Seni Budaya dan Sastra di Kabupaten Maros: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Usersyn (bicara | kontrib)
k typo, replaced: nasehat → nasihat (3) using AWB
Baris 201:
* '''Tari Ma'kampiri''': Tarian yang dimainkan oleh 3 orang laki-laki dan 7 orang wanita diiringi alat musik gendang, kecapi, pui-pui, dan gong sebagai ucapan syukur atas panen kemiri. Dimulai dengan tampilnya seorang gadis belia yang menari dengan membawa keranjang bambu. Tarian ini sebagai pernyataan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berhasilnya panen kemiri. Gadis belia menari-nari dengan gerakan seperti memungut buah kemiri. Tarian ini dimainkan oleh 3 (tiga) orang laki-laki dan 7 (tujuh) orang perempuan. Alat musik yang digunakan adalah keranjang bambu, gendang, kecapi, pui-pui, dan gong. Taraian ini dapat dijumpai di [[Camba, Maros|Kecamatan Camba]].
* '''Tari Ma'raga/Paraga''': Tarian berupa permainan bola raga dengan gerakan dan atraksi yang beragam, dimainkan oleh laki-laki 6 orang berpakaian adat passapu. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian adalah gendang, Gong, pui-pui, dan sebagainya. Tarian ini menggambarkan keterampilan dalam mempermainkan bola raga, dengan gerakan atau atraksi yang beragam termasuk pada saat seorang atau dua orang pemain yang menaiki pundak temannya sambil tetap memainkan raga, atau memasukkan raga ke dalam passapu-nya melalui tendangan kaki. Tarian ini dimainkan olehg 6 (enam) orang laki-laki dengan berpakaian adat passapu. Alat yang digunakan; gendang, gong, pui-pui dan sebagainya. Tersebar di Kabupaten Maros. Tujuan dari tarian ini untuk menyambut acara tertentu seperti pesta panen, menyambut tamu, dan lain-lain.
* '''Tari Ma'royong''': Ditampilkan dengan nyanyian yang berisi nasehatnasihat atau petuah, dimainkan oleh 5 orang dengan menggunakan alat musik anak baccing dan alat tradisional lainnya. Penarinya mengenakan [[baju bodo]]. Tarian ini dijumpai di daerah Masale, [[Tompobulu, Tompobulu, Maros|Desa Tompobulu]] [[Tompobulu, Maros|Kecamatan Tompobulu]].
* '''Tari Mallangiri''': Tarian kolosal yang dimaksudkan sebagai penanda masa panen yang diawali dengan ritual pencucian benda-benda pusaka berupa batu mulia. Konon, pencucian benda pusaka dipercaya untuk memicu hasil panen supaya melimpah. Ini merupakan suatu prosesi pencucian benda-benda pusaka dan prapanen sekaligus menjadi penanda panen. Benda pusaka berupa batu mulia, konon mempunyai empat buah anakan yang bila pada proses pencuciannya bertambah maka dipercaya panen akan melimpah demikian pula sebaliknya. Upacara ini juga diiringi oleh alat musik tradisional dan upacara ini dilaksanakan di Masale Kecamatan Tompobulu.
* '''Tari Mamuri-Muri''': Tarian yang menggambarkan rasa gembira dan syukur kepada Allah SWT atas tibanya tahun baru Islam setiap tanggal 1 Muharram tahun Hijriah. Tarian ini dimainkan oleh 7 (tujuh) orang perempuan. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian adalah gong, pui-pui, kecapi, dan gendang. Tarian ini dilakukan tersebar di Kabupaten Maros.
Baris 218:
* '''Lomba Perahu Hias''': Setelah semua perahu peserta bahkan kapal motor dihias dengan meriah berkumpul di depan dermaga, maka mulailah para penumpangnya melakukan atraksi kesenian seperti Mappadendang dan ganrang bulo bahkan pencak silat. Setelah pelepasan secara resmi oleh pejabat maka lomba pun dimulai. Tibanya di ''finish'' para penumpang yang berpakaian adat/tradisional turun satu persatu dan melakukan atraksi di depan pejabat. Kegiatan ini dilaksanakan di jembatan Sungai Maros, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia.
* '''Maulid Rasulullah SAW''': Untuk menyatakan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas diutusnya Nabi Muhammad SAW membawa ajaran Islam sebagai berkah kepada seluruh alam raya. Acara ini adalah pembacaan sejarah kelahiran Nabi Muhammad Saw. (membaca Barzanji) secara bergantian dan setelah itu dibagi-bagikanlah ember maulid yang berisi makanan dan telur. Alat musik pengiringnya adalah rebana. Acara maulid ini dilaksanakan di seluruh Kabupaten Maros dengan pusat kegiatan adalah Dusun Pattene [[Temmapadduae, Marusu, Maros|Desa Temmapadduae]] yang dikenal dengan nama Khawaltiah Sammang.
