Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
[[Berkas:Rumah Tinggal Dokter Hasmo Sugiarto.jpg|jmpl|260x260px|Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah.]]
'''Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto''' adalah bangunan [[cagar budaya]] yang terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]. Bangunan rumah yang diperkirakan dibangun pada [[1919]] ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial di [[Kota Salatiga]]. Pada [[17 Juni]] [[2015]], bangunan ini menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain, yaitu [[GPIB Tamansari Salatiga]], Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius, [[Rumah Tinggal Notosoegondo]], dan [[Toko Aneka Jaya]].
== Keadaan bangunan ==
Rumah ini diperkirakan dibangun pada 1919 dan pemilik awalnya adalah Frederik Bousche, seorang indo Belanda kelahiran [[Delanggu, Klaten|Delanggu, Klaten.{{sfnp|Prakosa|2017|p=64|ps=: "Cerita lain terkait hubungan golongan Eropa dengan masyarakat bumiputra datang dari keluarga dr. Frederik Bousche. Keluarga indo Belanda yang pernah bertempat tinggal di ''Julianalaan'' (saat ini di depan Kantor Pos Salatiga) dan dimiliki oleh keluarga dr. R. Hasmo Sugijarto) itu dikenal dermawan (...)"}}{{sfnp|Supangkat|2019|p=8|ps=: "Adalah Frederik Bousche, warga Belanda kelahiran Delanggu yang membeli dua kavling tanah di ''Julianalaan'' pada tahun 1919 dan mendirikan rumah di atasnya dengan gaya ''art deco'' (...)"}}]][[Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto#cite%20note-FOOTNOTEPrakosa201764-1|<span class="mw-reflink-text">[1]</span>]]{{sfnp|Supangkat|2019|p=8|ps=: "Adalah Frederik Bousche, warga Belanda kelahiran Delanggu yang membeli dua kavling tanah di ''Julianalaan'' pada tahun 1919 dan mendirikan rumah di atasnya dengan gaya ''art deco'' (...)"}}[[Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto#cite%20note-FOOTNOTEPrakosa201764-1|<span class="mw-reflink-text">[1]</span>]]{{sfnp|Supangkat|2019|p=9|ps=: "Adalah Frederik Bousche, warga Belanda kelahiran Delanggu yang membeli dua kavling tanah di ''Julianalaan'' pada tahun 1919 dan mendirikan rumah di atasnya dengan gaya ''art deco'' (...)"}} Lokasinya berada di kawasan strategis, yaitu Jalan Moh. Yamin (dahulu bernama ''Julianalaan'').<ref>{{Cite web|url=https://www.solopos.com/wisata-salatiga-ini-11-benda-cagar-budaya-714261|title=Wisata Salatiga: Ini 11 Benda Cagar Budaya|last=Saputra|first=Imam Yuda|date=27 April 2016|website=Solopos|access-date=12 Maret 2020}}</ref>{{sfnp|Supangkat|2012|p=21|ps=: "Beberapa nama jalan lain yang "berbau" Belanda misalnya: ''Koffiestraat'' yang kemudian diganti ''Prins Hendriklaan'' (sekarang Jalan Yos Soedarso), ''Emmalaan'' (sekarang Jalan Adisutjipto), ''Prinsenlaan'' (sekarang Jalan Tentara Pelajar), ''Julianalaan'' (sekarang Jalan Moh. Yamin) (...)"}}''{{sfnp|Harnoko, dkk|2008|p=42|ps=: "Jalan Moh. Yamin ada bangunan-bangunan kolonial, yang kini digunakan untuk rumah tinggal, kantor pos, dan kantor pegadaian (...)"}}'' Pada masa pemerintahan ''gemeente'' (kotapraja), kawasan tersebut berkembang menjadi pusat kota yang dikenal dengan nama ''Europeesche Wijk.{{sfnp|Anwar|2019|p=147|ps=: "Untuk wilayah yang saat ini bernama Jalan Diponegoro, Jalan Yos Sudarso, Jalan Patimura, Jalan Moh. Yamin, pada masa kolonial adalah zona ''Europeesche Wijk'' dihuni oleh orang Eropa yang kaya-raya (...)"}}{{sfnp|Rohman|2020|p=124|ps=: "Pada masa pemerintahan ''gemeente'',
kawasan di sekitar rumah dinas asisten Salatiga
memang berkembang menjadi pusat kota.
|