dipandang sebagai salah satu kesatria ulung pada masanya.<ref>K M Ganguly(1883-1896)[http://www.sacred- texts.com/hin/m08/m08020.htm The Mahabharata,Book 8 Karna Parva,SECTION 20] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> Aswatama juga menyandang gelar ''maharathi'', dan merupakan salah satu jenderal andalan [[Korawa]] dalam [[perang di Kurukshetra]].<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m05/m05168.htm The Mahabharata,Book 5 Udyoga Parva,Section CLXVIII] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> SetelaSetelah perang di [[Kurukshetra]] berakhir, hanya ia bersama [[Kertawarma]] dan [[Krepa]] yang menjadi [[:wikt:sintas|penyintas]] dari pihak [[Korawa]]. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah [[Pandawa]] saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
 
Seperti halnya Resi [[Parasurama]] dan Resi [[Byasa]], Aswatama juga dikenal sebagai [[resi]] terkemuka. Menurut mitologi Hindu, Aswatama akan menjabat sebagai penyandang gelar ''wyasa'' pada [[Yuga|mahayuga]] ke-29, di [[manwantara]] ke-7. Aswatama juga akan menjabat sebagai salah satu resi di antara tujuh resi agung (''[[Saptaresi]]'') pada manwantara ke-8.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m13/m13b115.htm The Mahabharata,Book 13 Anusasana Parva,SECTION CL] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref>
Baris 27:
== Masa muda dan pendidikan ==
 
Aswatama merupakan putra dari pasangan Bagawan [[Drona]] dengan Krepi, adik [[Krepa]] (pendeta agung [[Hastinapura]] pada masa pemerintahan para raja [[Dinasti Kuru]]). Ia terlahir dengan sebuah batu permata (''mani'') yang melekat di dahinya. Saat kecil ia hidup miskindalam kemiskinan; ''Mahabharata'' mendeskripsikan bahwa keluarga Aswatama bahkan tidak mampu menyediakan [[susu]], minuman yang lazim pada masyarakat saat itu. Demi memberikan kehidupan yang lebih layak kepada Aswatama, Drona mencoba mencari bantuan kepada teman lamanya yang bernama [[Drupada]], tetapi ekonomiberujung pada permusuhan karena Drupada menghina status sosial Drona.

Status sosial keluarganya mengalami perubahan setelah Drona diangkat sebagai guru kerajaan oleh pemerintahkeluarga [[Dinasti Kuru]] di [[Hastinapura]]. Ia mengenyam ilmu militer bersama dengan para pangeran Dinasti Kuru, yaitu seratus [[Korawa]] (putra [[Dretarastra]], Raja Hastinapura) dan lima [[Pandawa]] (putra [[Pandu]], adik Dretarastra: [[Yudistira]], [[Bima (Mahabharata)|Bima]], [[Arjuna]], [[Nakula]], [[Sadewa]]). Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna, terutama dalam ilmu memanah. Di antara para pangeran Kuru, ia berteman baik dengan [[Duryodana]], putra sulung [[Dretarastra]]. Mereka berdua memiliki kecemburuan kepada Pandawa. Duryodana merasa bahwa [[Yudistira]] adalah penghalangnya dalam mewarisi takhta Hastinapura, sementara bakat Arjuna membuat Aswatama iri karena merasa bahwa kasih sayang ayahnya telah terbagi, sebab Arjuna adalah murid kesayangan Drona.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m05/m05168.htm The Mahabharata,Book 5 Udyoga Parva,Section CLXVIII] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2013-11-14</ref>
 
Dalam rangka menyelesaikan pendidikan para pangeran Kuru, Drona memerintahkan para [[Korawa]] untuk melakukan tugas akhir, yaitu mengalahkan [[Drupada]], Raja [[Panchala]], dan membawanya hidup-hidup ke hadapan Drona. Setelah para Korawa gagal melaksanakan tugasnya, Drona mengutus Arjuna dan saudara-saudaranya untuk menunaikan tugas tersebut. Arjuna berhasil membawa Drupada ke hadapan Drona. Drona menjelaskan bahwa dendamnya kepada Drupada telah berakhir pada saat itu juga. Ia juga membagi kerajaan Panchala menjadi dua wilayah, dan mengangkat Aswatama sebagai raja di sebagian wilayah Panchala tersebut.
 
