Maria Catarina Sumarsih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Imociro (bicara | kontrib)
k Memperbaiki ejaan yang salah
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Imociro (bicara | kontrib)
k Memperbaiki ejaan yang salah
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 32:
Sumarsih adalah sosok yang berani. Selama bertahun-tahun Sumarsih berjuang bersama suami, Arief Priyadi, dan para orang tua korban lainnya, menuntut keadilan atas kematian putranya. Kegiatan aktivisme Sumarsih diawali dengan partisipasinya berdemonstrasi aksi damai di bundaran Hotel Indonesia setiap hari Jumat, walaupun aksi damai ini hanya dapat diikuti 2 kali karena aksi tersebut dianggap sebagai bagian dari Gerwani.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=12-13}}</ref> Sejak saat itu, Sumarsih memulai perjuangan menuntut keadilan bersama dengan kalangan keluarga korban [[Tragedi Trisakti]], [[Tragedi Semanggi|Semanggi I dan II]] (TSS).
 
Sumarsih dan kalangan keluarga korban melakukan pertemuan dengan Agustin Teras Narang, S.H., yang pada saat itu menjabat sebagai Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI. Pertemuan ini menjadi permulaan diangkatnya kasus Semanggi dan Trisakti, sehingga akhirnya DPR-RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.<ref name=":32" /> Pada hari Senin, 9 Juli 2001, Ketua Pansus melaporkan bahwa kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II akan dibahas dalam sidang Paripurna DPR-RI, dan dari hasil sidang ini dinyatakan bahwa kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II tidak masuk kedalamke dalam klasifikasi pelanggaran HAM berat, sehingga proses penyelesaiannya dapat dilakukan dengan pengadilan militer.<ref name=":32" /> Tidak setuju dengan rekomendasi tersebut, Sumarsih melempar 3 butir telur ke arah tempat duduk Fraksi TNI/Polri, Pimpinan sidang dan Fraksi Partai Golkar.<ref name=":32" />
 
Advokasi Sumarsih dan kalangan keluarga korban juga dibantu oleh rekan-rekan [[Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan|Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)]] dan TRuK yang melakukan audiensi ke Mahkamah Agung pada tanggal 4 September 2001. Melalui audiensi yang dilakukan, dinyatakan bahwa Rekomendasi DPR-RI mengenai kasus Trisakti, Semanggi I dan II tidak mengikat dan juga tidak memiliki kekuatan hukum.<ref name=":32" /> Selain mengunjungi Mahkamah Agung, Sumarsih dan keluarga korban dengan beberapa lembaga lainnya mengunjungi [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)]] yang akhirnya menghasilkan terbentuknya KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, walaupun mereka tidak berhasil memanggil jenderal yang diduga melakukan pelanggaran HAM.<ref name=":32" />