Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mamad Mahmud (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Mamad Mahmud (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 78:
Pelabuhan Melayu merupakan penguasa lalu lintas Selat Malaka saat itu. Dengan bergabungnya Temiang, secara otomatis pelabuhan pun bertambah. Maka sejak tahun 357 penguasa lalu lintas dan perdagangan Selat Malaka digantikan oleh kerajaan Melayu<ref>{{cite book | first= Milton Walter| last= Meyer| authorlink= | coauthors= | origyear= | year= 1997| title= Asia: a concise history |edition= | publisher= Rowman & Littlefield Publishers | location= Lanham, Md| isbn= 0-8476-8063-0}}</ref><ref name="Muljana">Slamet Muljana. 2006. ''MELAYU''. Yogyakarta: LKIS</ref>.
-->
 
== Dari Minanga ke Dharmasraya ==
{{utama|Kerajaan Dharmasraya}}
=== Munculnya Wangsa Mauli ===
Kekalahan kerajaan [[Sriwijaya]] akibat serangan [[Rajendra Chola|Rajendra Coladewa]], raja Chola dari [[Koromandel]] telah mengakhiri kekuasaan [[Wangsa Sailendra]] atas pulau [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]] sejak tahun [[1025]]. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa [[Mauli]].
 
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah [[Prasasti Grahi]] tahun [[1183]] di selatan [[Thailand]]. Prasasti itu berisi perintah ''Maharaja [[Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa]]'' kepada bupati Grahi yang bernama ''Mahasenapati Galanai'' supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama ''Mraten Sri Nano''.
 
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu [[Prasasti Padang Roco]] tahun [[1286]]. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama ''Maharaja [[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]]''. Ia mendapat kiriman [[arca Amoghapasa]] dari [[Kertanagara]] raja [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]] di [[pulau Jawa]]. Arca tersebut kemudian diletakkan di [[Dharmasraya]].
 
Dharmasraya dalam ''[[Pararaton]]'' disebut dengan nama Malayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun [[prasasti Grahi]] tidak menyebutnya dengan jelas.
 
Yang menarik di sini adalah daerah kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah mencapai Grahi, yang terletak di selatan [[Thailand]] ([[Chaiya]] sekarang). Itu artinya, setelah Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangkit kembali sebagai penguasa [[Selat Malaka]]. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak dapat dipastikan, dari catatan Tiongkok <ref name="Muljana">Slamet Muljana. 2006. ''Sriwijaya''. Yogyakarta: LKIS</ref> disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari ''Chen-pi'' (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts'i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari ''Pa-lin-fong'' (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.
 
Istilah ''Srimat'' yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja, Tribhuwanaraja dan Adityawarman berasal dari [[bahasa Tamil]] yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali kerajaan Melayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi.
 
=== Daerah Kekuasaan Dharmasraya ===
Dalam naskah berjudul ''[[Zhufan Zhi]]'' (諸蕃志) karya [[Zhao Rugua]] tahun [[1225]]<ref>Friedrich Hirth & W.W.Rockhill, 1911, ''Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi, St Petersburg.</ref> disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan, yaitu ''Che-lan'' ([[Kamboja]]), ''Kia-lo-hi'' (Grahi, Ch'ai-ya atau [[Chaiya]] selatan [[Thailand]] sekarang), ''Tan-ma-ling'' ([[Tambralingga]], selatan [[Thailand]]), ''Ling-ya-si-kia'' ([[Langkasuka]], selatan Thailand), ''Ki-lan-tan'' ([[Kelantan]]),, ''Ji-lo-t'ing'' ([[Cherating]], pantai timur semenanjung malaya), ''Tong-ya-nong'' ([[Terengganu]]), ''Fo-lo-an'' (muara sungai [[Dungun]], daerah Terengganu sekarang), ''Tsien-mai'' ([[Semawe]], pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a ([[Sungai Paka]], pantai timur semenanjung malaya), ''Pong-fong'' ([[Pahang]]), ''Lan-mu-li'' ([[Lamuri]], daerah [[Aceh]] sekarang), ''Kien-pi'' ([[Jambi]]), ''Pa-lin-fong'' ([[Palembang]]), ''Sin-to'' ([[Kerajaan Sunda|Sunda]]), dan dengan demikian, wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja, Semenanjung Malaya, Sumatra sampai Sunda.
 
