Delsy Syamsumar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 67:
 
== Tata Artistik Film ==
Suatu hari masih tahun 70 an, sebuah ledakan menembus genteng sanggarnya, percobaan untuk ledakan “sedang” yang harusnya dilakukan Rano Karno untuk film Busye “Usia“Sebelum Usia Tujuh Belas” ternyata terlalu “keras” melenyapkan sepotong tangan staff Delsy di produksi Film. Jika tahun 50 – 60 an sanggar ini sering didatangi seniman senen, seniman ATNI dan pangkalan seniman dari Yogja seperti Idrus Ismail, M.Nizar, Sumantri, apalagi Motinggo Busye, maka sesudah 1970 sejumlah kader artistik film seperti Iman Tantaowi, El Badrun, Taslim dan lain-lain mulai belajar praktek disini dengan segala eksperimen. Terutama di film-film nasional sejak 1965, Delsy sebagai art director yang membawahi juru rias, decorator, penata pakaian, dan efek-efek tipuan, selalu lebih tekun untuk film-film realisme sepereti “biarkan musim berganti” atau film sejarah “buaya deli” dan lain-lain. Namun Delsy akhirnya bukanlah art director yang banyak di minta oleh produser. Terakhir di Bali 1983 untuk film “Jayaprana” versi baru, terlalu banyak menyita kesedihannya, katanya. Sebuah set perkampungan bali yang siap untuk adegan kebakaran, lebih dahulu harus diruntuhkan, karena ternyata izin shooting dari DeppenDepartemen Penerangan Jakarta belum di urus produser. Ketika itu sebuah surat telegram dari Padang menyatakan ibunya meninggal, kemudian dari Himpunan Karyawan Film dan Televisi (KFT) kehadiran anaknya sendiri sebagai juru rias dan mengawalnya karena sakit sakitan tidak dibenarkan karena status “Elsa” masih magang juru Rias, meskipun berbakat dan telah banyak magang di film. Dalam rapat KFT kemudian yang memutuskan skorsing buat Delsy, diakuinya ini suatu kesalahan dalam profesi. Melukis dan melukis selalu tumpuan Delsy merekam segala kegembiraan, ketegangan atau kesedihan. Itu berlaku sejak dulu coret coret di senen, lalu dipindahkan ke canvas cat minyak. Periode demi periode secara kronologis reproduksi lukisan-lukisan yang mewakilinya sebisanya ditampilkan disini.
 
Menjelang tahun 1970 Dunia seni rupa Indonesia pernah diguncang dengan munculnya manifestasi ilustrasi yang tertampilkan dengan ekpresif dan penuh gerak. Ilustrasi itu adalah karya Delsy Syamsumar. Seorang illustrator dan pelukis kelahiran Bukittinggi yang mengadu nasib keberuntungan seni di Jakarta. Dan karya ilustrasinya nampak di berbagai majalah serta buku cerita bahkan dalam bentuk komik.
 
JojingKaryanya Lukisanyang iniberjudul bisaJojing dianggapmungkin terbaikdapat Delsydianggap dalamsebagai karya lukisan cat minyaknya,minyak terbaik menurut seorang pengamat lukisan.Karena bukan Cuma pada kebinalan wanita montok berjoget yang digambarkan, tetapi juga pada isi yang ingin disampaikan. Seperti sebuah karya realisme sosial. Jojing bercerita tentang seorang lurah yang sedang mengadakan pesta hura-hura untuk menyertai penandatanganan surat tanah seharga ratusan juta rupiah. Disini segala keseronokan wanita wanita Delsy bagai menemukan medan yang kuat menggenggam daya hidup. TakTidak tepat benar apabila mau membandingkandibandingkan dengan realisme Sudjojono yang berani terus terang menguak dunia kelam seperti itu. Kehidupan yang unik dalam bidang kanvas Seni Rupa Indonesia.. Bila dikaitkan dengan gaya penuturan spontan serta ekspresitas-kegarisan yg menggebu, sekilas pintas ada satu dua lukisan potret wanitanya dengan manifestasi [[Antonio Blanco]], pelukis kelahiran Spanyol yg menetap di [[Bali]]. Namun Delsy Syamsumar masih kuat berdiri pada dirinya sendiri. Dengan terus mengorek dan menekuni gaya tutur yang dibawa dunia ilustrasinya, lukisan lukisannya berusaha memadatkan pribadi khas, penuh gerak dan kemelut tersebut.
 
Syamsumar meninggal pada tanggal [[7 Juni]] [[2001]].