Gereja Kristen Jawa Salib Putih: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
[[Berkas:Gereja Kristen Jawa Salib Putih (1).jpg|jmpl|280x280px|GKJ Salib Putih merupakan salah satu bukti fisik penyebaran agama Kristen di kawasan Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang ({{harvnb|Mulyati|2020||p=302}}).]]
'''Gereja Kristen Jawa (GKJ) Salib Putih''' adalah bangunan gereja di bawah naungan sinode [[Gereja Kristen Jawa]] yang terletak di Jalan Hasanudin km. 4 ([[Kota Salatiga]]
== Keadaan bangunan ==
Gereja ini berada di Jalan Hasanudin km. 4 (Kota
[[Berkas:Tugu Peringatan 50 Tahun Gereja Kristen Jawa Salib Putih (2).jpg|jmpl|280x280px|Tugu Peringatan 50 Tahun Gereja Kristen Jawa Salib Putih ({{harvnb|Mulyati|2020||p=306}}).]]
Baris 15:
Dalam penelitiannya, Mulyati yang mewawancarai salah seorang informan bernama Zakeus, menuturkan bahwa salah satu keunikan gereja tersebut adalah mimbar khotbahnya yang terbuat dari kayu jati dan kondisinya masih bagus. Selain itu, di bawah mimbar juga terdapat kolam pembaptisan, meskipun telah ditutup dengan kayu.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=307|ps=|}}'' Adapun sesanti yang berada di belakang mimbar ditulis dengan bahasa Jawa, yaitu ''aku ora pedhot-pedhot anganthi marang kowé kongsi tumeka wekasaning jaman'' (aku tidak akan putus dalam mencapai-Mu hingga akhir zaman)''.{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=75|ps=}}''
Hingga tahun [[2020]], kondisi fisik keseluruhan bangunan gereja tersebut terawat dengan baik serta difungsikan sebagai tempat ibadah rutin umat Kristen di sekitar kawasan itu.''{{sfnp|Hatmadji, dkk|2009|p=
== Dinamika ==
Berdasarkan data arsip Yayasan Sosial Kristen Salib Putih (YSKSP) mengenai pendirian yayasan, keberadaan GKJ Salib Putih maupun panti wreda,''{{sfnp|Bangngu|Puspita|p=92|ps=|Gasong|2018}}{{sfnp|Dese|Wibowo|p=139|ps=|2019|}}{{sfnp|Donalia|Sanubari|p=308|ps=|2020|}}'' panti karya,''{{sfnp|Damayanti|Franksisca|p=181|ps=|Priyanto|2019}}'' panti asuhan, dan perkebunan''{{sfnp|Mulyati|2020|p=
Mereka berdua datang ke [[Hindia Belanda]] tahun [[1882]] sebagai amtenar.<ref name=":0" />''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}'' Peran mereka diawali ketika [[Gunung Kelud]] meletus tahun [[1901]].<ref name=":2" /> Wolterbeek dalam ''Babad Zending in Java'' menengarai bahwa letusan tersebut tidak hanya menimbulkan masalah sosial dan ekonomi saja, tetapi juga epidemi penyakit [[kolera]] yang menimpa penduduk.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=304|ps=|}}'' Chao turut menambahkan bahwa sekitar <u>+</u> 300 orang penduduk yang berada di sekitar gunung itu lantas mengungsi hingga ke wilayah Kota Salatiga.''{{sfnp|Chao|2017|p=62|ps=}}'' Untuk sementara waktu, mereka ditampung di Alun-Alun Salatiga (saat ini bernama [[Alun-Alun Pancasila Salatiga]]) dalam barak-barak darurat, serta mendapatkan penanganan dari tenaga medis ''Militair Hospital'' (saat ini bernama [[Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara Dokter Asmir]] – disingkat RS DKT dr. Asmir).''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}''
[[Berkas:SMK Kristen Salatiga (1).jpg|jmpl|280x280px|Rumah keluarga van Emmerick di Kota Salatiga yang saat ini menjadi SMK Kristen Salatiga ({{harvnb|Mulyati|2020||p=304}}).]]
