Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciko (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
Susana politik menjelang SI memang dipanaskan oleh retorika yang menajam antara kelompok pro-SI dan anti-SI. Berbagai elemen gerakan mahasiswa menyatakan tidak mempercayai Habibie menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil, sedangkan SI tak ada artinya jika semua anggota masih orang Orde Baru, serta menuntut peradilan terhadap Soeharto dan pencabutan [[dwifungsi ABRI]]. Sedangkan hampir semua ormas Islam memiliki pandangan yang umumnya sama, bahwa SI merupakan tahap penting menuju Pemilu 1999, yang diharapkan menjadi tonggak untuk mengayuh demokratisasi dan reformasi berikutnya.
 
Menjelang SI sejumlah pertemuan silaturahmi yang digagas para pemuka Islam, mulai acara yang sifatnya intern, berskala kecil, sampai aksi pamer kekuatan massa. Ada Apel Akbar Umat Islam 1998 oleh Forum Silaturahmi Ulama-Habib dan Tokoh Masyarakat se-Jabotabek, yang menghimpun puluhan ribu massa, di Stadion Utama Senayan. Lalu disusul Kongres Umat Islam Indonesia, yang dihadiri sekitar 1.500 peserta dari 30-an ormas Islam di seluruh Nusantara, sampai yang berskala kecil, Silaturahmi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Hasil pertemuan-pertemuan ini bisa dibaca dari pernyataan sikap dan spanduk-spanduk yang dibentangkan. Intinya sama: mendukung dan menyukseskan Sidang Istimewa MPR 1998 serta menentang pihak-pihak yang ingin menggagalkan Sidang Istimewa MPR.
 
Acara yang diselenggarakan oleh Forum Silaturahmi Ulama di Senayan menghasilkan pernyataan sikap hasil yang dibacakan K.H. Syaifuddin dan diakhiri tepukan tangan 100 ribu massa dan sejumlah tokoh yang hadir, seperti Ketua Pelaksana Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) [[Ahmad Sumargono]] dan Sekjen Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) H. Husein Umar. Pengusaha nasional [[Fadel Muhammad]] malah bersuara lebih lantang, bila imbauan tak diindahkan, umat Islam siap menghadapi dengan segala risiko.
Kegiatan pasukan swakarsa muslim ini bisa ditengok sejak sepekan sebelum Sidang Istimewa. Awal November 1998, para aktivis pro-SI ini diangkut dengan 50-an truk yang mangkal untuk salat lohor di Masjid Istiqlal. Di kanan kiri badan truk diselempangkan spanduk putih bertuliskan huruf merah: "PAM Swakarsa SI MPR 98". Di tiap-tiap truk, berjubel anak berusia tanggung. Mereka mengenakan ikat kepala berwarna hijau bertuliskan huruf Arab. Tangan mereka menggenggam erat tongkat bambu runcing. Sekali dalam sehari berkeliling kota. Bukan untuk takbiran, tapi mengampanyekan perlunya SI. Pasukan muda ini agaknya tak termasuk sekitar 12 ribu massa yang telah mendaftar ke [[Kepolisian Daerah Metro Jaya]] untuk melangsungkan sejumlah kegiatan mendukung SI. "Pasukan khusus kami sudah siap, sudah konsolidasi," kata Ahmad Sumargono, Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam atau KISDI. Pasukan KISDI berkekuatan sekitar 5.000 orang<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/email/1998/11/10/NAS/mbm.19981110.NAS97172.id.html Batalion Muslim Siaga, Banser Menjaga Kiai], Tempo 10 November 1998</ref>.
 
