Angling Dharma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 1:
{{refimprove}}
Prabu '''Angling Dharma''' adalah nama seorang tokoh [[legenda]] dalam tradisi [[Jawa
Kisah ini dapat ditemukan dalam bentuk relief di [[candi Jago]]. Sebagai sebuah cerita, kisah ini dikenal baik dalam kidung maupun ''Serat Angling Dharma''. Penentuan kisah relief merupakan tafsiran Thomas M. Hunter, ahli linguistik dan Jawa Kuno, berdasarkan naskah yang tak diterbitkan karya Bambang Soetrisno, mantan juru kunci Candi Jago. Tafsiran itu, pertama kali diungkapnya lewat seminar pada tahun 1989 yang kemudian dituliskan lewat makalah berjudul ''“The Aridharma Reliefs of Candi Jago”'' yang terbit dalam ''Society and Culture of Southeast Asia: Continuities and Changes'' pada tahun 2000. Secara keseluruhan, kisah Angling Dharma terdapat dalam tujuh panil relief. Kisahnya di relief didahului dengan adegan naga jantan merayu naga betina.
Di Candi Jago, relief Angling Dharma bisa ditemukan di kaki candi, tepatnya pada sisi timur laut. Letaknya setelah relief [[Tantri Kamandaka]] dan sebelum relief [[Kuñjarakarna]].<ref name="Historia2"/>
Walaupun demikian, relief Angling Dharma yang dipahat di Candi Jago bukan relief yang dibuat pada masa [[Kerajaan Singasari|Singhasari]]. Mengingat Candi Jago dibangun sebagai pendharmaan bagi Raja Singhasari, [[Wisnuwardhana]]. Relief ini dipahat pada bangunan yang dipugar pada masa Hayam Wuruk. Pada [[Nagarakretagama]] disebutkan Hayam Wuruk melakukan pemugaran terhadap 27 pendharmaan leluhurnya. Candi Jago mengalami perombakan signifikan secara arsitektural.<ref name="Historia2"/>
Selain di Candi Jago, masyarakat banyak yang percaya kisah Angling Dharma juga terbaca di relief [[Candi Mirigambar]]. Namun banyak ahli yang meragukannya, diantaranya arkeolog Belanda, [[Nicolaas Johannes Krom|N. J. Krom]] dan Knebel.<ref name="Historia2"/>
Makam dan Peninggalan Prabu [[Angling Dharma (disambiguasi)|Angling Dharma]] diduga berada di [[Baleadi, Sukolilo, Pati|Desa Baleadi]], [[Sukolilo, Pati|Sukolilo]], [[Kabupaten Pati]], [[Jawa Tengah]]. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan [[Arjuna]], seorang tokoh utama dalam kisah ''[[Mahabharata]]''.{{fact}}
== Sejarah ==
Kisah Angling Dharma adalah kisah legenda rakyat. Menurut Dwi Cahyono, arkeolog Universitas Negeri Malang, kisah ini muncul terlebih dahulu dalam tradisi lisan sebelum masa Majapahit.<ref name="Historia2">{{Cite web|date=2018-08-01|title=Siapa Sebenarnya Angling Dharma?|url=https://historia.id/kuno/articles/siapa-sebenarnya-angling-dharma-Dr9AY|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-01-31}}</ref>
== Garis silsilah ==
Dikisahkan bahwa, Arjuna berputra [[Abimanyu]]. Abimanyu berputra [[Parikesit]]. Parikesit berputra Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra [[Jayabaya]]. Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra bernama Prabu Anglingdarma.<ref name="Historia1"/>
==
=== Kelahiran ===
Semenjak Yudayana putra [[Parikesit]] naik takhta, nama kerajaan diganti dari [[Hastinapura|Hastina]] menjadi Yawastina. Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada Gendrayana. Pada suatu hari, Gendrayana menghukum adiknya yang bernama Sudarsana karena kesalahpahaman. [[Batara Narada]] turun dari kahyangan sebagai utusan dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang ke hutan sedangkan Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada.
Gendrayana membangun kerajaan baru bernama Mamenang. Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama [[Jayabaya]]. Sementara itu, Sudarsana digantikan putranya yang bernama Sariwahana. Sariwahana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma.
Baris 20 ⟶ 33:
Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma. Kelahiran bayi titisan Wisnu tersebut bersamaan dengan wafatnya Jayabaya yang mencapai [[moksa]]. Takhta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti.
=== Pernikahan pertama ===
Setelah dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya, bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma, atau Prabu Ajidarma.
Baris 27 ⟶ 40:
Kakak Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barangsiapa ingin menikahi adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai maha [[patih]] di Kerajaan Malawapati.
Pada suatu hari, ketika sedang berburu, Anglingdarma memergoki istri gurunya yang bernama Nagagini sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Anglingdarma pun membunuh ular jantan sedangkan Nagagini pulang dalam keadaan terluka.
Nagagini kemudian menyusun laporan palsu kepada suaminya, yaitu Nagaraja supaya membalas dendam kepada Anglingdarma. Nagaraja pun menyusup ke dalam istana Malawapati dan menyaksikan Anglingdarma sedang membicarakan perselingkuhan Nagagini kepada Setyawati. Nagaraja pun sadar bahwa istrinya yang salah. Ia pun muncul dan meminta maaf kepada Anglingdarma.
Nagaraja mengaku ingin mencapai [[moksa]]. Ia kemudian mewariskan ilmu kesaktiannya berupa ''Aji Gineng'' kepada Anglingdarma. Ilmu tersebut harus dijaga dengan baik dan penuh rahasia. Setelah mewariskan ilmu tersebut, Nagaraja pun wafat.
Sejak mewarisi ilmu baru, Anglingdarma menjadi paham bahasa binatang. Pernah ia tertawa menyaksikan percakapan sepasang cecak. Hal itu membuat Setyawati tersinggung. Anglingdarma menolak berterus terang karena terlanjur berjanji akan merahasiakan ''Aji Gineng'', membuat Setyawati bertambah marah. Setyawati pun memilih Pati Obong, yaitu bunuh diri dalam api untuk mengembalikan harga dirinya. Anglingdarma berjanji lebih baik menemani Setyawati mati, daripada harus membocorkan rahsia ilmunya.
Baris 37 ⟶ 50:
Ketika upacara pembakaran diri digelar pada tanggal 14 bulan purnama, Anglingdarma sempat mendengar percakapan sepasang kambing. Dari percakapan itu Anglingdarma sadar kalau keputusannya menemani Setyawati mati adalah keputusan emosional yang justru merugikan rakyat banyak. Maka, ketika Setyawati terjun ke dalam kobaran api, Anglingdarma tidak menyertainya..
=== Masa hukuman ===
Perbuatan Anglingdarma yang mengingkari janji sehidup semati dengan Setyawati membuat dirinya harus menjalani hukuman buang sampai batas waktu tertentu sebagai penebus dosa. Kerajaan Malawapati pun dititipkannya kepada Batikmadrim.
Baris 54 ⟶ 67:
Atas keberhasilannya itu, Ki Demang diangkat sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta sebagai peliharaan Ambarawati, putri Darmawangsa.
=== Kembali ke Malawapati ===
Anglingdarma yang telah berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari saja. Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya menikah tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawati pun mengandung.
Baris 63 ⟶ 76:
Anglingdarma kemudian membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir seorang putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya menjadi raja di Kerajaan Bojanagara.
==
=== Sinetron ===
* [[Angling Dharma (sinetron)|Angling Dharma]] (2001-2005)
* [[Angling Dharma (serial televisi)|Angling Dharma 2014]] (2013-2014)
|