* '''Upacara Adat Appalili''': Appalili adalah suatu rangkaian upacara adat sebelum memasuki musim tanam padi (bulan November). Para petani sebelum turun ke sawah mengambil perkakas kerajaan Karaengga yang disimpan di dalam sebuah loteng rumah adat yang disebut Balla Lompoa ke tempat khusus yang sudah tersedia. Peralatan tersebut diantaranya adalah Batang Pajjekko yang akan dipakai untuk membajak sawah. Batang Pajjekko yang kedatangannya memiliki sejarah tertentu juga merupakan lambang kebesaran bagi Kabupaten Maros. Setelah semua perkakas lengkap, Ganrang Kalompoang dibunyikan sebagai pertanda acara adat sudah dimulai dan dimulai pula proses penjahitan kelambu Kalompoangnga setelah itu hasil jahitan yang terdiri dari kelambu, sprei, pembungkus dan alas disiapkan yang dilaksanakan setelah shalat Ashar. Pada malam harinya diadakan perjamuan adat atau paempo adat yang dihadiri oleh Pemangku adat, PenasehatPenasihat adat dan Gallarang Tujua (Kepala Dusun), tokoh tani dan pemerintah yang bertujuan untuk membicarakan masalah pertanian. Sekitar Pukul 05.00 barang-barang kerajaan tersebut diarak menuju sawah milik Kerajaan Marusu yang bergelar Torannu. Prosesi bajak sawah menggunakan Batang Pajjekko yang dibantu oleh Tedong (sapi atau kerbau) sebanyak dua ekor, kemudian mengelilingi sawah sebanyak 3 kali dan selesailah upacara adat ini. Rombongan inipun pulang kembali ke Balla Lompoa. Empat bulan kemudian diadakan persiapan acara adat Katto Bokko.
* '''Upacara Adat Katto Bokko''': Upacara adat Katto Bokko atau biasa disebut “Angngalle Ulu Ase” sebagai kelanjutan dari upacara Appalili. Acara ini adalah rangkaian acara adat sebagai rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan hasil panen yang telah diraih, khususnya pada tanah Arajang yang diberi gelar <big>Torannu</big>. Acara Katto Bokko dimulai pagi hari dengan mengetam padi dan hasilnya diikat sesuai kebiasaan. Dengan ikatan khusus menggunakan alat tersendiri yang terdiri dari 12 ikatan kecil dan 2 buah ikatan besar. Kemudian diarak keliling kampung menuju Balla Lompoa. Setelah itu, dilakukan penjemputan sesuai adat Kerajaan Marusu oleh Pemangku Adat, para Dewan Adat, PenasehatPenasihat Adat, Pemerintah setempat, para petani serta para undangan. Dengan berakhirnya acara penyambutan ini berakhir pulalah acara adat Katto Bokko. Pada malam harinya diadakan acara Mappadendang. Tradisi ini juga memiliki tujuan melestarikan padi lokal Maros. Pagi hari, usai serangkaian tahapan rembuk bersama antara para pemangku adat dan masyarakat menentukan hari pelaksanaan panen perdana secara adat di Balla Lompoa. Masyarakat berkumpul menuju sawah tanah adat kerajaan (Torannu) membawa anai-anai (Katto) untuk mengikuti upacara adat tahunan “Katto Bokko” sebagai bentuk rasa syukur atas panen raya padi jenis "Ase Lapang". Padi Varietas lokal yang telah dibudidayakan secara turun temurun oleh pewaris Kerajaan (Karaeng) Marusu sejak sekitar abad ke-15. Sedikit demi sedikit masyarakat secara sukarela memadati petak sawah seluas sekitar satu hektar itu. Mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga orang tua, baik laki-laki dan perempuan dari berbagai kalangan sosial turun bersama mengumpulkan padi berbulu ini. Keberadaan sawah kerajaan ini menjadi acuan, sebelum ritual ini dilaksanakan, sawah-sawah yang berada di sekitar dan dalam kawasan adat Marusu tidak dibolehkan memanen, begitu pun saat masa tanam tiba.
* '''Upacara Mappadendang''': Mappadendang adalah pagelaran atraksi kesenian tradisional, seperti tarian tradisional, pencak silat dan lain-lain. Untuk memberikan hiburan bagi masyarakat, khususnya petani setelah lelah bekerja. Dahulu acara ini biasanya dijadikan momen gadis-gadis dan pemuda untuk mencari jodoh. Besarnya pengaruh kebudayaan di daerah ini melahirkan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang sarat dengan nuansa agraris dan bahari.