Sengketa Irian Barat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 11:
Pada 25 Maret 1947, Belanda dan Indonesia berhasil menyepakati bersama [[Perundingan Linggarjati]]. Namun, pada 21 Juli 1947, Letnan Gubernur Jenderal Belanda [[Hubertus Johannes van Mook]] menegaskan bahwa hasil [[Perundingan Linggarjati]] tidak berlaku lagi dan memulai operasi militer yang dikenal dengan nama [[Agresi Militer Belanda I]] yang berlangsung sampai 5 Agustus 1947. Belanda menamakan operasi militer ini sebagai [[Aksi Polisionil]] dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri.
Dari tahun 1947-1948, Belanda menggunakan politik Devide et Impera atau [[politik pecah belah]] yang merupakan kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Politik peredaman ini dilakukan oleh Belanda dengan pendirian negara boneka di Sumatera Timur, Madura, Pasundan, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur pada tahun 1947-1948 untuk membina separatisme.
Pada 22 Desember 1948, para delegasi Indonesia membahas pelanggaran [[Perundingan Linggarjati]], penggelaran operasi militer Belanda, dan penawanan para petinggi pemerintahan Indonesia di sidang [[PBB]] di [[Paris]]. Delegasi Belanda di PBB menolak klaim Indonesia dengan menyatakan bahwa keadaan di Indonesia telah kembali normal dan para pemimpin yang ditawan diperkenankan untuk bergerak dengan leluasa. Namun pada 15 Januari 1949, dua anggota Komisi Tiga Negara (KTN) dikirim ke tempat pengasingan dan tidak menemukan kebenaran dalam klaim Belanda.
|