=== San-fo-tsi ===
Dalam naskah-naskah [[kronik Tiongkok]], istilah ''San-fo-tsi'' digunakan untuk menyebut [[Pulau Sumatra]] secara umum. Pada zaman [[Dinasti Song]] sekitar tahun [[990]]–an, istilah ini identik dengan [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]]. Namun, ketika Sriwijaya mengalami kehancuran pada tahun [[1025]], istilah San-fo-tsi masih tetap dipakai dalam naskah-naskah [[kronik Tiongkok]].
<!--
Apabila San-fo-tsi masih dianggap identik dengan Sriwijaya, maka hal ini akan bertentangan dengan [[prasasti Tanyore]] tahun [[1030]], bahwa saat itu Sriwijaya telah kehilangan kekuasaannya atas Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain itu dalam daftar di atas juga ditemukan nama Pa-lin-fong yang identik dengan [[Palembang]]. Karena Palembang sama dengan Sriwijaya, maka tidak mungkin Sriwijaya menjadi bawahan Sriwijaya.
-->
Kronik Tiongkok mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan masing-masing dari ''Kien-pi'' ([[Jambi]]) dan ''Pa-lin-fong'' (Palembang)<ref name="Munoz">Paul Michel Munoz, 2006, ''Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula''.</ref>. Dalam berita Tiongkok yang berjudul ''Sung Hui Yao'' disebutkan bahwa Kerajaan San-fo-tsi tahun [[1082]] mengirim duta besar ke [[Tiongkok]] yang saat itu di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, dan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan pengiriman utusan selanjutnya tahun 1088.
 
Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan ''Ma-la-yu'' ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya. Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan [[Dharmasraya]], karena saat itu masa kejayaan Sriwijaya sudah berakhir.
 
Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna Sriwijaya tetap digunakan dalam berita Tiongkok untuk menyebut [[Pulau Sumatra]] secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman [[Dinasti Ming]] dan [[Majapahit]]. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul ''[[Nagarakretagama]]'' tahun [[1365]] sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan Palembang.
 
=== Ekspedisi Pamalayu ===
{{utama|Ekspedisi Pamalayu}}
Naskah ''[[Pararaton]]'' dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' menyebutkan pada tahun 1275, [[Kertanagara]] mengirimkan utusan [[Singhasari]] dari Jawa ke Sumatra yang dikenal dengan nama [[Ekspedisi Pamalayu]] yang dipimpin oleh [[Kebo Anabrang]].
 
[[Prasasti Padang Roco]] tahun [[1286]] menyebutkan tentang pengiriman arca Amoghapasa sebagai tanda persahabatan antara Singhasari dengan Dharmasraya.
 
Pada tahun [[1293]] tim ini kembali dengan membawa serta dua orang putri Malayu bernama [[Dara Jingga]] dan [[Dara Petak]]. Untuk memperkuat persahabatan antara Dharmasraya dengan Singhasari, Dara Petak dinikahkan dengan [[Raden Wijaya]] yang telah menjadi raja [[Kerajaan Majapahit]] mengantikan Singhasari. Pernikahan ini melahirkan [[Jayanagara]], raja kedua Majapahit. Sementara itu, Dara Jingga dinikahi oleh seorang “dewa”. Ia kemudian melahirkan Tuan Janaka yang kelak menjadi raja [[Pagaruyung]] bergelar Mantrolot Warmadewa. Namun ada kemungkinan lain bahwa Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga sebagai istri, karena hal ini lumrah sebab Raden Wijaya pada waktu itu telah menjadi raja serta juga memperistri semua anak-anak perempuan Kertanagara. Dan ini dilakukan untuk menjaga ketentraman dan kestabilan kerajaan setelah peralihan kekuasaan di Singhasari.
 
Sebagian sumber mengatakan bahwa Mantrolot Warmadewa identik dengan Adityawarman Mauli Warmadewa, putra Adwayawarman. Nama [[Adwayawarman]] ini mirip dengan Adwayabrahma, yaitu salah satu pengawal arca Amoghapasa dalam prasasti Padangroco tahun [[1286]]. Saat itu Adwayabrahma menjabat sebagai ''Rakryan Mahamantri'' dalam pemerintahan Kertanagara. Jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi. Mungkin yang dimaksud dengan “dewa” dalam Pararaton adalah tokoh ini. Dengan kata lain, Raden Wijaya menikahkan Dara Jingga dengan Adwayabrahma sehingga lahir [[Adityawarman]].
 
Adityawarman sendiri nantinya menggunakan gelar Mauli Warmadewa. Hal ini untuk menunjukkan kalau ia adalah keturunan Srimat Tribhuwanaraja.
 
== Dalam Kitab Nagarakretagama ==