Raden Saleh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k Suntingan 222.124.228.225 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Djoehana
Baris 9:
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di [[Belanda]], namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di [[Doornik]], Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh mendalami [[seni lukis]] Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan [[cat minyak]]. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling [[Jawa]] mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang [[Indonesia]] di daerah yang disinggahi.
 
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke [[Belanda]]. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal [[Van Der Capellen]] yang memerintah waktu itu ([[1819]]-[[1826]]), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
 
Tahun [[1829]], nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan [[Pangeran Diponegoro]] oleh [[Jenderal de Kock]], Capellen membiayai Saleh belajar ke [[Belanda]]. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi [[Belanda]] untuk Departemen ''van Kolonieen'' tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan [[Belanda]] de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, [[Bahasa Jawa]], dan [[Bahasa Melayu]]. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.
 
== Belajar ke Eropa ==
Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.
 
Ketakmunculannya selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga, pelukis Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan pintu rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak. Tiba-tiba mereka saling jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai berlumuran darah. Dalam suasana panik Raden Saleh muncul dari balik pintu lain. "''Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu, tetapi gambar saya bisa menipu manusia''", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu pun kemudian pergi.
 
Itulah salah satu pengalaman menarik Raden Saleh sebagai cermin kemampuannya. Dua tahun pertama ia pakai untuk memperdalam [[Bahasa Belanda]] dan belajar teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari [[Cornelius Krussemen]] dan tema pemandangan dari [[Andreas Schelfhout]] karena karya mereka memenuhi selera dan mutu rasa seni orang [[Belanda]] saat itu. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah [[Belanda]] dan keluarga kerajaan.
 
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal, malah berkesempatan berpameran di [[Den Haag]] dan [[Amsterdam]]. Melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
 
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh tinggal lebih lama untuk belajar "''wis-, land-, meet- en werktuigkunde'' (ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara ''Minister van Kolonieen'', Raja [[Willem I]] ([[1772]]-[[1843]]), dan pemerintah [[Hindia Belanda]], ia boleh menangguhkan kepulangan ke Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.
 
Saat pemerintahan Raja [[Willem II dari Belanda|Willem II]] ([[1792]]-[[1849]]) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya [[Dresden]], [[Jerman]]. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke [[Weimar]], Jerman ([[1843]]). Ia kembali ke Belanda tahun [[1844]]. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.
 
Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya tokoh [[romantisme]] [[Ferdinand Victor Eugene Delacroix]] ([[1798]]-[[1863]]), pelukis [[Perancis]] legendaris. Ia pun terjun ke dunia pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah pengembaraannya ke banyak tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
 
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari [[1848]] di [[Paris]], yang mau tak mau mempengaruhi dirinya. Dari Perancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, [[Horace Vernet]], ke [[Aljazair]] untuk tinggal selama beberapa bulan di tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang ia kunjungi: [[Austria]] dan [[Italia]]. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun [[1851]] ketika ia pulang ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.
 
== Kembali ke Hindia ==
Baris 27 ⟶ 37:
Tahun [[1875]] ia berangkat lagi ke Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun [[1878]]. Selanjutnya, ia menetap di [[Bogor]] sampai wafatnya pada [[23 April]] [[1880]] siang hari, konon karena diracuni pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia meninggal karena trombosis atau pembekuan darah.
 
Tertulis pada nisan makamnya di [[Bondongan]], Bogor, "''Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda''". Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak tafsir yang memancing perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.
 
== Lukisan ==
Baris 34 ⟶ 44:
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis [[Gerricault]] ([[1791]]-[[1824]]) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.
 
 
Wajar bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya dalam lukisan ''Penangkapan Pangeran Diponegoro''.
 
[[Berkas:Pieneman_diponegoro.jpg|thumbnail|right|Lukisan "Penyerahan Diri Diponegoro" karya pelukis Belanda J.W. Pieneman.]]
Meski serupa dengan karya [[J.W. Pieneman]], ia memberi interpretasi yang berbeda. Lukisan Pieneman menekankan peristiwa menyerahnya [[Pangeran Diponegoro]] yang berdiri dengan wajah letih dan dua tangan terbentang. Hamparan senjata berupa sekumpulan tombak adalah tanda kalah perang. Di latar belakang [[Jenderal de Kock]] berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah memerintahkan penahanan Diponegoro.
 
Berbeda dengan versi Raden Saleh, di lukisan yang selesai dibuat tahun [[1857]] itu pengikutnya tak membawa senjata. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro, pun tak ada. Ini menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan [[Ramadhan]]. Maknanya, Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik. Namun, perundingan gagal. Diponegoro ditangkap dengan mudah, karena Jenderal de Kock tahu musuhnya tak siap berperang di bulan Ramadhan. Di lukisan itu Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan marah, tangan kirinya yang mengepal menggenggam [[tasbih]].
 
[[Berkas:Raden_saleh_diponegoro.gif|thumbnail|right|Lukisan "Penangkapan Diponegoro" karya Raden Saleh]]
Baris 51 ⟶ 63:
Tahun [[1883]], untuk memperingati tiga tahun wafatnya diadakan pameran-pameran lukisannya di [[Amsterdam]], di antaranya yang berjudul ''Hutan Terbakar'', ''Berburu Kerbau di Jawa'', dan ''Penangkapan Pangeran Diponegoro''. Lukisan-lukisan itu dikirimkan antara lain oleh Raja [[Willem III]] dan Pangeran [[Van Saksen Coburg-Gotha]].
 
Memang banyak orang kaya dan pejabat Belanda, Belgia, serta Jerman yang mengagumi pelukis yang semasa di mancanegara tampil unik dengan berpakaian adat ningrat Jawa lengkap dengan [[blangkon]]. Di antara mereka adalah bangsawan Saksen Coburg-Gotha, keluarga Ratu [[Victoria]], dan sejumlah gubernur jenderal seperti [[van den Bosch]], [[Baud]], dan [[Daendels]].
 
Tak sedikit pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, yang kemudian selalu ia sematkan di dada. Di antaranya, bintang ''Ridder der Orde van de Eikenkoon'' (R.E.K.), ''Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde'' (C.F.J.), ''Ridder der Kroonorde van Pruisen'' (R.K.P.), ''Ridder van de Witte Valk'' (R.W.V.), dll.