Komite pelayanan sosial{{efn|GKJ memakai dua term dalam Pekabaran Injil, yaitu ''hoofddienst'' (pekabaran yang dilakukan langsung oleh pendeta konsul pemerintah Belanda) dan ''nevendienst'' (pekabaran tidak langsung melalui berbagai yayasan Kristen, yaitu klinik, rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, sekolah, dan sebagainya). Kedua term ini diperoleh dari Laporan Komisi Lima mengenai “Pengintegrasian Badan-Badan dan Yayasan-Yayasan Pelayanan Kristen”, dengan lokasi di Salatiga dan tanggal 1 November 1966. Namun, terkadang term ''nevendienst'' disebut juga dengan ''hulpdienst'' atau pekabaran sampingan. Term ini diperoleh dari ''Notulen Rapat Majelis GKJ Gondokusuman dengan Deputat-Deputat Pekabaran Injil dan Deputat-Deputat Gereja Miskin'', tertanggal 29 Desember 1950. Sebelum meletus Perang Dunia Kedua (PD II), ''hoofddienst'' dan ''nevendienst'' merupakan tanggung jawab dari gereja. Hampir semua gereja mempunyai komisi pekabaran yang dipilih oleh majelis gereja. Para komisi itu diperintahkan untuk menggerakkan pekabaran di lingkungan gerejanya masing-masing. Ketika menjalankan kewajibannya, para komisi itu terbagi lagi menjadi beberapa seksi, yaitu seksi wanita, seksi sekolah, seksi klinik, seksi panti jompo, seksi hari besar Kristen, dan sebagainya. Pada 1942, tugas dan kewajiban ''nevendienst'' dipisahkan dari gereja. Hal tersebut disebabkan karena ''nevendienst'' yang menjadi pelayanan sosial zending diambil alih fungsinya oleh Jepang untuk kepentingan perang. Selain itu, pemisahan ini juga dikarenakan para zending tidak memberikan tanggung jawab pengelolaan pelayanan sosial kepada GKJ agar pemerintah Belanda dapat menjalankannya lagi jika kembali ke Indonesia ({{harvnb|Raharjo|2019|pp=
}} yang dipimpin oleh Adolph dan Alice ini sebenarnya mengajak para pengungsi untuk pindah ke Semarang (pusat awal [[Bala Keselamatan Indonesia]]).''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}'' Namun, menurut arsip YSKSP, atas dasar pertimbangan kemanusiaan, jarak, dan fasilitas di Semarang yang tidak memungkinkan, mereka disarankan untuk menempati kawasan yang sekarang bernama Salib Putih.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=304|ps=|}}'' Komite tersebut lantas mendirikan barak-barak penampungan untuk tempat tinggal dan perawatan di lahan seluas <u>+</u> 40 hektare secara swadaya, sedangkan para pengungsi ditampung dan dirawat sementara di rumah keluarga Emmerick, yang sekarang menjadi [[SMK Kristen Salatiga]].''{{sfnp|Ismael|1954|p=42|ps=}}'' Mereka mulai menempati kawasan itu pada [[14 Mei]] [[1902]].<ref name=":2" />''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=72|ps=}}''<ref name=":22">{{Cite web|url=https://www.sinodegkj.or.id/2020/01/29/doa-untuk-salib-putih/|title=Doa untuk Salib Putih|last=Sinode Gereja Kristen Jawa|first=|date=29 Januari 2020|website=Sinode Gereja Kristen Jawa|access-date=22 Mei 2020}}</ref>
Selain mendapatkan bantuan dari komite, para pengungsi juga dilatih dengan berbagai keterampilan untuk menggarap kawasan ini, yaitu bertani, beternak, dan membuka areal perkebunan ([[kopi]], [[vanili]], [[karet]], [[lengkeng]], dan [[Rumput gajah|rumput gajah)]].''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}'' Selanjutnya, bagi para pengungsi yang telah sembuh diberi kesempatan untuk bertransmigrasi ke [[Sumatra]] maupun [[Sulawesi]], sedangkan bagi yang tidak bersedia diberi tanah dan tempat tinggal hampir seluas 12 hektare di wilayah tersebut.''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=
Berhubung sebagian besar pengungsi yang tidak ingin bertransmigrasi bersedia memeluk agama Kristen, dibangunlah sebuah gereja di wilayah itu pada 1902.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}'' Bangunan gereja ini terbuat dari kayu jati dengan menara di puncaknya sebagai tempat lonceng gereja. Lonceng itu merupakan hadiah dari pemerintah Belanda yang berangka tahun [[1682]].''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=74|ps=}}'' Pada tahun itu pula komite yang didirikan oleh keluarga Emmerick berganti nama menjadi ''Witte Kruis Kolonie''.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}'' Nama itu diambil ketika Adolph dan Alice menemukan marmer putih berbentuk salib ketika membuka lahan.''{{sfnp|Damayanti|Franksisca|p=183|ps=|Priyanto|2019}}'' Nama ini dalam [[bahasa Indonesia]] berarti "Perkumpulan Salib Putih".''{{sfnp|Rohman|2020|p=125|ps=}}'' Yayasan tersebut awalnya memang belum berbadan hukum, tetapi mempunyai hak otonomi sendiri.''{{sfnp|Mulyati|2020|p=305|ps=|}}''
Baris 35:
[[Berkas:Yayasan Sosial Kristen Salib Putih (1).jpg|jmpl|280x280px|Yayasan Sosial Kristen Salib Putih (YSKSP) adalah komite sosial yang mengelola kawasan Salib Putih ({{harvnb|Mulyati|2020||p=306}}).]]
Menanggapi tiga alternatif tersebut, Probowinoto menyarankan agar pengelolaan diserahkan kepada pihak GKJ. Namun, pertimbangannya tidak terletak pada kedekatan orang-orang rawatan dengan GKJ, melainkan supaya GKJ mempunyai kesempatan untuk melakukan pelayanan Pekabaran Injil secara lebih luas, yaitu kepada orang-orang miskin, cacat, yatim-piatu, janda, lanjut usia, dan sebagainya.''{{sfnp|Kana|Daldjoeni|p=82|ps=|1987}}'' ''Notulen Rapat Pengurus Yayasan Amal Kristen Jawa Tengah'', dengan lokasi di Salatiga dan tanggal 9 Januari 1951, mencatat bahwa penyerahan pengelolaan itu dilakukan secara pribadi, yaitu dari Santoso kepada Probowinoto pada 1949. Namun, Probowinoto sendiri telah memikirkan mengenai prosedur kelembagaannya. Atas prakarsa darinya, Sinode GKJ akhirnya membuat yayasan bernama Yayasan Amal Kristen pada 5–7 Juli 1950 untuk mengelola lahan Salib Putih.''{{sfnp|Raharjo|2019|p=
Pada [[1952]], pemerintah Indonesia menyerahkan pengelolaan gereja dan Perkumpulan Rumah Sosial Sana Bapa kepada Sinode GKJ. Nama Sana Bapa lantas diubah menjadi Perkumpulan Rumah Perawatan Salib Putih oleh Probowinoto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Sinode GKJ. Perubahan tersebut disetujui oleh [[Djodi Gondokusumo]] selaku Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan akta notaris Nomor J.A. 5/67/23 tanggal [[2 Agustus]] [[1954]].''{{sfnp|Mulyati|2020|p=306|ps=|}}''<ref name=":22" />
|