== Pertempuran diPerang Kurukshetra ==
{{seealso|Perang Kurukshetra}}
[[Berkas:Narada and Vyasa came to stop Brahmasironamakastra used by Aswatthama and Arjuna.jpg|ka|jmpl|[[Narada]] dan [[Byasa]] menghentikan senjata brahmastra yang dilepaskan [[Arjuna]] dan Aswatama, serta melerai mereka berdua.]]
Saat perang di antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus, Aswatama memihak kepada Korawa. Keputusannya memaksa Drona untuk bergabung dengan Korawa. Untuk membangkitkan semangat pasukan [[Korawa]] setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, [[Kresna]] membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang [[Arjuna]], tetapi berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dalam [[Bharatayuddha]] berakhir secara "[[skakmat]]".
 
Saat perang di antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus, Aswatama memihak kepada Korawa. Keputusannya memaksa Drona untuk bergabung dengan Korawa. Untuk membangkitkan semangat pasukan [[Korawa]] setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, [[Kresna]] membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang [[Arjuna]], tetapi berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dalam [[Bharatayuddha]] berakhir secara "[[skakmat]]".
Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam [[perang di Kurukshetra]] membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran [[Drestadyumna]] dari [[kerajaan Panchala]]. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari [[Duryodana]] untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh [[Pandawa]], dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, tetapi karena kesalahan ia membunuh lima putra Pandawa dengan [[Dropadi]] ([[Pancawala]]). Selain itu, Aswatama berhasil membunuh [[Drestadyumna]], [[Srikandi]], Utamauja, dan jenderal besar lainnya yang masih hidup.
 
=== Kematian Drona ===
[[File:Sadiq, bhima uccide l'elefante asvatthama, india del nord, periodo mogul, 1598.jpg|thumb|kanan|Lukisan Bima membunuh [[gajah perang]] bernama Aswatama. Ilustrasi untuk ''[[Razmnama]]'', atau ''Mahabharata'' ber[[bahasa Persia]].]]
Pada pertempuran di hari ke-10, [[Drona]] diangkat sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa, menggantikan [[Bisma]] yang telah kalah. Drona berjanji bahwa ia akan menangkap [[Yudistira]] dan membawanya ke hadapan Duryodana, tetapi janji itu senantiasa gagal ditunaikan. Duryodana pun mulai mencela Drona, yang menyebabkan Aswatama marah. Akhirnya timbul perselisihan antara Duryodana dengan Aswatama.
 
[[Kresna]] menyadari bahwa mustahil bagi para Pandawa untuk mengalahkan Drona yang bersenjata lengkap. Sebagai penasihat, ia menyarankan agar [[Yudistira]] dan para Pandawa membuat kesan seolah-olah Aswatama gugur dalam pertempuran. Menurut Kresna, hal itu akan menjatuhkan semangat tempur Drona, sehingga ia akan lebih mudah untuk dikalahkan. Kresna pun menyuruh [[Bhima|Bima]] untuk membunuh seekor [[gajah perang]] yang bernama Aswatama, lalu berseru setelah berhasil membunuhnya. Hal itu dilakukan dengan baik oleh Bima.
 
Saat mendengar bahwa "Aswatama mati", Drona segera bertanya kepada Yudistira, orang yang ia ketahui tidak pernah berbohong. Yudistira pun menyatakan bahwa Aswatama telah mati, tetapi bukan Aswatama putra Drona. Menurut salah satu versi ''Mahabharata'', Yudistira mengucapkan kalimat seutuhnya dan sejelas mungkin, tetapi [[klausa]] terakhir tersamarkan oleh suara genderang dan terompet yang bertalu-talu, sehingga klausa yang didengar oleh Drona hanya "Aswatama mati" saja. Menurut versi lain, Yudistira mengucapkan bahwa Aswatama mati, tetapi diikuti dengan bisikan bahwa bukan Aswatama putra Drona. Setelah mendengar bahwa "Aswatama mati", Drona langsung merasa lemas dan tidak melanjutkan pertempuran. Ia segera duduk dalam posisi ''[[asanas]]''. Melihat Drona sudah tak bersemangat lagi, [[Drestadyumna]], panglima tertinggi pihak Pandawa bergegas mengambil pedangnya, kemudian memenggal leher Drona.
 
