Perang Besar Cirebon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 324:
* Kedua, ''Kesultanan Cheribon en Cheribonsche-Preanger Regentschappen (wilayah'' kesultanan Cirebon dan Priangan-Cirebon), yang meliputi wilayah [[kesultanan Cirebon]], Limbangan (sekarang bagian dari [[kabupaten Garut]]), Sukapura (sekarang bagian dari [[kabupaten Tasikmalaya]]) dan Galuh (sekarang [[kabupaten Ciamis]] dan [[kota Banjar]])<ref>Sunardjo, Unang. 1983. Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon: 1479 - 1809. Bandung: Tarsito</ref>
Di daerah Cirebon, dikatakan [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]] memperoleh hak untuk mengangkat pegawai kesultanan menjadi pegawai Belanda, hal ini senada dengan proses reformasi administrasi yang dilakukan oleh [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]] di pulau Jawa dimana dia mengangkat semua bupati menjadi pegawai Belanda dengan maksud menyetarakan mereka dengan para pegawai yang berasal dari eropa, hal ini dilakukan oleh [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]] untuk menghentikan penyalahgunaan wewenang oleh para bupati Jawa yang memperoleh keuntungan langsung dari penduduknya<ref name=dalope>Dalope, Leonard Bayu Laksono. 2018. Berharap dari Tanah Pangharepan : Kajian Sosio-Historis di Seputar Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda pada Komunitas Kristen di Jawa Barat periode Tahun 1870-1920. [[Salatiga]] : Universitas Kristen Satya Wacana</ref>. [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]] juga mendapat kekuasaan lebih besar dalam urusan keuangan dan pemerintahan internal kesultanan. sejak tahun 1809 dikatakan bahwa kesultanan-kesultanan yang ada di Cirebon tidak lagi memiliki kekuasaan politik karena telah dijadikan pegawai pemerintah Hindia Belanda dan fungsi mereka sebagai kepala pemerintahan digantikan oleh para bupati yang diangkat oleh Gubernur Jendral, wilayah-wilayahnya kemudian diawasi oleh ''prefect'' (kepala wilayah) yang telah ditunjuk oleh pemerintah Belanda<ref name="hazmirullah" />.
Pada ''Algemeene Bepalingen'' (ketentuan umum) selain memecah wilayah [[kesultanan Cirebon]] menjadi dua ''prefectuur'' (wilayah) yakni ''Kesultanan Cheribon Landen'' (termasuk didalamnya wilayah kepangeranan Gebang) dan ''Cheribonsche-Preanger Landen'' yang masing-masing dikepalai oleh seorang ''prefect'' (kepala wilayah), ketentuan umum tersebut juga menjelaskan bahwa kedudukan para penguasa Cirebon dengan terbitnya ''Reglement op het beheer van Cheribonsche Landen'' (peraturan tentang pengelolaan wilayah Cirebon) menjadi seorang pegawai Belanda dengan posisi yang berada langsung dibawah ''prefect'' (kepala wilayah), ketiga penguasa Cirebon kemudian diberikan gelar ''hoofd-regent'' dan tetap diperkenankan untuk menggunakan tanda atau simbol-simbol kebesaran serta tata cara penghormatan yang selama ini berlaku di lingkungan kesultanan guna menjaga citra dari para penguasa Cirebon<ref name="hazmirullah" />.
Pada tanggal 13 Maret 1809, [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]] menunjuk Sultan Sepuh yang pada masa itu dijabat oleh Djoharuddin untuk mengepalai wilayah kabupaten Cirebon dan Kuningan, Sultan Anom Imamuddin ditunjuk sebagai kepala wilayah di Maja (Majalengka) sementara Pangeran Raja Kanoman yang sudah naik tahta sebagai Sultan Kacirebonan dijadikan kepala wilayah Indramayu<ref name="bochari" />
==== Pertempuran Jawura dan Bantar Jati ====
|