Masjid Pathok Negara Taqwa Wonokromo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-\bdi tahun\b +pada tahun)
Usersyn (bicara | kontrib)
k →‎Asal-usul: typo, replaced: nasehat → nasihat using AWB
Baris 5:
Pendirian Masjid Taqwa tidak dapat dipisahkan dari tokoh bernama Kyai Mohammad Fakih.<ref>{{Cite web|url=http://jogja.tribunnews.com/2013/07/27/masjid-taqwa-wonokromo-tempat-berkumpulnya-gerilyawan-ri|title=Masjid Taqwa Wonokromo, Tempat Berkumpulnya Gerilyawan Republik Indonesia|last=Tribun Jogja|first=|date=27 Juli 2013|website=Tribun Jogja|access-date=17 Mei 2019}}</ref> Dia adalah seorang guru agama [[Islam]] yang bertempat tinggal di Desa Ketonggo. Kyai Mohammad Fakih juga dikenal senang membuat ''welit'' (atap [[rumbia]]) yang terbuat dari daun [[Alang-alang|ilalang]], bukan dari daun tebu. Hal inilah yang menyebabkan dirinya memiliki nama lain “Kyai Welit”.
 
Suatu saat, [[Hamengkubuwana I|Sri Sultan Hamengku Buwono I]] hendak menemui Kyai Mohammad Fakih untuk ''ngangsu kawruh'' (menuntut ilmu). Awalnya, Kyai Mohammad Fakih merasa keberatan karena pada prinsipnya dia hanya memberikan ilmu kepada murid-muridnya saja. Sri Sultan Hamengku Buwono I lantas menyamar sebagai utusan sultan untuk menemui Kyai Mohammad Fakih. Penyamarannya itu tidak diketahui oleh Kyai Mohammad Fakih dan permintaannya sebagai murid dikabulkan karena niatnya yang sungguh-sungguh. Ketika sedang menuntut ilmu, Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menyamar meminta nasehatnasihat kepada Kyai Mohammad Fakih mengenai tatanan kerajaan yang baik.<ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4548153/tentang-masjid-taqwa-tempat-ngaji-sri-sultan-hb-i-di-bantul|title=Tentang Masjid Taqwa, Tempat Ngaji Sri Sultan Hamengku Buwono I di Bantul|last=Pertana|first=Pradito Rida|date=14 Mei 2019|website=Detik News|access-date=17 Mei 2019}}</ref>
 
Kyai Mohammad Fakih menjelaskan bahwa sultan harus melantik ''pathok'', yaitu orang-orang yang dapat mengajar dan menuntun akhlak para rakyatnya. ''Pathok-pathok'' inilah di kemudian hari dianugerahi tanah ''perdikan''. Selain itu, Kyai Mohammad Fakih juga memberikan saran agar sultan juga melantik ''kenthol'' (kepala desa), yang karena tugasnya diberikan tanah ''pelungguh''. Sri Sultan Hamengku Buwono I yang melakukan penyamaran selanjutnya meminta izin kepada Kyai Mohammad Fakih kembali ke [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|kasultanan]] untuk menyampaikan saran-saran tersebut. Sri Sultan Hamengku Buwono I akhirnya melantik dan membuat ''pathok-pathok'' yang ditempatkan di Mlangi, Plosokuning, Babadan, Gedongkuning, Ringinsari Gethan, Demak Ijo, Klegum, [[Godean, Sleman|Godean]], dan Jumeneng.