|parents =
}}
'''Delsy Syamsumar''' ({{lahirmati|[[Medan]]|7|5|1935|[[Jakarta]]|21|6|2001}}) adalah seorang [[pelukis]] “Neoklasik” Indonesia berasal dari Sungai Puar, [[SumatraSumatera Barat]]. Pelukis ini telah menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Di waktu perang revolusi keluarganya memilih tinggal di Bukittinggi. Delsy melalui sekolah dasar dan menengah umum bahkan pendidikan agama Islam, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pertama pada setiap sayembara di sekolah sekolah di SumatraSumatera Barat.<ref>{{cite web |url=http://profil.merdeka.com/indonesia/d/delsy-syamsumar/|title=Profil Delsy Syamsumar|author=Giri Lingga Herta Pratama|date=|work=|publisher=''Merdeka.com''|accessdate=24 Desember 2013}}</ref>
Pada usia 17 tahun Delsy telah mampu melukis komik sejarah dan karangannya sendiri yang ia kirim sendiri per pos ke majalah ibu kotaibukota. Karyanya seperti Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh” dimuat di majalah “Aneka” telah membuat ia terkenal diseluruh Indonesia pada usia yang amat muda.
Kalau perantau-perantau Minang umumnya cenderung mengadu nasib sebagai pedagang, maka berbeda dengan bocah Delsy ini yang di panggil ke Jakarta oleh penerbit dengan fasilitas cukup. Atas adanya kepastian itu Barulah ibunya mau melepas Delsy dan menginginkan anaknya tersebut menjadi “pelukis terkenal” seperti Raden Saleh dan Basuki Abdullah. Delsy sejak di SD sudah dibelikan cat minyak oleh ayahnya seorang yang pengukir Rumah Gadang. Meskipun Delsy dikenal sebagai sosok seorang pelukis komik sejarah,illustrator, wartawan masmedia dan penata artistik di berbagai banyak Film nasional,namun ia tidak meninggalkan kanvas dan cat minyak.
Ilustrasinya banyak mendapat sambutan literature-literatur seni di [[Australia]] dan [[PrancisPerancis]] sebagai pembuat kartun di beberapa masmedia dan cover cover novel Indonesia serta di perfilman sebagai Art Director senior. Ia sebagai seorang Art Director Film sempat meraih penghargaan pada Festival Nasional dan Asia. Disanggarnya selain ia mendidik pelukis pelukis muda berbakat juga membimbing mereka menjadi tenaga perfilman handal (peraih Piala Film dan Sinetron). Pameran tunggal Delsy pada tahun 1985 di Balai Budaya dianggap sebagai peristiwa seni nasional karena gaya cat minyaknya selaras membawakan ilustrasinya yang telah terlebih dahulu dikenal, ekspresif dan ekstensial dan selalu mudah di ingat orang (pengamat Seni Rupa Agus Darmawan T. dalam “Suara Pembaharuan”)
[[Berkas:Diponegoro Prince of Java by Delsy Sjamsumar Wikipedia1.JPG|jmpl|kiri]]
* Nama: Delsy Syamsumar (Delsy Sjamsumar)
* Tempat/tanggal lahir: 7 mei 1935 : Lahir di [[Medan]] Asal [[Minang]] (Sungai Puar) SumatraSumatera Barat.
* 1945 - 1949 : Basis pendidikan dari guru Arifin Zainun Exs INS Kayu Tanam 1950 –
* 1954 : Bergabung dalam SEMI (seniman Muda Indonesia) d/p Zetka dan A.A. Navis. Menjuarai berturut turut lomba melukis
* 1961 : Mendapat penghargaan kritisi melukis credit title film PERFINI “Pejuang” dalam bentuk sketsa
* 1962 : Sebagai Art director film “Holiday in Bali”. Persari memenangkan dekor tata warna terbaik dalam [[Festival Film Asia]], [[Tokyo]]. Memenangkan hadiah I sayembara karikatur PWI.