Kegiatan pasukan swakarsa muslim ini bisa ditengok sejak sepekan sebelum Sidang Istimewa. Awal November 1998, para aktivis pro-SI ini diangkut dengan 50-an truk yang mangkal untuk salat lohor di Masjid Istiqlal. Di kanan kiri badan truk diselempangkan spanduk putih bertuliskan huruf merah: "PAM Swakarsa SI MPR 98". Di tiap-tiap truk, berjubel anak berusia tanggung. Mereka mengenakan ikat kepala berwarna hijau bertuliskan huruf Arab. Tangan mereka menggenggam erat tongkat bambu runcing. Sekali dalam sehari berkeliling kota. Bukan untuk takbiran, tapi mengampanyekan perlunya SI. Pasukan muda ini agaknya tak termasuk sekitar 12 ribu massa yang telah mendaftar ke [[Kepolisian Daerah Metro Jaya]] untuk melangsungkan sejumlah kegiatan mendukung SI. "Pasukan khusus kami sudah siap, sudah konsolidasi," kata Ahmad Sumargono, Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam atau KISDI. Pasukanmengatakan KISDIpasukannya sudah siap dan berkekuatan sekitar 5.000 orang<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/email/1998/11/10/NAS/mbm.19981110.NAS97172.id.html Batalion Muslim Siaga, Banser Menjaga Kiai], Tempo 10 November 1998</ref>.
== Pembentukan ==
 
== Anggota ==
Pasukan Pam Swakarsa ini terdiri dari beberapa barisan. Ada yang di bawah koordinasi kepolisian, ada yang di bawah komando Furkon (Faisal Biki), ada yang dari Masyarakat Madura di bawah koordinasi Chalil Badawi, tak ketinggalan onderbrouw [[ICMI]], yakni [[Cides]] ikut bermain. Unsur-unsur Pam Swakarsa dapat juga disebut terdiri dari antara lain Furkon yang berada di bawah tanggung jawab [[MUI]] (dibentuk pada Kongres Umat Islam, tanggal 7-11 November 1998), [[KISDI]] (yang dipimpin [[Ahmad Sumargono]] yang pernah tercatat sebagai petinggi [[Partai Bulan Bintang]]), Brigade Hizbullah BKUI, [[GPI]], Remaja Masjid Al-Furqon Bekasi, dan Mahasiswa Islam Bandung <ref>Majalah ADIL, 7 November 1998</ref>. Para komandannya umumnya adalah jawara-jawara silat yang sebagian didatangkan dari Banten. Milisi Pam Swakarsa juga diisi oleh kalangan pendekar betawi dan juga ormas-ormas Islam. Beberapa lokasi yang dijadikan markas barisan Pam Swakarsa adalah Mesjid [[Istiqlal]], [[Manggala Wanabhakti]], Mesjid Al Azhar dan sebuah tempat dekat Mabes ABRI di kawasan [[Cilangkap]]. Tidak semuanya datang dari kalangan Islam.
 
Kepolisian Daerah Metro Jaya menyebut Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga, [[FKPPI]], dan berbagai organisasi lainnya juga berhimpun dalam pasukan paramiliter yang ikut mengamankan SI<ref>Furkon Digandeng Militer, Nikmat Membawa Sengsara, Majalah Tempo 23 November 1998</ref>. [[Pemuda Pancasila]], [[Pemuda Pancamarga]], dan Warga Wijaya Indonesia bermarkas dalam kompleks [[Gedung DPR/MPR]]. Namun jumlah yang lebih banyak, yang bermarkas di Masjid Istiqlal dan Masjid Al Banna, Senayan, datang dari kalangan Islam. Mereka tak hanya berasal dari wilayah Jabotabek, melainkan dari daerah lain seperti Banten, Bandung, Pandeglang, Yogyakarta, Surabaya, dan Madura.
 
Majelis Dakwah Islamiah, sebuah forum pengajian yang dibina Golkar, menurunkan 600 anggota dengan tugas memblokir Tugu Proklamasi yang sedianya menjadi ajang digelarnya parlemen jalanan oleh mahasiswa dan kelompok penentang SI MPR. Ada juga kelompok dari Menteng, Kalipasir, dan Gondangdia. Dengan kekuatan 200 orang, bersama kelompok lain mereka bertugas menjaga Taman Ismail Marzuki.
 