=== Senjata Narayanastra ===
[[Berkas:Ashwatthama uses Narayanastra.jpg|jmpl|Ilustrasi Aswatama menggunakan senjata Narayanastra, dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press.]]
Setelah mengetahui bahwa ayahnya terbunuh karena suatu tipuan, Aswatama pun murka. Ia mengeluarkan senjata [[Narayanastra]] untuk memusnahkan Pandawa. Pengeluaran senjata tersebut diiringi dengan tiupan angin kencang, sambaran petir, dan kemunculan jutaan [[anak panah]] yang siap menyasar setiap orang bersenjata di kubu Pandawa. Hal tersebut menggentarkan pihak Pandawa, sampai akhirnya Kresna menyuruh semua orang di kubu Pandawa untuk menjatuhkan senjata dan bersikap menyerah kepada Narayanastra. Sebagai [[awatara]] [[Wisnu]] ([[Narayana]]), Kresna tahu bahwa Narayanastra hanya menyerang orang-orang yang bersenjata saja. Setelah semua orang di kubu Pandawa menjatuhkan senjata, Narayanastra pun kehilangan target serangannya, lalu kembali kepada Aswatama. Saat pertempuran berlanjut kembali, Duryodana menyuruh Aswatama agar mengeluarkan Narayanastra sekali lagi, tetapi Aswatama menerangkan bahwa apabila senjata tersebut dipakai lagi, maka pemakainyalah yang akan menjadi sasaran.
 
Menurut versi ''Mahabharata'' terjemahan [[Kisari Mohan Ganguli]], senjata Narayanastra berhasil memusnahkan satu [[aksohini]] laskar Pandawa. Setelah menggunakan Narayanastra, pertempuran sengit antara kedua belah pihak berlanjut kembali. Aswatama mengalahkan Drestadyumna dalam pertarungan langsung, tetapi gagal untuk membunuhnya karena [[Satyaki]] dan [[Bima (Mahabharata)|Bima]] segera menolongnya.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07197.htm The Mahabharatha Book 7: Drona] page 478-479 Aswathama defeated Satyaki, Bhima, Drishtadyumna, October 2003, Retrieved 2015-01-13</ref> Setelah pertempuran berlanjut, Aswatama berhasil membunuh Raja Nila dari [[Mahismati]].
 
=== Serangan malam ===
 
Dalam kitab ''[[Sauptikaparwa]]'' dikisahkan bahwa pada hari ke-18 (hari berakhirnya berperang), penyintas perang dari pihak Korawa ada tiga orang: Aswatama, [[Krepa]], dan [[Kertawarma]]. Setelah perang di hari terakhir usai, mereka mendapati bahwa [[Duryodana]] terluka parah setelah berduel dengan [[Bhima|Bima]]. Dalam keadaan sekarat, Duryodana mengangkat Aswatama sebagai panglima tertinggi Korawa, dan memohon agar ia membalaskan dendam Duryodana. Aswatama—yang juga memiliki dendam—berjanji untuk membunuh para perwira pihak Pandawa demi Duryodana setelah perang berakhir secara resmi.
 
Terinsiprasi dari [[burung hantu]] yang menyambar [[gagak]] di tengah malam, Aswatama menggagas untuk melakukan serangan pada malam hari. Namun niatnya ditentang oleh Krepa karena itu merupakan perbuatan yang tidak adil. Aswatama pun mengutarakan bahwa peperangan memang tidak adil, dan semua pihak memang tidak adil. Pada akhirnya Krepa dan Kertawarma tetap mengikuti instruksi Aswatama untuk melakukan serangan malam di perkemahan para Pandawa. Di pintu gerbang perkemahan, mereka bertiga dihadang raksasa penjaga. Segala senjata yang diluncurkan Aswatama tidak mampu mengalahkan makhluk itu. Kemudian Aswatama memohon bantuan Dewa [[Siwa]]. Sang dewa muncul lalu memberikan kesaktian bagai [[Rudra]] kepada Aswatama, yang membuatnya tak terkalahkan dan berhasil merangsek masuk dengan mudah ke perkemahan Pandawa.
 
Pertama-tama, Aswatama mencari tenda [[Drestadyumna]] lalu membunuhnya. Keributan yang terjadi membuat [[Srikandi]] dan [[Pancakumara]] (lima putra Pandawa) bangun lalu bergegas ke tenda Drestadyumna. Namun mereka terbunuh oleh Aswatama yang telah mendapatkan kekuatan dari Siwa. Aswatama juga membunuh [[Yudamanyu]], [[Utamoja]], dan para kesatria yang ada di perkemahan, kemudian mengamuk bagaikan Rudra. Sementara itu, Krepa dan Kertawarma berjaga di gerbang perkemahan, dan membunuh para prajurit yang melarikan diri dari amukan Aswatama.
 
