Cornelis Poortman: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambah bagian baru |
Tambah informasi |
||
Baris 23:
=== Kronik Tionghoa Semarang ===
Yang ini mendapat banyak perhatian: Naskah itu memuat beberapa referensi tentang seorang pria bernama Gan Eng Cu, yang diidentifikasikan sebagai ‘Kapten Cina Islam’ dari Tuban. Seharusnya diangkat ke posisi ini pada tahun 1423 oleh seseorang bernama Bong Tak Keng (diidentifikasi oleh teks sebagai orang yang diangkat Zheng He untuk menjadi gubernur Komunitas Muslim Tionghoa di Jawa), teks tersebut juga mengklaim bahwa, pada tahun 1436, Gan Eng Cu dikirim ke Cina sebagai utusan Majapahit.<ref name=":0" />{{Rp|page=187}}
[[Berkas:Sam Poo Kong - Main Temple.jpg|jmpl|Bangunan kuil utama di dalam kompleks Sam Po Kong.]]
Banyak masalah seputar Kronik Tionghoa Semarang yang sangat tinggi tingkat permasalahannya. Misalnya, bagian teks yang berpusat di sekitar kebangkitan Demak sangat mirip dengan narasi yang ditemukan dalam [[Babad Tanah Jawi]]. Kedua sumber, untuk Misalnya, beri nama penguasa pertama Demak "Jinbun" dan gambarkan dia sebagai putra daripenguasa terakhir Majapahit, yang diidentifikasi sebagai Kerta Bumi di Kronik Tionghoa Semarang dan Prabu Brawijaya di Babad Tanah Jawi. Seperti dalam Babad Tanah Jawi, Kronik Tionghoa Semarang juga mengklaim bahwa Jinbun awalnya tinggal di Palembang di mana, bersama dengan adik laki-lakinya, dia dibesarkan oleh gubernur kota. Di Kronik Tionghoa Semarang, yang terakhir diidentikkan dengan seorang Muslim Tionghoa bernama Swan Liong, sedangkan Babad Tanah Jawi mengklaim dirinya adalah seorang pangeran Hindu Jawa disebut Arya Damar. Meski demikian, kedua sumber mengklaim itu, setelah tinggal di Palembang untuk beberapa waktu, Jinbun dan adiknya kembali ke Jawa. Jinbun lalu bertahta di Demak (Kronik Tionghoa Semarang mengklaim dia memerintah dari tahun 1475 sampai 1518, sedangkan Babad Tanah Jawi tidak memuat tanggal) dan saudaranya pergi ke Majapahit. Menurut kedua sumber tersebut, Jinbun kemudian menyebarkan pengaruhnya di seluruh Jawa. Kronik Tionghoa Semarang mengklaim dia melanjutkan untuk menenangkan Majapahit dua kali, sekali pada 1478 dan sekali lagi pada 1517, sebelum akhirnya menghancurkannya pada tahun 1527.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Wain|first=Alexander|date=Juni 2017|title=The two Kronik Tionghua of Semarang and Cirebon: A note on provenance and reliability|url=https://archive.org/details/two_kronik_tionghua_of_semarang_and_cirebon/page/186/mode/2up|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=48|issue=2|pages=179-195|doi=}}</ref>{{Rp|page=188-189}}
Baris 36:
Kelenteng talang adalah kelenteng tradisional Cina yang didedikasikan untuk pembangunnya (penyembahan leluhur), Tan Sam Tjai. Menurut kronik Tionghoa Cirebon, Tan Sam Cai teks tersebut menggambarkan dia sebagai seorang pejabat pengadilan Muslim Cina yang mengingkari keyakinannya, beribadah di Pura Talang (menurut naskah itu, kelenteng itu awalnya masjid yang dibangun pada 1415 tetapi kemudian diubah menjadi kelenteng). Catatan mengenai pembangunan kelenteng mengonfirmasi ini, adalah seorang pejabat kerajaan Cina yang pindah agama Islam sebelum kemudian meninggalkannya dan kembali memeluk ajaran Tionghoa aslinya, namun berbeda dengan Kronik Tionghoa Cirebon, catatan tersebut mengklaim bahwa itu adalah Tan Sam Tjai yang awalnya mendirikan kelenteng Talang sebagai masjid, sebelum kemudian kembali meresmikan itu sebagai kelenteng leluhur, di mana komunitas Tionghoa kemudian menghormatinya setelah kematiannya. Selain itu, makam non-Muslim Tan Sam Tjai masih ada di kota, disertai dengan plakat tiga bahasa (Cina-Melayu-Jawa) yang mengukuhkan Tan Sam Tjai sebagai pejabat istana, memberinya gelar Raden Aria Wira Tidela. Namun, plakat ini bertanggal tahun 1765. Selisih tahun ini signifikan, struktur kelentengnya juga mirip struktur klenteng akhir abad 18.<ref name=":0" />{{Rp|page=192}}
Banyak masalah Kronik Tionghua Semarang diulang dalam kronik ini. Misalnya, meskipun ada kemungkinan klaim orang Jawa bahwa armada Zheng He berkunjung ke Cirebon, tidak ada catatan berbahasa Cina untuk kejadian ini. Begitu pula dengan Kronik Tionghoa Cirebon diakhiri dengan penaklukan Pajang atas Demak, sekali lagi menyiratkan akhir dari satu periode dan awal dari yang lain. Ada juga penggambaran tidak logis yang sama (Sinisisasi - kembalinya orang Cina muslim kepada kepercayaan Cina, sebagai akibat isolasi dari Cina setelah masa Ceng Ho). Poin-poin menunjuk ke arah pemalsuan.<ref name=":0" />{{Rp|page=193}}
Pada akhirnya Kronik Tionghua Cirebon hampir pasti bukan berdasar tradisi paralel yang asli: Masyarakat Kelenteng Talang tidak memiliki ingatan independen terhadap Kronik Tionghoa Cirebon, pemberitaan Tan Sam Tjai pada teks memiliki kecacatan, periodisasi sejarahnya menunjukkan seorang penulis modern, dan asal-muasalnya tetap tidak pasti. Poin-poin ini menyarankan Kronik Tionghoa Cirebon adalah hibridisasi dari dua teks sebelumnya (mungkin dilakukan pada masa modern).<ref name=":0" />{{Rp|page=194}}
== Catatan ==
|