Kelompok yang besar digerakkan oleh Faisal Biki, adik kandung almarhum [[Amir Biki]], tokoh peristiwa Tanjungpriok. Bersama kelompok Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon) yang didirikan Komarudin Rahmat, Daud Poliraja, dan Furqon.
Faisal sendiri mengaku, dananya antara lain dikucurkan oleh Menhankam Pangab Jenderal Wiranto dan Wakil Ketua DPR/MPR [[Abdul Gafur]]. Pasukan yang dirangkul Furkon berasal dari berbagai daerah. Jakarta, misalnya, banyak disumbang pasukan dari wilayah Tanahabang, Tanjungpriok, dan Kwitang. Dari luar daerah, kebanyakan dari Serang, Rangkasbitung, dan Pandeglang. Ada pula yang datang dari Yogyakarta, seperti diakui Ketua Tarbiyah Islamiah Yogyakarta, Djalaludin Syukur<ref>Berjihad Mendukung Sidang, Majalah Tempo 30 November 1998</ref>.
 
== Bentrokan ==
Baris 24 ⟶ 31:
[[9 November]] 1998, ratusan massa pam swakarsa berkumpul di [[Tugu Proklamasi]]. Sebagian anggota Pam Swakarsa mengaku berpartisipasi karena diundang untuk tahlilan wafatnya Ketua MUI K.H. [[Hasan Basri]], meskipun tempatnya agak aneh: Tugu Proklamasi. [[10 November]] 1998, sejak siang hari warga mengepung duaribuan pasukan Pam Swakarsa yang berkumpul ditengah-tengah lapangan Tugu Proklamasi. Masyarakat yang marah melempari dengan batu. Akhirnya pasukan pam swakarsa ini dievakuasi tentara sekitar pukul 19.30 WIB. Pam Swakarsa terlibat bentrokan di sekitar Hotel Hilton dengan massa rakyat Bendungan Hilir dan sekitarnya.
 
[[13 November]] 1998, siang hari sebelum terjadinya [[Tragedi Semanggi]], 3 orang anggota pam swakarsa tewas dikeroyok massa. Peristiwanya bermula ketika sekitar 30 orang (rata-rata bertubuh gempal, berwajah keras, dan berikat kepala hijau) menghadang ratusan mahasiswa di jembatan Cawang, [[Jakarta Timur]]. Sekelompok Pam Swakarsa ini, bersiaga berbaris di depan barikade polisi dan tentara, menyerupai tameng. Melihat hal ini, massa setempat yang awalnya hanya menonton mahasiswa berdemonstrasi, serta merta melempari pam swakarsa dengan batu. Pasukan pam swakarsa sempat membalas dengan lemparan batu pula, seraya mengacung-acungkan badik, sebelum akhirnya lari. Lima dari mereka terjebak di sebuah tanah lapang berawa-rawa tak jauh dari jembatan itu, di tengah kepungan massa yang bersenjatakan kayu, batu, dan besi. Tinju, tendangan, pukulan kayu, dan besi serta hunjaman batu menghajar mereka. Dua orang dilarikan ke rumah sakit setelah babak belur. Tiga lainnya tewas. Faisal Biki, salah satu Ketua Forum Umat islam untuk Keadilan dan Konstitusi (Furkon), mengatakan bahwa ini adalah resiko perjuangan, saat menengok jasad-jasad di rumah sakit. Faisal adalah adik [[Amir Biki]], tokoh Islam yang tewas dalam [[Kasus Tanjungpriok]] [[1984]]. Adapun Furkon adalah salah satu organisasi pengerah massa paling menonjol dalam kegiatan Pam Swakarsa ini.<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/email/1998/11/24/INT/mbm.19981124.INT97771.id.html Pam Swakarsa: Aktor atau Korban?], Tempo 24 November 1998</ref>.
 
== Pengakuan ==