Setelah melakukan pembantaian di perkemahan Pandawa, ketiga kesatria kembali menghadap Duryodana dan menyatakan bahwa para perwira [[kerajaan Panchala|Panchala]] (Drestadyumna, Srikandi, Yudamanyu, Utamoja) telah binasa, dan anak-anak para Pandawa telah punah. Duryodana merasa senang mendengarkan berita keberhasilan Aswatama; sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh [[Bisma]], [[Drona]], dan [[Karna]] untuknya. Tak lama kemudian, Duryodana menghembuskan napas terakhirnya. Aswatama, Krepa, Kertawarma, beserta para prajurit Korawa yang tersisa melaksanakan upacara [[kremasi|pembakaran jenazah]] untuknya.
 
===Konfrontasi terakhir===
[[Berkas:Narada and Vyasa came to stop Brahmasironamakastra used by Aswatthama and Arjuna.jpg|ka|jmpl|[[Narada]] dan [[Byasa]] menghentikan senjata brahmastra yang dilepaskan [[Arjuna]] dan Aswatama, serta melerai mereka berdua.]]
Pada saat serangan malam, [[Pandawa]] sedang tidak berada di perkemahan sehingga selamat dari amukan Aswatama. Seorang kusir kereta Drestadyumna berhasil meloloskan diri dari serangan Krepa dan Kertawarma di pintu gerbang. Ia melaporkan kejadian kepada Yudistira sehingga para Pandawa bergegas kembali ke perkemahan mereka. Ketika kembali, mereka mendapati bahwa perkemahan telah porak poranda. Sementara itu, Aswatama mengungsi ke asrama [[Resi]] [[Byasa]] setelah menyesali perbuatannya. Pandawa memburu Aswatama hingga ke asrama sang bagawan. Di sana, ia bertarung dengan [[Arjuna]].
 
[[Pandawa]] yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan [[Arjuna]]. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata Brahmastra, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik [[Kresna]] namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, BhagawanResi [[Byasa]] menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara [[Arjuna]] berhasil melakukannya, Aswatama yang belum diberi pengetahuan untuk menarik Brahmastra diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjatasenjatanya menuju rahim para[[Utari]] wanita(menantu diArjuna) keluargayang sedang hamil, dengan tujuan memutus garis keturunan [[Pandawa]]. DiSenjata antaraitu merekaberhasil adalahmembakar janin [[Utari]], menantutetapi ArjunaKresna menghidupkannya lagi.
 
== Kutukan bagi Aswatama ==
 
SetelahPada Aswatamaakhir mengarahkan Brahmastra menuju perut Utari yang sedang mengandung, senjata itu berhasil membakar janin Utari, tetapibuku ''[[KresnaSauptikaparwa]]'' menghidupkannya lagi.dinyatakan Akhirnya,bahwa Kresna mengutuk Aswatama agar menderita [[kusta]] dan mengembara di Bumi sampai akhir zaman [[Kaliyuga]]. Aswatama juga dipaksa menyerahkan batu permata berharga (''mani'') yang melekat di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para [[dewa (Hindu)|dewa]], [[raksasa]], [[detya]], dan [[naga]]. Setelah permatanya dilepaskan, bekas lekatannya meninggalkan luka di dahinya, yang mengeluarkan darah berbau tidak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir sampai akhir zaman Kaliyuga.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m10/m10016.htm The Mahabharata,Book 10: Sauptika Parva Section 16] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-07-04</ref>
 
Di [[India]] masa kini, Aswatama telah menjadi [[legenda urban]], dan dipercaya masih hidup serta mengembara ke berbagai kuil [[Siwa]], memohon agar lukanya dapat disembuhkan.<ref name="india.com">{{citation| url=https://www.india.com/festivals-events/mahabharat-mythology-is-ashwatthama-still-alive-even-after-5000-years-4048516/| title=Is Ashwatthama Still Alive Even After 5000 Years?| editor=Dianne Nongrum| author=India.com Staff| publisher=India.Com | date=4 Juni 2020}}</ref>
Baris 57 ⟶ 86:
 
* [[Drona]]
* [[ChiranjīwinCiranjiwi]]
 
== Referensi ==