Marie Thomas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 5:
| caption =
| birth_date = {{birth date|df=y|1896|2|17}}
| birth_place ={{flagicon|Belanda}} [[Likupang]], [[Minahasa Utara]], [[Sulawesi Utara]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|df=y|1966|10|10|1896|2|17}}
| death_place ={{flagicon|Indonesia}} [[Bukittinggi]], [[Sumatra Barat]], [[Indonesia]]
Baris 14:
}}
 
'''Marie Thomas''' ({{lahirmati|Likupang, [[MinahasaLikupang]], [[Sulawesi Utara]]|17|2|1896|[[Bukittinggi]], [[Sumatra Barat]]|10|10|1966}}) adalah seorang wanita Indonesia pertama yang menjadi dokter. Dia lulus dari Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA atau ''Sekolah tot Opleiding van Indische Artsen'') pada tahun 1922. Dia kemudian menjadi spesialis bidang [[obstetri]] dan [[ginekologi]] dan adalah dokter Indonesia pertama yang menjadi spesialis dalam bidang ini. Dia juga mendirikan sebuah sekolah kebidanan di [[Bukittinggi]].
 
== Biografi ==
Maria Thomas lahir pada tanggal 17 Februari 1896 di Likupang yang terletak di wilayah [[Minahasa Utara]] di Sulawesi Utara.<ref name="Hesselink 2017">[[#hesselink2|Hesselink (2017)]].</ref> Ayahnya bernama Adriaan Thomas dan ibunya bernama Nicolina Maramis. Ayahnya memiliki karier di militer sehingga keluarganya harus terus pindah ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, ini juga memungkinkan Marie untuk mendapat pengalaman sekolah di berbagai sekolah dari [[Sulawesi]] hingga [[Jawa]].<ref name="Benmetan 2018">[[#good|Benmetan (2018)]].</ref>
 
Maria Thomas lahir pada tanggal 17 Februari 1896 di Likupang yang terletak di wilayah Minahasa di Sulawesi Utara.<ref name="Hesselink 2017">[[#hesselink2|Hesselink (2017)]].</ref> Ayahnya bernama Adriaan Thomas dan ibunya bernama Nicolina Maramis. Ayahnya memiliki karier di militer sehingga keluarganya harus terus pindah ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, ini juga memungkinkan Marie untuk mendapat pengalaman sekolah di berbagai sekolah dari [[Sulawesi]] hingga [[Jawa]].<ref name="Benmetan 2018">[[#good|Benmetan (2018)]].</ref>
 
Pada mulanya STOVIA tidak menerima wanita sebagai mahasiswa, tetapi kebijakan tersebut berubah sebagian besar karena usaha [[Aletta Jacobs]] (dokter wanita pertama di Belanda). Ketika Jacobs mengunjungi Hindia Belanda pada tahun 1911, dia mendesak masalah ini kepada Gubernur-Jenderal [[Alexander Willem Frederik Idenburg|A.W.F. Idenburg]].<ref>[[#hesselink1|Hesselink (2011)]], p. 218.</ref> Setelah kemudian wanita diizinkan untuk mendaftar ke STOVIA, terdapat sebuah kendala baru yaitu mereka tidak bisa dipekerjakan oleh Layanan Kesehatan Sipil (''Burgerlijke geneeskundige dienst'') dan karenanya mereka harus membayar studi mereka sendiri di STOVIA. Untuk mengatasi masalah ini, saudara perempuan Aletta yaitu Charlotte Jacobs (wanita pertama yang memperoleh gelar dalam bidang [[farmakologi]] di Belanda), membantu mendirikan sebuah yayasan untuk mengumpulkan dana bagi siswa perempuan yang belajar STOVIA.<ref name="Hesselink 2011 p. 219">[[#hesselink1|Hesselink (2011)]], p. 219.</ref> Yayasan ini didirikan pada 1 September 1912 dengan bantuan Marie van Zeggelen dan Elisabeth van Deventer.<ref name="Benmetan 2018"/><ref name="ReferenceA">[[#budi_mulia|Budi Mulia Hospital]].</ref> Yayasan yang mereka bentuk bernama Perkumpulan untuk Membentuk Dana Studi untuk Pendidikan Dokter Hindia Wanita (SOVIA atau ''Vereeniging tot Vorming van een Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen'').<ref name="Hesselink 2017"/><ref name="Hesselink 2011 p. 219"/><ref>[[#historia|Aryono (Historia)]].</ref> Marie mulai belajar di STOVIA pada bulan September 1912 dan ia didukung oleh yayasan SOVIA. Pada saat pendaftarannya, Maria adalah satu-satunya siswa perempuan di antara sekitar 200 siswa laki-laki. Hanya dua tahun kemudian barulah sekolahnya menerima siswa perempuan kedua yang bernama Anna Warouw yang juga berasal dari daerah Minahasa.<ref>[[#hesselink1|Hesselink (2011)]], p. 220.</ref>