Gereja Kristen Jawa Salib Putih: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 33:
''Buku Sejarah Salib Putih'' mencatat bahwa Adolph meninggal pada [[9 Juli]] [[1924]] dan semua tugas pelayanan selanjutnya diteruskan oleh istrinya hingga tahun [[1942]]. Yayasan yang dikelolanya lantas berganti nama menjadi ''Vereniging der Witte Kruis Kolonie'' dan telah berbadan hukum pada [[1928]], serta mendapatkan subsidi dari pemerintah Belanda.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}'' Sampai tahun [[1930]], yayasan ini memiliki anggota lebih dari 1.200 orang.''<ref name=":22" />'' Selanjutnya, ketika [[Jepang]] menduduki Hindia Belanda, Alice ditangkap dan akhirnya meninggal.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}''
Setelah Indonesia merdeka, semua aset Belanda diserahkan kepada pemerintah Indonesia, termasuk lahan Salib Putih dan bangunan gereja. Pun demikian, tahun [[1948]] pengelolaannya diserahkan kepada anak Adolph, yaitu Santoso Adolf van Emmerick hingga tahun [[1952]].''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}'' Namun menurut Raharjo, setahun kemudian Santoso meminta saran kepada [[Basoeki Probowinoto|Pendeta Basoeki Probowinoto]] mengenai pengelolaan Salib Putih. Berdasarkan catatan dalam ''Notulen Rapat Pengurus Yayasan Amal Kristen Jawa Tengah'', dengan lokasi di Salatiga dan tanggal 9 Januari 1951, Probowinoto lantas memberikan tiga alternatif, yaitu diserahkan kepada pemerintah Indonesia karena memiliki hak aset atas lahan-lahan yang pernah dikuasai oleh Belanda, diserahkan kepada [[Gereja Katolik Roma]] karena dinilai lebih berpengalaman dalam mengelola pelayanan sosial, atau diserahkan kepada pihak GKJ karena orang-orang rawatan yang berada di Salib Putih telah memiliki hubungan dekat dengan pihak GKJ.''{{sfnp|Raharjo|2019|p=119|ps=|}}''
Probowinoto akhirnya mengusulkan kepada Santoso agar memercayakan pengelolaan Salib Putih kepada pihak GKJ. Namun, pertimbangannya tidak terletak pada kedekatan orang-orang rawatan di Salib Putih dengan GKJ, melainkan supaya GKJ mempunyai kesempatan untuk melakukan pelayanan Pekabaran Injil secara lebih luas, yaitu kepada orang-orang miskin, cacat, yatim-piatu, janda, lanjut usia, dan sebagainya.''{{sfnp|Kana|Daldjoeni|p=82|ps=|1987}}''
▲Mendengar usulan yang diberikan oleh Probowinoto, Santoso akhirnya memercayakan pengelolaan Salib Putih kepada pihak GKJ. Pada 1949, penyerahan pengelolaannya dilakukan secara pribadi, yaitu dari Santoso kepada Probowinoto. Namun, Probowinoto sendiri telah memikirkan mengenai prosedur kelembagaannya. Atas prakarsa darinya, Sinode GKJ akhirnya membuat yayasan bernama Yayasan Amal Kristen pada 5-7 Juli 1950 untuk mengambil alih pengelolaan lahan Perkumpulan Salib Putih (''Notulen Rapat Pengurus Yayasan Amal Kristen Jawa Tengah'', 9 Januari 1951). Seluruh aktivitas yayasan selanjutnya dikelola oleh Perkumpulan Rumah Sosial Sana Bapa dan dipimpin oleh pejabat pemerintah bernama Somadilaga (Rahardjo, dkk, 2013:72-73).
|