Ahmad Bahauddin Nursalim: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
K.H. '''Ahmad Bahauddin Nursalim''' atau lebih dikenal dengan '''Gus Baha''''<ref>http://www.mahadalyjakarta.com/gus-baha-ahli-tafsir-didikan-ulama-nusantara/</ref> (lahir pada [[15 Maret]] [[1970]] di [[Sarang, Rembang]], [[Jawa Tengah]]) adalah salah satu ulama [[Nahdlatul Ulama
Ayah Gus Baha’ (KH. Nursalim) merupakan murid dari KH. Arwani al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam al-Hafidz Kajen Pati, yang nasabnya bersambung kepada para ulama besar.
Dalam menjaga sekaligus membumikan al-Qur’an, ayah Gus Baha’ bersama dengan sahabatnya Gus Miek (KH. Hamim Jazuli) pada waktu itu beliau berdua membuat gerakan, yaitu dengan menyelenggarakan semaan
Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha’ merupakan generasi ke
== Keluarga ==
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sarang, Gus Baha’ menikah dengan seorang anak Kiai yang bernama Ning Winda pilihan pamannya dari keluarga [[Pondok Pesantren Sidogiri]], [[Pasuruan]], [[Jawa Timur]]. Ada cerita menarik dengan pernikahan beliau. Jadi sebelum lamaran, Gus Baha’ menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, melainkan kehidupan yang sangat sederhana.
Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun mertuanya hanya tersenyum dan mertuanya hanya mengatakan "klop" alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).
Kesederhanaan Gus Baha’ dibuktikan saat beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Gus Baha’ berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus kelas ekonomi. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil.
Setelah menikah, Gus Baha’ mencoba hidup mandiri dengan keluarga barunya. Gus Baha’ menetap di Yogyakarta. Selama di Yogya, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecilnya.
Baris 25 ⟶ 20:
Ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin al-Anwar maupun MGS yang ikut ke Yogya. Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar rumah Gus Baha’ yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.
== Keilmuan ==
Gus Baha' kecil dididik belajar dan menghafalkan al-Qur'an secara langsung oleh ayahnya dengan menggunakan metode tajwid dan makhorijul huruf secara disiplin. Hal ini sesuai dengan karakteristik yang diajarkan oleh guru ayahnya, yaitu KH. Arwani Kudus. Kedisiplinan tersebut membuat Gus Baha’ di usianya yang masih muda, mampu menghafalkan
Menginjak usia remaja, ayahnya menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubairdi Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Pondok al-Anwar tepat berada sekitar 10
Di Pondok Pesantren al-Anwar inilah keilmuan Gus Baha’ mulai menonjol seperti ilmu hadits, fiqih, dan tafsir.
Baris 52 ⟶ 47:
Selain menjadi pengasuh di pondoknya dan mengisi pengajian di Yogyakarta, Gus Baha’ juga diminta untuk mengisi pengajian tafsir al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Adapun untuk waktunya dibagi-bagi, di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya. Hal tersebut, Gus Baha’ lakukan secara rutin sejak 2006 hingga sekarang.
== Keistimewaan ==
Sebagai seorang santri tulen, yang berlatar belakang pendidikan non-formal dan non-gelar, Gus Baha' diberi keistimewaan untuk menjadi sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Baris 61 ⟶ 56:
Setiap kali lajnah menggarap tafsir dan mushaf al-Qur'an menurut Prof. Quraisy, posisi Gus Baha’ selalu di dua keahlian, yakni sebagai mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an
== Teladan ==
Teladan yang bisa ditiru dari Gus Baha' adalah tentang kesederhanaanya. Kesederhanaan yang dipraktikan Gus Baha’ bukan berarti keluarga Gus Baha’ adalah keluarga yang miskin, karena kalau dilihat dari silsilah lingkungan keluarganya, tiada satupun keluarganya yang miskin.
Baris 68 ⟶ 63:
Ada salah satu wasiat dari ayahnya yang mengatakan agar Gus Baha' menghindari keinginan untuk menjadi manusia mulia. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan kehidupan beliau sehari-hari.
== Karya ==
حفظنا لهذا المصحف لبهاء الدين بن نور سالم adalah kitab yang ditulis oleh Gus Baha'. Kitab ini menjelaskan tentang rasm usmani yang dilengkapi dengan contoh dan penjelasan yang disandarkan pada kitab al-Muqni' karya Abu 'Amr Usman bin Sa'id ad-Dani (w. 444 H.). Kitab ini berguna bagi siapapun untuk mengetahui bagaimana memahami karakteristik penulisan al-Qur’an di dalam mushaf rasm usmani.
Tafsir al-Qur an versi UII dan al-Qur’an terjemahan versi UII Gus Baha' (2020). Salah satu ciri khas tafsir dan terjemahan UII yang ditulis oleh Gus Baha' dan Timnya adalah tafsir ini dikontekstualisasikan untuk membaca Indonesia dan dengan rasa Indonesia. Dan tafsir dan terjemahan UII ini sama sekali tidak merubahah dari ke aslian al-Qur’an itu sendiri.
|