* 1964 – 1966 : begitulahDekorator Hotel Indonesia d/p Teguh Karya.
* 1966 – 1970 : Sebagai wartawan dan illustrator tetap majalah “CARAKA” Ditpom, Memperoleh predikat “I’exellent Dessinateur” (lecture seni Paris)
* 1970 – 1978 : Kembali sebagai Art Director Film. Mempelopori teknik cetak poster film dan majalah (“Lavita”, “Variasi” dan “Kartini”)
== Seniman Senen ==
Delsy alias Dalasi Syamsumar asal [[Minang]] berada di [[Senen]] [[Jakarta]] sekitar [[1955]], bukannya berdagang di kaki lima, malah nongkrong sepanjang malam di warung kopi menyimak diskusi-diskusi “Seniman Senen” berkepanjangan, melalui tahun-tahun yang panjang pameo kelompok seniman gondrong yang terusir dari warung ke warung itu, hingga berkali-kali terpaksa mangkal di trotoar dan pom bensin. Agaknya tidak diharapkan oleh guru-gurunya melukis cat minyak ex. INS [[Kayutanam]] di SumatraSumatera Barat yang menjagoinya untuk terus di ASRI jogja agar menjadi Delacroix atau Goya yang “''momentum schilderij''” kata gurunya. Delsy sendiri tidak mengerti apa itu. Malah ia lebih paham kemudian omongan rekan-rekan senior orang-orang film dan teater atau wartawan di senen seperti ceramah Misbach Yusabiran tentang neo realisme [[Italia]], teater Ibsen dan Lorca bahas [[Wayhu Sihombing]], [[Sukarno M. Noor]] dan [[Wim Umboh]], lalu hal pers film oleh Zulharmans sampai debat keras mengenai batu cincin Wahid Chan. Biasanya Delsy memang jarang bicara apa-apa, cukup mojok dengan sobatnya [[Harmoko]] dan Khaidir Rachman sambil corat-coret di kertas bekas atau kertas sisi putih bungkus rokok. “Awas ada BKM liwat!” semua terkesima, melihat satu keluarga dalam beca, bapak, ibu, anak semua berkacamata. “Barisan Kaca Mata” kata Harmoko. Suasana Riuh. “Senen…Senen tercinta!” tulis bait sajak Misbach atau memori sketsa Delsy ini merekam ekspresi Alm. Bintang Film Wahid Chan dan kesibukan pedagang sayur pukul empat pagi di kertas bekas yang dikorek dari Lumpur stasiun. “Inilah neo realisme Indonesia, lukisan-lukisan Lumpur!” teriak sobatnya lagi.
== Story Board ==
== Ilustrasi ==
Meledaknya novel-novel Motinggo Busye sekitar tahun 70 an membuat Delsy ikut naik daun kata pers gossip di Tanah Air. Lektur-lektur di PrancisPerancis mengenai pengarang-pengarang Indonesia, tak luput menyebut “I’exellent dessinatur Delsy Syamsumar” terutama untuk illustrasi-illustrasi untuk Motinggo Busye sesuai dengan tuntutan cerita, maka penerbitan gossip yang tadinya menyorot artis film, dengan popularitas Delsy melihat peluang lain untuk meningkatkan oplag. Disinyalir bahwa illustrasi-illustrasi Delsy yang sexy identik dengan wanita-wanita, isteri atau modelnya yang silih berganti meninggalkannya. Beberapa Koran dan majalah mingguan saling mengutip, dan polemik tak dapat dihindarkan termasuk karikatur Delsy sendiri mempertahankan diri. Dia bukan artis film, malah kuli film, katanya. Ia bukan milioner Picasso yang mampu memelihara banyak model bantahnya. Setelah kegaduhan ranjangnya ini memuncak pula jadi problem kode etik pers nasional (ditutup oleh topik majalah “Tempo” Desember 1973), maka kehidupan Delsy yang selalu stabil dalam kesulitan, suksesnya itu malah sebagai pelengkap penderita.
== Pra Design ==
|